Pemerintah Diminta Lakukan Kajian Mendalam Sebelum Melarang Mudik Lebaran
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mengkaji opsi larangan mudik Lebaran 2020 sebagai bagian dari upaya mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19) yang hingga saat ini telah menjalar ke sejumlah provinsi di Indonesia. Namun, kebijakan ini masih menunggu keputusan dari Presiden Jokowi. (Baca juga: Pemerintah Kaji Kebijakan Pembatasan Mudik Bareng Lebaran 2020)
Wakil Ketua Komisi II DPR Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, kebijakan tersebut sebenarnya baik saja untuk menekan penyebaran virus COVID-19. Namun, pertanyaannya apakah pemerintah sudah menyiapkan operasionalnya jika kebijakan tersebut diambil. (Baca juga: Soal Larangan Mudik Lebaran 2020, Polri Tunggu Kebijakan Pemerintah)
"Karena ini menyangkut dengan banyak hal, terkait keamanan, kesiapan pangan dan seterusnya. Belum lagi kalau berbenturan dengan kultur. Publik inikan menjadikan ritual mudik itu sebagai bagian ritual wajib pascamenjalani ibadah Ramadhan. Nah ini bagaimana apakah pemerintaah sudah siap melakukan sosialisasi? Artinya jangan membuat kebijakan yang secara operasional akan sulit untuk dilaksanakan," kata Gus Yaqut, sapaan akrabnya, Kamis (26/3/2020).
Menurut Gus Yaqut, pemerintah dalam mengambil kebijakan tidak bisa dilakukan secara parsial, namun harus dikaji secara mendalam dan menyeluruh untung dan ruginya ketika melarang masyarakat untuk mudik.
"Kemenag misalnya bagaimana orang yang enggak mudik di Jakarta ini bagaimana? Ngapai dong? Kan banyak pertanyaan. Kalau di Jakarta mau cari makan bisa enggak di Idul Fitri itu? Ada enggak kesiapan cadangan pangan? Kalau nanti muncul protes dalam skala luas, siap enggak keamanannya untuk mengatasi? Banyak hal yang harus dipikirkan. Saya tidak tahu pemerintah ketika memutuskan untuk melarang mudik ini sudah dipikirkan untung ruginya seperti apa?" kata Ketua Umum GP Ansor ini.
Gus Yaqut memahami pemerintah memang harus melakukan upaya untuk meminimalisasi penyebaran COVID-19. Namun apakah melarang atau membatasi mudik ini diyakini sebagai salah satu cara yang efektif untuk meminimalisasi penyebaran COVID-19 ini.
"Kita tidak bisa bicara COVID-19 ini secara parsial. Kalau misalnya enggak boleh mudik, fasilitas kesehatannya apakah cukup di Jakarta? Ketika semua orang berkumpul di Jakarta semua karena tak boleh pulang, fasilitas kesehatan untuk COVID-19 apakah memadahi," katanya.
Bahkan, kata Gus Yaqut, ketika Presiden meresmikan penggunaan Wisma Atlet Kemayoran untuk rumah sakit pasien COVID-19, apakah sudah disiapkan juga dokter dan tenaga medis yang lain. "Apakah hanya infrastruktur saja? kan masih banyak pertanyaan yang harus dijawab sebelum membuat keputusan baru. Saya ingin mengingatkan kepada pemerintah agar tidak membuat keputusan terkait Covid-19 ini secara parsial," katanya.
Ketika ada larangan atau pembatasan mudik Lebaran, bagaimana pemerintah mengantisipasinya juga ternyata ledakan mudik Lebaran tetap tidak bisa dibendung.
"Di Indonesia ini punya banyak jalan tikus. Kalau orang dilarang mudik, terus apa antasipasinya? Apakah kemudian di jalan-jalan itu dicegat? Apakah di tol itu tidak dioperasionalkan atau bagaimana? Kalau di jalan-jalan itu dicegat, tol tak dioperasionalkan, kita ini kan punya banyak jalan tikus. Efektif atau tidak kebijakan itu," tuturnya.
Karena itu, menurut Gus Yaqut, pemerintah harus menghitung ulang secara matang. "Kalau tujuannya untuk membatasi penyebaran COVID-19 oke saja, tapi jangan berpikir secara parsial. Harus dipikirkan secara holistik dari hulu ke hilir ini. Jadi jangan hanya gak usah mudik supaya enggak menyebar ke daerah titik, enggak bisa dong. Harus disiapkan apa. Bagi yang enggak boleh mudik disiapkan apa di Jakarta atau di kota-kota lain," urainya.
