Kesehatan Jiwa di Masa Pandemi, Banyak Orang Depresi dan Cemas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Imbas pandemi virus Corona (Covid-19) yang melanda Indonesia telah menghantam multisektor. Selain ekonomi, wabah tersebut juga berdampak hebat pada sektor kesehatan . Selama ini memang fokus persoalan lebih menitikberatkan pada kasus terinfeksi Covid-19 saja.
Namun ada persoalan genting lainnya yaitu masalah kesehatan jiwa. (Baca juga: 18 ABK Pulih, Total 964 WNI di Luar Negeri Sembuh dari Covid-19)
Lembaga riset kebijakan publik The Indonesian Institute (TII) mengungkapkan, berdasarkan data Swaperiksa yang dihimpun Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dari April-Agustus 2020, sebanyak 3.443 orang yang melakukan swaperiksa ternyata mengeluhkan masalah psikologis.
(Baca juga: Prokontra Pembukaan Bioskop dan Kekhawatiran Penularan Covid-19)
Sekitar 47,9 persen di antaranya memperlihatkan gejala kecemasan, diikuti 36,1 persen menunjukkan gejala depresi dan 16 persen lainnya menyampaikan permasalahan trauma psikologis. Dari seluruh data responden dari 34 provinsi tersebut, 85 persen di antaranya ialah perempuan.
Ironisnya, pada laporan swaperiksa PDSKJI per Mei 2020, dari keseluruhan responden yang menunjukkan gejala depresi, 49 persen di antaranya berpikir tentang kematian atau melukai diri sendiri.
Demikian juga Tim Sinergi Mahadata Tanggap Covid-19 UI yang menyatakan bahwa permasalahan kesehatan jiwa memang sangat genting. Hal itu dilandasi argumen mengenai proporsi orang dengan gejala depresi yang telah menyentuh angka lebih dari 35 persen pada masa pandemi.
Mereka menegaskan angka tersebut lebih tinggi 5-6 kali jika dibandingkan dengan kejadian depresi di masyarakat secara umum jika dilihat dari Riset Kesehatan Dasar 2018. Selain itu, lebih besar 2-3 kali jika dibandingkan dengan angka kejadian depresi pada kejadian bencana non-pandemi lain.
"Tak bisa diabaikan bahwa pandemi juga mempertontonkan potret isolasi sosial, kecemasan terhadap kondisi finansial maupun ketakutan terhadap risiko penularan Covid-19 yang akhirnya mengakibatkan banyak orang mengalami gejala-gejala depresi dan kecemasan yang tinggi," kata Peneliti bidang Sosial TII Nopitri Wahyuni melalui keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Selasa (8/9/2020).
Stres merupakan hal normal dalam situasi krisis, Namun, lanjut Nopitri, akan menjadi persoalan ketika dihadapkan dengan beberapa konteks.
Namun ada persoalan genting lainnya yaitu masalah kesehatan jiwa. (Baca juga: 18 ABK Pulih, Total 964 WNI di Luar Negeri Sembuh dari Covid-19)
Lembaga riset kebijakan publik The Indonesian Institute (TII) mengungkapkan, berdasarkan data Swaperiksa yang dihimpun Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dari April-Agustus 2020, sebanyak 3.443 orang yang melakukan swaperiksa ternyata mengeluhkan masalah psikologis.
(Baca juga: Prokontra Pembukaan Bioskop dan Kekhawatiran Penularan Covid-19)
Sekitar 47,9 persen di antaranya memperlihatkan gejala kecemasan, diikuti 36,1 persen menunjukkan gejala depresi dan 16 persen lainnya menyampaikan permasalahan trauma psikologis. Dari seluruh data responden dari 34 provinsi tersebut, 85 persen di antaranya ialah perempuan.
Ironisnya, pada laporan swaperiksa PDSKJI per Mei 2020, dari keseluruhan responden yang menunjukkan gejala depresi, 49 persen di antaranya berpikir tentang kematian atau melukai diri sendiri.
Demikian juga Tim Sinergi Mahadata Tanggap Covid-19 UI yang menyatakan bahwa permasalahan kesehatan jiwa memang sangat genting. Hal itu dilandasi argumen mengenai proporsi orang dengan gejala depresi yang telah menyentuh angka lebih dari 35 persen pada masa pandemi.
Mereka menegaskan angka tersebut lebih tinggi 5-6 kali jika dibandingkan dengan kejadian depresi di masyarakat secara umum jika dilihat dari Riset Kesehatan Dasar 2018. Selain itu, lebih besar 2-3 kali jika dibandingkan dengan angka kejadian depresi pada kejadian bencana non-pandemi lain.
"Tak bisa diabaikan bahwa pandemi juga mempertontonkan potret isolasi sosial, kecemasan terhadap kondisi finansial maupun ketakutan terhadap risiko penularan Covid-19 yang akhirnya mengakibatkan banyak orang mengalami gejala-gejala depresi dan kecemasan yang tinggi," kata Peneliti bidang Sosial TII Nopitri Wahyuni melalui keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Selasa (8/9/2020).
Stres merupakan hal normal dalam situasi krisis, Namun, lanjut Nopitri, akan menjadi persoalan ketika dihadapkan dengan beberapa konteks.