Penanganan Pandemi Harus Selaras Antara Kesehatan dan Ekonomi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta diminta untuk benar-benar memperhitungkan secara matang pemberlakuan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ) secara total.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN Intan Fauzi mengatakan, kebijakan PSBB harus terintegrasi, termasuk dipertimbangkan dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat. Sebab, menurutnya, pandemi Covid-19 seperti dua sisi mata uang yang selalu beriringan antara ancaman kesehatan dengan persoalan sosial-ekonomi. (Baca juga: TNI-Polri Operasi Yustisi PSBB, Ini Pesan IPW)
"Intinya, penanganan kesehatan dilakukan tuntas. Di sisi lain, ekonomi diupayakan tetap bisa bernapas dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Law enforcement diberlakukan tegas dan konsisten," tandas Intan Fauzi, Senin (14/9/2020). (Baca juga: Indonesia Belum Memasuki Puncak Pandemi Covid-19)
Agar semua bisa berjalan dengan baik, kata Intan, dibutuhkan kerja sama dan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk mengikuti protokol kesehatan yang ketat. "Sebetulnya tidak perlu trial and error karena seluruh perangkat hukum penanganan Covid-19 di Indonesia sudah meliputi berbagai aspek. Hanya tinggal bagaimana penegakan aturan dijalankan secara tegas dan tidak ada dualisme kebijakan," tuturnya. (Baca juga: PSBB Lagi, di Rumah Lagi)
Menurut Intan, PSBB merupakan amanat Pasal 49 UU 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Penjabaran lebih lanjut ketentuan PSBB diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
"Dalam Pasal 3 dijelaskan, menteri menetapkan PSBB di suatu wilayah berdasarkan permohonan kepala daerah. Sejatinya, kebijakan PSBB ini adalah kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Kesehatan," ujarnya.
Politikus PAN ini mempertanyakan rencana Pemprov DKI Jakarta yang akan menerapkan kebijakan kembali PSBB secara total pada Senin (14/9/2020) dengan alasan bahwa PSBB belum pernah dicabut. "Apakah Pemprov DKI selama ini menjalankan ketentuan evaluasi per dua minggu dan memberitahukan kepada menteri yang ditetapkan oleh Permenkes 9/2020," katanya.
Intan mengatakan, koordinasi, sinergi, dan kebijakan yang terintegrasi antara Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta sangat diperlukan sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran informasi di masyarakat. Sebab, kebijakan yang berlaku di Jakarta akan berdampak di daerah penyangga.
Hal ini karena mobilitas masyarakat menyangkut wilayah keseluruhan penyangga yaitu Jabodetabek (Jakarta, Kota dan Kabupaten Bogor, Depok, Tangerang, Kota dan Kabupaten Bekasi, dan sekitarnya). "Wilayah ini adalah satu kesatuan sehingga sulit menerapkan zona merah, kuning, hijau sebab pandemi corona ini dibawa oleh orang yang menularkan," kata politikus dari Dapil Kota Bekasi dan Depok ini.
Menurut Intan, zona hijau bukan berarti aman karena perpindahan orang menyangkut keseluruhan wilayah penyangga. "Jangankan antar kelurahan berbeda zona, antar provinsi saja mudah dicapai dan pergerakan orang dapat terus terjadi sehingga protokol kesehatan ketat adalah yang utama untuk menekan angka penularan," katanya.
Diakui Intan, pandemi Covid-19 memang menjadi permasalahan kompleks, tidak hanya kesehatan tetapi juga sosial dan ekonomi. Penerimaan APBD merosot tajam. Dalam beberapa hari terakhir, sentimen negatif pelaku pasar yang ditunjukan dengan anjloknya IHSG pasca pengumuman PSBB DKI Jakarta.
"Kebijakan PSBB dengan berbagai pembatasannya di tengah pandemi sungguh membawa dampak bagi kehidupan masyarakat. Misalnya, kolapsnya dunia usaha akibat dari lesunya produktivitasnya dan minimnya penjualan," tuturnya.
