Dai Harus Pahami Ayat dan Wasiat Rasulullah dalam Berdakwah

Minggu, 13 September 2020 - 09:30 WIB
loading...
Dai Harus Pahami Ayat dan Wasiat Rasulullah dalam Berdakwah
Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Dr Ali M Abdillah. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Dr Ali M Abdillah mengatakan para dai dan ulama harus memahami wasiat Rasulullah ketika Haji Wada.

Pada saat Rasulullah melakukan Haji Wada, Rasulullah menyampaikan pesan kepada para sahabat dan umat Islam dengan mengutip ayat Surat An Nisa ayat 59, ‘Yā ayyuhallażīna āmanū aṭī'ullāha wa aṭī'ur-rasụla wa ulil-amri minkum’ yang ditujukan untuk para dai dan ulama.

KH Ali M Abdillah juga mengatakan, para dai dan ulama harus memahami ayat ‘āmanū aṭī'ullāha wa aṭī'ur-rasụl’ yang berarti dalam menyampaikan dakwah Islam, harus berpegang dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Besar Muhammad SAW dan berlandaskan dengan Alquran

”Di antara nilai-nilai yang diusung oleh Alquran adalah ‘wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin’ yang artinya adalah ‘Kami tidak mengutus mu (Muhammad) melainkan untuk memberikan rahmat bagi seluruh alam’. ‘wama arsalnaka’ ini kitabnya adalah kepada Nabi Muhammad,” ujar Ali M Abdillah di Pekalongan, Kamis 10 September 2020.( )

Menurut dia, jika para ustaz atau dai bisa berpegang pada ayat ini bahwa dalam berdakwah meneruskan risalah nubuwah atau risalah kenabian yang memiliki visi besar, yaitu rahmatan lil alamin, maka ini harus menjadi prinsip bersama dalam menyebarkan dakwah Islam yang rahmatan lil alamin.

”Tentunya hal itu berkaitan dengan peran seorang ustaz di tengah masyarakat dengan membawa nilai Islam. Jangan Islam yang ditawarkan atau yang disampaikan adalah bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW, seperti caci maki, memfitnah, produksi hoaks,” tuturnya.

Karena itu, pria yang biasa disapa Kiai Ali ini menyampaikan jika ada tokoh atau ustaz yang sudah mulai mengarahkan kepada untuk menyebar hoaks, kemudian mencaci dan memfitnah, tentunya hal ini sudah keluar dari ajaran Nabi Muhammad. Karena ajaran Nabi itu tentunya yang lemah lembut dan penuh kasih sayang.

”Bagaimana ingin membersihkan umat, bagaimana ingin mengajak umat untuk rahmatan lil alamin, kalau dirinya sendiri belum tuntas menjadi pribadi yang rahmatan lil alamin? Tentunya hal itu bisa terlihat dari ekspresi, cara ceramah dan materi dakwahnya ini bisa dilihat,” tuturnya.( Baca juga: Kepahlawanan Ulama dan Cita-cita Bangsa )

Dia melanjutkan, bahwa bagi orang yang hidup di Arab, yang ikuti sistem di Arab, kalau disana kerajaan, ikuti saja, karena mereka hidup di sana. Kalau di Indonesia maka wajib mengikuti kesepakatan yang disepakati oleh para pendiri bangsa, yakni yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

”Karena ini sudah menjadi kesepakatan para pendiri bangsa, agar bagaimana supaya bangsa Indonesia ini bisa menerapkan pesan Nabi Muhammad yaitu ’aṭī'ullāha wa aṭī'ur-rasụla wa ulil-amri mingkum’ Karena Pancasila ini bisa menjadi titik temu semua agama. Pancasila menjadi nilai-nilai yang didalamnya adalah nilai agama yang diterima oleh semua kalangan agama,” tukasnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa kalau khilafah itu bagian sejarah dalam Islam, iya. Tapi ketika khilafah diusung oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang menurutnya adalah sebuah partai politik internasional dan sudah punya aturan main sendiri, punya undang-undang sendiri sehingga khilafah adalah bagian strategi dari marketing mereka.

”Sasarannya adalah orang-orang awam yang tidak mengerti sejarah, kemudian mengatakan bahwa ini adalah ajaran Islam. Padahal kalau kita kritisi, hadits shahih tidak ada soal khilafah itu. Kemudian ayat aqth’i di Alquran tidak ada Khilafah. Kemudian ayat tentang khilafah ini pun debatable, ada yang menganggap ini hadits lemah, ada yang menganggap ini hasan. Berarti statusnya sebenarnya seperti qunut,” tutur Ketua Pengurus Wilayah Mahasiswa Ahlith Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyyah (MATAN) Provinsi DKI Jakarta ini.

Oleh sebab itu, Kiai Ali meyampaikan konsep khilafah versi HTI ini sama sekali tidak teruji, bahkan ditolak oleh seluruh dunia. Karena menurutnya tidak mungkin kalau ajaran yang haq itu ditolak. Ini berarti ada sesuatu yang disimpan di balik itu. Ada sesuatu yang disimpan, pasti akan ada penolakan.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1770 seconds (0.1#10.140)