Jokowi Siap Berlakukan Darurat Sipil Bendung Corona, Begini Aturannya
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar dilakukan kebijakan pembatasan sosial dalam skala besar serta diberlakukannya kebijakan darurat sipil.
Kebijakan tersebut perlu dilakukan untuk meminimalisasi serta menanggulangi penyebaran virus Corona atau COVID-19. (Baca Juga: Jokowi Minta Pembatasan Sosial Skala Besar Dibarengi Darurat Sipil)
Lalu seperti apakah darurat sipil itu?
Darurat Sipil telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya.
Keadaan darurat sipil dinyatakan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angakatan Perang.
Dalam Pasal 1 dijelaskan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang.
Keadaan darurat sipil dinyatakan apabila keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.
Lalu timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apa pun juga. Dan, hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan- keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.
Dalam pasal tersebut juga dijelaskan bahwa penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
"(1) Keputusan yang menyatakan atau menghapuskan keadaan bahaya mulai berlaku pada hari diumumkan, kecuali jikalau ditetapkan waktu yang lain dalam keputusan tersebut. (2) Pengumuman pernyataan atau penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden," bunyi Pasal 2 Perppu Nomor 23 Tahun 1959 itu.
Dalam Pasal 3, dijelaskan bahwa penguasaan tertinggi dalam keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat.
Dalam melakukan penguasaan keadaan darurat sipil/keadaan darurat militer/keadaan perang, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang dibantu oleh suatu badan yang terdiri:
1.Menteri Pertama
2.Menteri Keamanan/Pertahanan
3.Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
4.Menteri Luar Negeri
5.Kepala Staf Angkatan Darat
6.Kepala Staf Angkatan Laut
7.Kepala Staf Angkatan Udara
8.Kepala Kepolisian Negara
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang juga dapat mengangkat menteri/pejabat lain. Di daerah-daerah penguasaan keadaan darurat sipil dilakukan oleh kepala daerah serendah-rendahnya dari daerah tingkat II selaku penguasa darurat sipil daerah yang daerah hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
Dalam Pasal 5 dijelaskan, pada daerah-daerah penguasaan keadaan darurat militer dilakukan oleh Komandan Militer tertinggi serendah-rendahnya Komandan kesatuan Resimen Angkatan Darat atau Komandan Kesatuan Angkatan Laut/Angkatan Udara yang sederajat dengan itu selaku Penguasa Darurat Militer Daerah yang daerah-hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
Penguasa Darurat Militer Daerah yang dimaksud dalam ayat pasal ini dibantu oleh seorang kepala daerah dari daerah yang bersangkutan, seorang kepala polisi dari daerah yang bersangkutan, dan seorang Pengawas/Kepala Kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.
(3) Penunjukan anggota-anggota badan tersebut dalam Ayat (2) pasal ini dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
(4) Untuk sesuatu daerah, Penguasa Darurat Militer Pusat menentukan susunan penguasaan dalam keadaan darurat militer yang berlainan dari pada ketentuan dalam Ayat (2) pasal ini, apabila ia memandang perlu berhubung dengan keadaan.
Terkait keadaan darurat sipil, pada Pasal 8 Ayat 3 yakni apabila dipandangnya perlu, kepala daerah yang bersangkutan dapat mempertahankan untuk daerahnya seluruh atau sebagian dari peraturan-peraturan/tindakan-tindakan penguasa darurat daerah, dengan ketentuan bahwa peraturan-peraturan/tindakan-tindakan yang dipertahankan itu dapat berlaku terus selama-lamanya empat bulan sesudah penghapusan keadaan darurat sipil.
Pada Pasal 9 dijelaskan bahwa peraturan-peraturan penguasa darurat sipil berlaku mulai saat pengundangannya, kecuali apabila ditentukan waktu yang lain untuk itu. Pengumuman yang seluas-luasnya dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh penguasa darurat sipil.
Kebijakan tersebut perlu dilakukan untuk meminimalisasi serta menanggulangi penyebaran virus Corona atau COVID-19. (Baca Juga: Jokowi Minta Pembatasan Sosial Skala Besar Dibarengi Darurat Sipil)
Lalu seperti apakah darurat sipil itu?
Darurat Sipil telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya.
Keadaan darurat sipil dinyatakan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angakatan Perang.
Dalam Pasal 1 dijelaskan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang.
Keadaan darurat sipil dinyatakan apabila keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.
Lalu timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apa pun juga. Dan, hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan- keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.
Dalam pasal tersebut juga dijelaskan bahwa penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
"(1) Keputusan yang menyatakan atau menghapuskan keadaan bahaya mulai berlaku pada hari diumumkan, kecuali jikalau ditetapkan waktu yang lain dalam keputusan tersebut. (2) Pengumuman pernyataan atau penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden," bunyi Pasal 2 Perppu Nomor 23 Tahun 1959 itu.
Dalam Pasal 3, dijelaskan bahwa penguasaan tertinggi dalam keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat.
Dalam melakukan penguasaan keadaan darurat sipil/keadaan darurat militer/keadaan perang, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang dibantu oleh suatu badan yang terdiri:
1.Menteri Pertama
2.Menteri Keamanan/Pertahanan
3.Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
4.Menteri Luar Negeri
5.Kepala Staf Angkatan Darat
6.Kepala Staf Angkatan Laut
7.Kepala Staf Angkatan Udara
8.Kepala Kepolisian Negara
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang juga dapat mengangkat menteri/pejabat lain. Di daerah-daerah penguasaan keadaan darurat sipil dilakukan oleh kepala daerah serendah-rendahnya dari daerah tingkat II selaku penguasa darurat sipil daerah yang daerah hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
Dalam Pasal 5 dijelaskan, pada daerah-daerah penguasaan keadaan darurat militer dilakukan oleh Komandan Militer tertinggi serendah-rendahnya Komandan kesatuan Resimen Angkatan Darat atau Komandan Kesatuan Angkatan Laut/Angkatan Udara yang sederajat dengan itu selaku Penguasa Darurat Militer Daerah yang daerah-hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
Penguasa Darurat Militer Daerah yang dimaksud dalam ayat pasal ini dibantu oleh seorang kepala daerah dari daerah yang bersangkutan, seorang kepala polisi dari daerah yang bersangkutan, dan seorang Pengawas/Kepala Kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.
(3) Penunjukan anggota-anggota badan tersebut dalam Ayat (2) pasal ini dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
(4) Untuk sesuatu daerah, Penguasa Darurat Militer Pusat menentukan susunan penguasaan dalam keadaan darurat militer yang berlainan dari pada ketentuan dalam Ayat (2) pasal ini, apabila ia memandang perlu berhubung dengan keadaan.
Terkait keadaan darurat sipil, pada Pasal 8 Ayat 3 yakni apabila dipandangnya perlu, kepala daerah yang bersangkutan dapat mempertahankan untuk daerahnya seluruh atau sebagian dari peraturan-peraturan/tindakan-tindakan penguasa darurat daerah, dengan ketentuan bahwa peraturan-peraturan/tindakan-tindakan yang dipertahankan itu dapat berlaku terus selama-lamanya empat bulan sesudah penghapusan keadaan darurat sipil.
Pada Pasal 9 dijelaskan bahwa peraturan-peraturan penguasa darurat sipil berlaku mulai saat pengundangannya, kecuali apabila ditentukan waktu yang lain untuk itu. Pengumuman yang seluas-luasnya dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh penguasa darurat sipil.
(dam)