Dampak Covid-19 ini menyebabkan napas ekonomi sebagian besar dunia usaha termasuk UKM, BUMN, dan ekonomi keluarga semakin sulit. Untuk itu, perlu kebijakan ekstrem dari pemerintah guna menyelamatkan ekonomi nasional. "Sektor ekonomi yang paling dibutuhkan masyarakat harus mendapat prioritas, yakni kebutuhan dasar seperti makanan dan kesehatan," paparnya.
Hal yang juga sangat krusial agar kebijakan PSBB ini mendapatkan hasil positif sesuai yang diharapkan, kata Intan, bagaimana masyarakat yang menjadi garda terdepan dalam pengendalian Covid-19, bisa memahami bahwa penyakit ini nyata. Karena itu, mereka harus sadar dan disiplin. Sementara pemerintah harus selalu siap, tegas, serta peduli. "Ini harus dilakukan secara masif menjadi gerakan di Indonesia, bukan hanya slogan dan imbauan," ujarnya.
Selain harus tegas dalam penegakan aturan protokol kesehatan, kata Intan, aparat pemerintah juga harus memberikan contoh dengan melakukan protokol kesehatan dalam aktivitas sehari-hari mereka. Upaya yang perlu dilakukan adalah proteksi di semua layanan dengan penerapan 3T, yaitu testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan), dan treatment (pengobatan) yang lebih tegas.
"Peningkatan upaya preventif dengan penerapan protokol kesehatan dan melibatkan kelompok sosial masyarakat sebagai kontrol menjadi satu prioritas untuk menekan laju penyebaran virus," katanya.
Menurutnya, dalam penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dibutuhkan kerja sama dan komitmen yang kuat dari semua pihak secara baik dan benar. "Diharapkan Indonesia bisa terbebas dari pandemi, menekan angka penularan, dan tidak ada kasus baru konfirmasi positif, serta pelebaran defisit karena kontraksi ekonomi di tahun berikutnya tidak terjadi," tandasnya.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN Intan Fauzi mengatakan, kebijakan PSBB harus terintegrasi, termasuk dipertimbangkan dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat. Sebab, menurutnya, pandemi Covid-19 seperti dua sisi mata uang yang selalu beriringan antara ancaman kesehatan dengan persoalan sosial-ekonomi. (Baca juga: TNI-Polri Operasi Yustisi PSBB, Ini Pesan IPW)
"Intinya, penanganan kesehatan dilakukan tuntas. Di sisi lain, ekonomi diupayakan tetap bisa bernapas dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Law enforcement diberlakukan tegas dan konsisten," tandas Intan Fauzi, Senin (14/9/2020). (Baca juga: Indonesia Belum Memasuki Puncak Pandemi Covid-19)
Agar semua bisa berjalan dengan baik, kata Intan, dibutuhkan kerja sama dan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk mengikuti protokol kesehatan yang ketat. "Sebetulnya tidak perlu trial and error karena seluruh perangkat hukum penanganan Covid-19 di Indonesia sudah meliputi berbagai aspek. Hanya tinggal bagaimana penegakan aturan dijalankan secara tegas dan tidak ada dualisme kebijakan," tuturnya. (Baca juga: PSBB Lagi, di Rumah Lagi)
Menurut Intan, PSBB merupakan amanat Pasal 49 UU 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Penjabaran lebih lanjut ketentuan PSBB diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
"Dalam Pasal 3 dijelaskan, menteri menetapkan PSBB di suatu wilayah berdasarkan permohonan kepala daerah. Sejatinya, kebijakan PSBB ini adalah kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Kesehatan," ujarnya.
Politikus PAN ini mempertanyakan rencana Pemprov DKI Jakarta yang akan menerapkan kebijakan kembali PSBB secara total pada Senin (14/9/2020) dengan alasan bahwa PSBB belum pernah dicabut. "Apakah Pemprov DKI selama ini menjalankan ketentuan evaluasi per dua minggu dan memberitahukan kepada menteri yang ditetapkan oleh Permenkes 9/2020," katanya.
