Cegah Corona, DPR Apresiasi Fatwa MUI Salat Jumat Bisa Diganti Zuhur
A
A
A
JAKARTA - Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memperbolehkan salat Jumat dengan salat Zuhur di rumah menyikapi merebaknya virus Corona direspons positif Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily.
Menurut Ace, fatwa MUI itu merupakan bentuk langkah antisipatif yang sejalan dengan kebijakan Pemerintah Indonesia tentang social distancing dalam menghadapi persebaran virus Corona.
"Apa yang dilakukan MUI merupakan bentuk kehati-hatian kita agar kita semua jangan sampai terjangkit virus Corona akibat interaksi antara manusia," ujar Ace kepada wartawan, Rabu (18/3/2020).
Dia mengatakan, membolehkan salat Jumat diganti salat Zuhur bagian dari menghindari kerumunan orang yang kita belum tentu tahu apakah di antara mereka ada yang terjangkit COVID-19 atau tidak.
"Untuk menjaga supaya tidak menjangkiti, maka sebaiknya kita lebih baik menghindari kerumunan orang tersebut. Ini adalah bentuk kehati-hatian (ikhtiayat)," ujar politikus Partai Golkar ini.
Dia mengakui prinsip kaidah ushul fiqh, dar’ul mafasid muqqadumun ‘ala jalbil mashalih, yakni menghindari kerusakan diutamakan daripada kemashalatan, merupakan salah satu prinsip dalam Islam.
"Kita kan tidak pernah tahu apakah seseorang terjangkit virus Corona atau tidak. Hanya dengan langkah antisipatif seperti social distancing kita dapat menghentikan persebaran virus ini," tutur legislator asal daerah pemilihan Jawa Barat II ini.
Dia mengatakan, langkah MUI itu bukan hanya terjadi di Indonesia. "Arab Saudi juga menerapkan fatwa yang sama. Demikian juga dengan di Mesir yang fatwanya dikeluarkan oleh Majlis Fatwa Universitas Al-Azhar," ujarnya.
Ace melanjutkan, berkaca kasus persebaran COVID-19 di Malaysia yang diduga penularannya berasal dari acara Tablig Akbar, maka sebaiknya umat Islam mentaati apa yang disarankan pemerintah dan fatwa MUI itu sebagai bagian dari social distancing.
"Cara dan sikap kita yang menjaga kebersihan, mengikuti saran untuk social distancing dan sebagaimana Fatwa MUI ini merupakan bentuk kontribusi kita untuk melawan COVID-19 agar dapat diselesaikan dengan cepat di Indonesia," katanya. (Baca Juga: Ini Fatwa MUI tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Wabah Corona)
Dia mengatakan, fatwa itu berlaku di daerah-daerah yang telah diidentifikasi memiliki potensi tersebar virus Corona. Karena itu, kata dia, apa yang difatwakan MUI itu juga harus terkoordinasi dengan Satgas Pemerintah yang menangani daerah-daerah yang diduga positif terjangkit penularan virus Corona ini.
"Kuncinya, tentu di pemerintah sendiri untuk mengidentifikasi daerah-daerah dimana masjid itu diduga berpotensi terjangkit virus Corona," pungkasnya.
Adapun Fatwa MUI yang melarang atau mengganti salat Jumat dengan salat Zuhur di rumah terkait merebaknya virus Corona itu bernomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi terjadi Wabah Covid-19.
Berikut beberapa poin dalam Fatwa MUI itu:
- Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.
- Dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat Jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah shalat lima waktu/ rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.
Menurut Ace, fatwa MUI itu merupakan bentuk langkah antisipatif yang sejalan dengan kebijakan Pemerintah Indonesia tentang social distancing dalam menghadapi persebaran virus Corona.
"Apa yang dilakukan MUI merupakan bentuk kehati-hatian kita agar kita semua jangan sampai terjangkit virus Corona akibat interaksi antara manusia," ujar Ace kepada wartawan, Rabu (18/3/2020).
Dia mengatakan, membolehkan salat Jumat diganti salat Zuhur bagian dari menghindari kerumunan orang yang kita belum tentu tahu apakah di antara mereka ada yang terjangkit COVID-19 atau tidak.
"Untuk menjaga supaya tidak menjangkiti, maka sebaiknya kita lebih baik menghindari kerumunan orang tersebut. Ini adalah bentuk kehati-hatian (ikhtiayat)," ujar politikus Partai Golkar ini.
Dia mengakui prinsip kaidah ushul fiqh, dar’ul mafasid muqqadumun ‘ala jalbil mashalih, yakni menghindari kerusakan diutamakan daripada kemashalatan, merupakan salah satu prinsip dalam Islam.
"Kita kan tidak pernah tahu apakah seseorang terjangkit virus Corona atau tidak. Hanya dengan langkah antisipatif seperti social distancing kita dapat menghentikan persebaran virus ini," tutur legislator asal daerah pemilihan Jawa Barat II ini.
Dia mengatakan, langkah MUI itu bukan hanya terjadi di Indonesia. "Arab Saudi juga menerapkan fatwa yang sama. Demikian juga dengan di Mesir yang fatwanya dikeluarkan oleh Majlis Fatwa Universitas Al-Azhar," ujarnya.
Ace melanjutkan, berkaca kasus persebaran COVID-19 di Malaysia yang diduga penularannya berasal dari acara Tablig Akbar, maka sebaiknya umat Islam mentaati apa yang disarankan pemerintah dan fatwa MUI itu sebagai bagian dari social distancing.
"Cara dan sikap kita yang menjaga kebersihan, mengikuti saran untuk social distancing dan sebagaimana Fatwa MUI ini merupakan bentuk kontribusi kita untuk melawan COVID-19 agar dapat diselesaikan dengan cepat di Indonesia," katanya. (Baca Juga: Ini Fatwa MUI tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Wabah Corona)
Dia mengatakan, fatwa itu berlaku di daerah-daerah yang telah diidentifikasi memiliki potensi tersebar virus Corona. Karena itu, kata dia, apa yang difatwakan MUI itu juga harus terkoordinasi dengan Satgas Pemerintah yang menangani daerah-daerah yang diduga positif terjangkit penularan virus Corona ini.
"Kuncinya, tentu di pemerintah sendiri untuk mengidentifikasi daerah-daerah dimana masjid itu diduga berpotensi terjangkit virus Corona," pungkasnya.
Adapun Fatwa MUI yang melarang atau mengganti salat Jumat dengan salat Zuhur di rumah terkait merebaknya virus Corona itu bernomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi terjadi Wabah Covid-19.
Berikut beberapa poin dalam Fatwa MUI itu:
- Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.
- Dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat Jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah shalat lima waktu/ rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.
(dam)