Husein Sastranegara Bakal Diubah Jadi Bandara Domestik, Syaikhu: Tunda Dulu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi V DPR RI Ahmad Syaikhu meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menunda mengubah bandara internasional Husein Sastranegara, Bandung menjadi bandara domestik. Syaikhu pun memaparkan beberapa alasannya.
Pertama, penurunan status menjadi bandara domestik dipastikan akan memberi dampak kurang baik bagi pariwisata di Jawa Barat (Jabar), khususnya Bandung Raya. "Pasti akan ada penurunan. Sebab selama ini banyak maskapai penerbangan yang mengangkut wisatawan dari Singapura dan Malaysia ke Kota Bandung sebagai destinasi wisata favorit di Jabar," kata Syaikhu dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Senin (7/9/2020).
(Baca: Wacana Perubahan Status Jadi Domestik, Ini Kata Executive GM Bandara Husein)
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini melanjutkan, salah satu yang akan terdampak adalah penjualan pakaian di Pasar Baru. Sebab, tempat ini telah menjadi salah satu destinasi wisata belanja bagi warga Malaysia. Saking banyaknya, mata uang Ringgit Malaysia jadi alat pembayaran.
Kedua, belum siapnya Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati. Selama aksesibilitas Kertajati ke Bandung Raya belum ada, lanjut dia, wisata ke Bandung Raya akan menurun tajam.
Kecuali jika nanti Tol Cisumdawu sudah bisa beroperasi, akan memangkas waktu tempuh Kertajati ke Bandung Raya. "Bandara Internasional Kertajati belum siap jadi pengganti. Sebab akses ke sana masih belum memadai," ujar Syaikhu.
Data menunjukkan, sebelum BIJB beroperasi, volume penumpang melalui Husein Sastranegara mencapai 300.000 per bulan (Juni). Setelah BIJB beroperasi, volume penumpang menurun tinggal 114.000-an.
(Baca: KPK Periksa Pejabat Kemenhub terkait Korupsi PT Dirgantara Indonesia)
Kendati demikian, pergerakan wisman yang melalui bandara Husein ternyata rata-rata masih 4.000 per hari. Bahkan, jumlahnya lebih banyak dibanding BIJB Kertajati yang hanya 2.000 orang per hari. "Jika Bandara Husein hanya menjadi bandara domestik, maka dampaknya tidak hanya ke pariwisata, tapi ekonomi juga," tegas Syaikhu.
Ketiga, ditinjau dari segi peraturan, dalam Permenhub Nomor 39 Tahun 2019 tentang Tatanan kebandarudaraan Nasional, pada Pasal 16 Ayat 1 poin c disebutkan bahwa penetapan bandar udara internasional mempertimbangkan pertumbuhan dan perkembangan pariwisata. Pada poin d, kepentingan dan kemampuan angkutan udara nasional.
Dan pada poin e, pengembangan ekonomi nasional dan perdagangan luar negeri. Dalam hal ini, Bandara Husein Sastranegara masih memenuhi kualifikasi tersebut. "Dari sisi peraturan, Bandara Husein masih memenuhi ketentuan," ujar mantan Wakil Walikota Bekasi itu.
Melihat hal tersebut, Syaikhu berpendapat bahwa penurunan status Bandara Husein Sastranegara menjadi bandara domestik belum saatnya dilakukan. Hal tersebut mengingat masih kurangnya sarana penghubung dari BIJB Kertajati ke daerah Bandung Raya.
"Saya tegaskan, tunda penurunan status ini agar masyarakat tidak semakin terpuruk ekonominya, terutama di masa pandemi ini," kata Syaikhu.
Diketahui, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub mengusulkan 8 bandara internasional diubah menjadi bandara domestik, salah satunya Husein Sastranegara, Bandung.
Pertama, penurunan status menjadi bandara domestik dipastikan akan memberi dampak kurang baik bagi pariwisata di Jawa Barat (Jabar), khususnya Bandung Raya. "Pasti akan ada penurunan. Sebab selama ini banyak maskapai penerbangan yang mengangkut wisatawan dari Singapura dan Malaysia ke Kota Bandung sebagai destinasi wisata favorit di Jabar," kata Syaikhu dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Senin (7/9/2020).
(Baca: Wacana Perubahan Status Jadi Domestik, Ini Kata Executive GM Bandara Husein)
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini melanjutkan, salah satu yang akan terdampak adalah penjualan pakaian di Pasar Baru. Sebab, tempat ini telah menjadi salah satu destinasi wisata belanja bagi warga Malaysia. Saking banyaknya, mata uang Ringgit Malaysia jadi alat pembayaran.
Kedua, belum siapnya Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati. Selama aksesibilitas Kertajati ke Bandung Raya belum ada, lanjut dia, wisata ke Bandung Raya akan menurun tajam.
Kecuali jika nanti Tol Cisumdawu sudah bisa beroperasi, akan memangkas waktu tempuh Kertajati ke Bandung Raya. "Bandara Internasional Kertajati belum siap jadi pengganti. Sebab akses ke sana masih belum memadai," ujar Syaikhu.
Data menunjukkan, sebelum BIJB beroperasi, volume penumpang melalui Husein Sastranegara mencapai 300.000 per bulan (Juni). Setelah BIJB beroperasi, volume penumpang menurun tinggal 114.000-an.
(Baca: KPK Periksa Pejabat Kemenhub terkait Korupsi PT Dirgantara Indonesia)
Kendati demikian, pergerakan wisman yang melalui bandara Husein ternyata rata-rata masih 4.000 per hari. Bahkan, jumlahnya lebih banyak dibanding BIJB Kertajati yang hanya 2.000 orang per hari. "Jika Bandara Husein hanya menjadi bandara domestik, maka dampaknya tidak hanya ke pariwisata, tapi ekonomi juga," tegas Syaikhu.
Ketiga, ditinjau dari segi peraturan, dalam Permenhub Nomor 39 Tahun 2019 tentang Tatanan kebandarudaraan Nasional, pada Pasal 16 Ayat 1 poin c disebutkan bahwa penetapan bandar udara internasional mempertimbangkan pertumbuhan dan perkembangan pariwisata. Pada poin d, kepentingan dan kemampuan angkutan udara nasional.
Dan pada poin e, pengembangan ekonomi nasional dan perdagangan luar negeri. Dalam hal ini, Bandara Husein Sastranegara masih memenuhi kualifikasi tersebut. "Dari sisi peraturan, Bandara Husein masih memenuhi ketentuan," ujar mantan Wakil Walikota Bekasi itu.
Melihat hal tersebut, Syaikhu berpendapat bahwa penurunan status Bandara Husein Sastranegara menjadi bandara domestik belum saatnya dilakukan. Hal tersebut mengingat masih kurangnya sarana penghubung dari BIJB Kertajati ke daerah Bandung Raya.
"Saya tegaskan, tunda penurunan status ini agar masyarakat tidak semakin terpuruk ekonominya, terutama di masa pandemi ini," kata Syaikhu.
Diketahui, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub mengusulkan 8 bandara internasional diubah menjadi bandara domestik, salah satunya Husein Sastranegara, Bandung.
(muh)