Intan mengatakan, koordinasi, sinergi, dan kebijakan yang terintegrasi antara Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta sangat diperlukan sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran informasi di masyarakat. Sebab, kebijakan yang berlaku di Jakarta akan berdampak di daerah penyangga.
Hal ini karena mobilitas masyarakat menyangkut wilayah keseluruhan penyangga yaitu Jabodetabek (Jakarta, Kota dan Kabupaten Bogor, Depok, Tangerang, Kota dan Kabupaten Bekasi, dan sekitarnya). "Wilayah ini adalah satu kesatuan sehingga sulit menerapkan zona merah, kuning, hijau sebab pandemi corona ini dibawa oleh orang yang menularkan," kata politikus dari Dapil Kota Bekasi dan Depok ini.
Menurut Intan, zona hijau bukan berarti aman karena perpindahan orang menyangkut keseluruhan wilayah penyangga. "Jangankan antar kelurahan berbeda zona, antar provinsi saja mudah dicapai dan pergerakan orang dapat terus terjadi sehingga protokol kesehatan ketat adalah yang utama untuk menekan angka penularan," katanya.
Diakui Intan, pandemi Covid-19 memang menjadi permasalahan kompleks, tidak hanya kesehatan tetapi juga sosial dan ekonomi. Penerimaan APBD merosot tajam. Dalam beberapa hari terakhir, sentimen negatif pelaku pasar yang ditunjukan dengan anjloknya IHSG pasca pengumuman PSBB DKI Jakarta.
"Kebijakan PSBB dengan berbagai pembatasannya di tengah pandemi sungguh membawa dampak bagi kehidupan masyarakat. Misalnya, kolapsnya dunia usaha akibat dari lesunya produktivitasnya dan minimnya penjualan," tuturnya.
Dampak Covid-19 ini menyebabkan napas ekonomi sebagian besar dunia usaha termasuk UKM, BUMN, dan ekonomi keluarga semakin sulit. Untuk itu, perlu kebijakan ekstrem dari pemerintah guna menyelamatkan ekonomi nasional. "Sektor ekonomi yang paling dibutuhkan masyarakat harus mendapat prioritas, yakni kebutuhan dasar seperti makanan dan kesehatan," paparnya.
Hal yang juga sangat krusial agar kebijakan PSBB ini mendapatkan hasil positif sesuai yang diharapkan, kata Intan, bagaimana masyarakat yang menjadi garda terdepan dalam pengendalian Covid-19, bisa memahami bahwa penyakit ini nyata. Karena itu, mereka harus sadar dan disiplin. Sementara pemerintah harus selalu siap, tegas, serta peduli. "Ini harus dilakukan secara masif menjadi gerakan di Indonesia, bukan hanya slogan dan imbauan," ujarnya.
Selain harus tegas dalam penegakan aturan protokol kesehatan, kata Intan, aparat pemerintah juga harus memberikan contoh dengan melakukan protokol kesehatan dalam aktivitas sehari-hari mereka. Upaya yang perlu dilakukan adalah proteksi di semua layanan dengan penerapan 3T, yaitu testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan), dan treatment (pengobatan) yang lebih tegas.
"Peningkatan upaya preventif dengan penerapan protokol kesehatan dan melibatkan kelompok sosial masyarakat sebagai kontrol menjadi satu prioritas untuk menekan laju penyebaran virus," katanya.
Menurutnya, dalam penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dibutuhkan kerja sama dan komitmen yang kuat dari semua pihak secara baik dan benar. "Diharapkan Indonesia bisa terbebas dari pandemi, menekan angka penularan, dan tidak ada kasus baru konfirmasi positif, serta pelebaran defisit karena kontraksi ekonomi di tahun berikutnya tidak terjadi," tandasnya.
(nbs)