PSBB Lagi, di Rumah Lagi
loading...
A
A
A
PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta mulai hari ini, Senin (14/9), resmi menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kendati namanya sama, PSBB yang akan berlaku hingga 14 hari ke depan itu berbeda dengan PSBB sebelumnya yang diterapkan Maret lalu.
Pada PSBB kali ini, masih ada beberapa kegiatan yang diperbolehkan, dengan sejumlah syarat. Salah satunya yaitu kegiatan perkantoran. Namun pada prinsipnya, PSBB edisi teranyar yang diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 88/2020 tentang Perubahan Pergub Nomor 33/2020 tentang PSBB itu menganjurkan agar warga DKI Jakarta tetap berada di rumah dan tidak bepergian, kecuali ada keperluan mendesak. Selain itu, untuk aktivitas dalam di bidang usaha esensial masih diperbolehkan.
Pergub tersebut juga mengatur lima hal yakni pembatasan di bidang aktivitas sosial, ekonomi, keagamaan, budaya, dan pendidikan. Selanjutnya pengendalian mobilitas, rencana isolasi terkendali, pemenuhan kebutuhan pokok, dan penegakan sanksi.
Adapun bidang kegiatan esensial yang dapat beroperasi dengan pembatasan kapasitas maksimal 50% adalah kantor perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD) yang turut serta dalam penanganan Covid-19 dan/atau dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat serta organisasi kemasyarakatan lokal dan internasional yang bergerak pada sektor sosial dan/atau kebencanaan. Sementara untuk kantor pemerintah boleh beroperasi dengan maksimal 25% pegawai, kecuali instansi yang bersifat pelayanan langsung kepada publik yang terkait kebutuhan mendasar seperti pemadam kebakaran dan kesehatan.
Pada Pergub tersebut juga disebutkan sanksi kepada mereka yang melanggar protokol kesehatan. Maka perilaku hidup sehat dan disiplin menggunakan masker, jaga jarak, dan selalu mencuci tangan kini tak boleh lagi diabaikan.
Khusus untuk penggunaan masker, bagian ini mendapat perhatian lebih karena jika tidak dilaksanakan maka sanksi menanti. Tak tanggung-tanggung, dendanya mencapai ratusan ribu hingga satu juta rupiah. Selain itu, pelanggar juga harus melakukan kerja sosial selama empat jam.
Demikian juga untuk pelaku usaha yang melanggar protokol kesehatan, jika melanggar harus membayar denda ratusan juta rupiah hingga yang terberat pencabutan izin usaha.
Dari sejumlah perangkat aturan beserta sanksi yang dirancang tersebut, tentu saja diharapkan dapat menekan pergerakan jumlah individu di Ibu Kota. Goal- nya tak lain, bisa menekan kasus positif Covid-19 yang masih tinggi dalam sebulan terakhir.
Hingga Minggu, (13/9), jumlah kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta masih mencatatkan yang tertinggi dibandingkan daerah lain. Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, kemarin ada penambahan sebanyak 1.380 kasus positif baru di Ibu Kota sehingga secara akumulasi mencapai 54.840 kasus atau 24% dari total kasus nasional.
Terus bertambahnya kasus positif Covid-19 juga berimbas pada tingkat kesiapan rumah sakit (RS). Jika jumlah kasus Covid tak berkurang, bukan tidak mungkin fasilitas rumah sakit tak bisa lagi menampung pasien baru. Apalagi pada pekan lalu, Pemprov DKI Jakarta menyatakan tingkat keterisian RS sudah di atas 70%.
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo pun mengakui perihal tingkat keterisian RS yang disebutnya sudah mengkhawatirkan. Untuk itu, perlu upaya pencegahan dari mulai hilir agar virus Covid terhenti laju penularannya. Maka itu, PSBB menjadi harapan agar bisa mengerem pergerakan individu di Ibu Kota.
Sayangnya, kebijakan yang diambil Pemprov DKI Jakarta itu tak lepas dari pro dan kontra, bahkan ada yang membawanya ke ranah politik dengan segala aktivitas "goreng-menggoreng" isu di media sosial. Padahal, saat kondisi yang krisis seperti saat ini seharusnya semua pihak menahan diri dan fokus pada upaya membantu pencegahan penularan sejak dari lingkungan terkecil, yakni keluarga.