Wakil Ketua Komisi II DPR Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, kebijakan tersebut sebenarnya baik saja untuk menekan penyebaran virus COVID-19. Namun, pertanyaannya apakah pemerintah sudah menyiapkan operasionalnya jika kebijakan tersebut diambil. (Baca juga: Soal Larangan Mudik Lebaran 2020, Polri Tunggu Kebijakan Pemerintah)
"Karena ini menyangkut dengan banyak hal, terkait keamanan, kesiapan pangan dan seterusnya. Belum lagi kalau berbenturan dengan kultur. Publik inikan menjadikan ritual mudik itu sebagai bagian ritual wajib pascamenjalani ibadah Ramadhan. Nah ini bagaimana apakah pemerintaah sudah siap melakukan sosialisasi? Artinya jangan membuat kebijakan yang secara operasional akan sulit untuk dilaksanakan," kata Gus Yaqut, sapaan akrabnya, Kamis (26/3/2020).
Menurut Gus Yaqut, pemerintah dalam mengambil kebijakan tidak bisa dilakukan secara parsial, namun harus dikaji secara mendalam dan menyeluruh untung dan ruginya ketika melarang masyarakat untuk mudik.
"Kemenag misalnya bagaimana orang yang enggak mudik di Jakarta ini bagaimana? Ngapai dong? Kan banyak pertanyaan. Kalau di Jakarta mau cari makan bisa enggak di Idul Fitri itu? Ada enggak kesiapan cadangan pangan? Kalau nanti muncul protes dalam skala luas, siap enggak keamanannya untuk mengatasi? Banyak hal yang harus dipikirkan. Saya tidak tahu pemerintah ketika memutuskan untuk melarang mudik ini sudah dipikirkan untung ruginya seperti apa?" kata Ketua Umum GP Ansor ini.
Gus Yaqut memahami pemerintah memang harus melakukan upaya untuk meminimalisasi penyebaran COVID-19. Namun apakah melarang atau membatasi mudik ini diyakini sebagai salah satu cara yang efektif untuk meminimalisasi penyebaran COVID-19 ini.
"Kita tidak bisa bicara COVID-19 ini secara parsial. Kalau misalnya enggak boleh mudik, fasilitas kesehatannya apakah cukup di Jakarta? Ketika semua orang berkumpul di Jakarta semua karena tak boleh pulang, fasilitas kesehatan untuk COVID-19 apakah memadahi," katanya.
Bahkan, kata Gus Yaqut, ketika Presiden meresmikan penggunaan Wisma Atlet Kemayoran untuk rumah sakit pasien COVID-19, apakah sudah disiapkan juga dokter dan tenaga medis yang lain. "Apakah hanya infrastruktur saja? kan masih banyak pertanyaan yang harus dijawab sebelum membuat keputusan baru. Saya ingin mengingatkan kepada pemerintah agar tidak membuat keputusan terkait Covid-19 ini secara parsial," katanya.
Ketika ada larangan atau pembatasan mudik Lebaran, bagaimana pemerintah mengantisipasinya juga ternyata ledakan mudik Lebaran tetap tidak bisa dibendung.
"Di Indonesia ini punya banyak jalan tikus. Kalau orang dilarang mudik, terus apa antasipasinya? Apakah kemudian di jalan-jalan itu dicegat? Apakah di tol itu tidak dioperasionalkan atau bagaimana? Kalau di jalan-jalan itu dicegat, tol tak dioperasionalkan, kita ini kan punya banyak jalan tikus. Efektif atau tidak kebijakan itu," tuturnya.
Karena itu, menurut Gus Yaqut, pemerintah harus menghitung ulang secara matang. "Kalau tujuannya untuk membatasi penyebaran COVID-19 oke saja, tapi jangan berpikir secara parsial. Harus dipikirkan secara holistik dari hulu ke hilir ini. Jadi jangan hanya gak usah mudik supaya enggak menyebar ke daerah titik, enggak bisa dong. Harus disiapkan apa. Bagi yang enggak boleh mudik disiapkan apa di Jakarta atau di kota-kota lain," urainya.
(cip)