Pada PSBB kali ini, masih ada beberapa kegiatan yang diperbolehkan, dengan sejumlah syarat. Salah satunya yaitu kegiatan perkantoran. Namun pada prinsipnya, PSBB edisi teranyar yang diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 88/2020 tentang Perubahan Pergub Nomor 33/2020 tentang PSBB itu menganjurkan agar warga DKI Jakarta tetap berada di rumah dan tidak bepergian, kecuali ada keperluan mendesak. Selain itu, untuk aktivitas dalam di bidang usaha esensial masih diperbolehkan.
Pergub tersebut juga mengatur lima hal yakni pembatasan di bidang aktivitas sosial, ekonomi, keagamaan, budaya, dan pendidikan. Selanjutnya pengendalian mobilitas, rencana isolasi terkendali, pemenuhan kebutuhan pokok, dan penegakan sanksi.
Adapun bidang kegiatan esensial yang dapat beroperasi dengan pembatasan kapasitas maksimal 50% adalah kantor perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD) yang turut serta dalam penanganan Covid-19 dan/atau dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat serta organisasi kemasyarakatan lokal dan internasional yang bergerak pada sektor sosial dan/atau kebencanaan. Sementara untuk kantor pemerintah boleh beroperasi dengan maksimal 25% pegawai, kecuali instansi yang bersifat pelayanan langsung kepada publik yang terkait kebutuhan mendasar seperti pemadam kebakaran dan kesehatan.
Pada Pergub tersebut juga disebutkan sanksi kepada mereka yang melanggar protokol kesehatan. Maka perilaku hidup sehat dan disiplin menggunakan masker, jaga jarak, dan selalu mencuci tangan kini tak boleh lagi diabaikan.
Khusus untuk penggunaan masker, bagian ini mendapat perhatian lebih karena jika tidak dilaksanakan maka sanksi menanti. Tak tanggung-tanggung, dendanya mencapai ratusan ribu hingga satu juta rupiah. Selain itu, pelanggar juga harus melakukan kerja sosial selama empat jam.
Demikian juga untuk pelaku usaha yang melanggar protokol kesehatan, jika melanggar harus membayar denda ratusan juta rupiah hingga yang terberat pencabutan izin usaha.
Dari sejumlah perangkat aturan beserta sanksi yang dirancang tersebut, tentu saja diharapkan dapat menekan pergerakan jumlah individu di Ibu Kota. Goal- nya tak lain, bisa menekan kasus positif Covid-19 yang masih tinggi dalam sebulan terakhir.
Hingga Minggu, (13/9), jumlah kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta masih mencatatkan yang tertinggi dibandingkan daerah lain. Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, kemarin ada penambahan sebanyak 1.380 kasus positif baru di Ibu Kota sehingga secara akumulasi mencapai 54.840 kasus atau 24% dari total kasus nasional.
Terus bertambahnya kasus positif Covid-19 juga berimbas pada tingkat kesiapan rumah sakit (RS). Jika jumlah kasus Covid tak berkurang, bukan tidak mungkin fasilitas rumah sakit tak bisa lagi menampung pasien baru. Apalagi pada pekan lalu, Pemprov DKI Jakarta menyatakan tingkat keterisian RS sudah di atas 70%.
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo pun mengakui perihal tingkat keterisian RS yang disebutnya sudah mengkhawatirkan. Untuk itu, perlu upaya pencegahan dari mulai hilir agar virus Covid terhenti laju penularannya. Maka itu, PSBB menjadi harapan agar bisa mengerem pergerakan individu di Ibu Kota.
Sayangnya, kebijakan yang diambil Pemprov DKI Jakarta itu tak lepas dari pro dan kontra, bahkan ada yang membawanya ke ranah politik dengan segala aktivitas "goreng-menggoreng" isu di media sosial. Padahal, saat kondisi yang krisis seperti saat ini seharusnya semua pihak menahan diri dan fokus pada upaya membantu pencegahan penularan sejak dari lingkungan terkecil, yakni keluarga.
(ras)