KY Bentuk Assessment Center untuk Maksimalkan Kompetensi Calon Hakim Agung
A
A
A
JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) tengah mempersiapkan pembentukan Assessment Center (AC) yang bertujuan untuk melakukan assessmen kompetensi yudisial untuk hakim agung. Pelembagaan AC di internal KY supaya lebih sesuai dengan pemaksimalan hasil dan kebutuhan formasi hakim yang diharapkan. Selama ini, assessmen terhadap kompetensi hakim agung belum banyak terakomodasi oleh lembaga AC yang kompetensi manajemennya bersifat umum. Sementara, kompetensi hakim bersifat spesifik dan khusus.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan, AC yang terlembagakan di KY bisa saja dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga Negara jika dibutuhkan, seperti untuk seleksi hakim konstitusi dan hakim pajak. Selama ini, untuk rekam jejak dalam seleksi pejabat negara lain, sebagian sudah memanfaatkan hasil rekam jejak yang dilakukan oleh biro investigasi di KY. Secara kelembagaan, AC di KY terintegrasi dengan rekam jejak yang dilakukan oleh biro investigasi KY.
“Pada dasarnya, kita membuat AC untuk menyokong kewenangan KY terkait dengan kompetensi hakim, tetapi tidak menutup kemungkinan kalau antar lembaga Negara kan biasa saling memanfaatkan satu sama lain. Jadi bisa saja kalau untuk hakim konstitusi dan hakim pajak, kan mereka biasanya menggunakan AC umum,” kata Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Aidul Fitriciada Azhari, Kamis (12/3/2020).
Aidul Fitriciada juga menyinggung soal AC MA yang baru saja diresmikan. Menurutnya, kebutuhan AC MA bukan hanya hakim, tapi juga untuk panitera, ketua pengadilan, dan seterusnya. Sementara, kalau AC KY lebih spesifik pada kompetensi hakim agung. Sementara, MA lebih pada manajemen pengadilan dan manajemen kehakiman. Artinya, antara AC KY-MA memiliki kompetensi yang berbeda. AC kompetensi kehakiman lebih kepada kompetensi hakim, sementara kompetensi MA lebih bersifat umum.
Secara kelembagaan, AC KY membutuhkan beberapa tahapan untuk terbentuk. Tahap awal, Komisi Yudisial sudah mempersiapkan tim yang kompeten dibidangnya. Bahkan, pada seleksi calon hakim agung tahun 2019, sudah dimulai dengan penyusunan kamus kompetensi Hakim Agung dengan melibatkan hakim agung dan para ahli serta divalidasi dan simulasi dengan melibatkan hakim agung.
Tahap kedua, adalah pembentukan tim assessornya. Dalam tahapan ini, diakuinya, agak berbeda dengan pembentukan AC di MA. Kalau MA lebih memprioritaskan pembangunan gedung dan fasilitas lainnya dulu. Sementara, fungsinya belakangan. AC KY justru sebaliknya, prioritas fungsinya dulu yang dijalankan, sementara gedung dan fasilitas lainnya sambil dipersiapkan.
“Jadi kita lebih menekankan pada fungsinya lebih dahulu, sudah lengkap baru gedung. Tapi pada intinya semuanya ditangani. Assessornya kebanyakan dari KY sendiri. Semuanya terkait dengan banyak hal, salah satunya rahasia Negara. Rahasia dari para hakim yang disertakan tim assessmen, itu harus kita pegang juga,” terangnya.
Pada seleksi calon hakim agung 2019, kamus kompetensi Hakim Agung sudah diterapkan langsung pada calon hakim agung, termasuk proses evaluasi setiap seleksi. Evaluasi dan perbaikan akan terus dilakukan sesuai perkembangan. Dalam dua tahun terakhir, system yang sudah diaplikasikan mudah-mudahan bisa berjalan sesuai harapan sambil focus pada pembentukan kelembagaan.
Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus pun membenarkan jika dalam dua tahun terakhir proses seleksi calon hakim agung, menyangkut assessment kompetensi selalu ditangani tim assessor dari KY. Menurutnya, tim assessor dari KY lebih mengerti kompetensi hakim dibandingkan AC umum. “Kedepannya, AC internal KY bisa lebih sesuai dengan hasil dan kebutuhan yang diharapkan,”kata Jaja Ahmad Jayus.
Jaja dan Aidul pun menargetkan, system AC KY bisa rampung tahun ini. Sementara untuk kelembagaan resmi belum bisa dipastikan waktunya karena masih ada beberapa variable yang harus dipersiapkan. Salah satunya tim assessor yang harus dipersiapkan dengan melakukan perekrutan baik dari internal maupun eksternal.
Saat ini, kendala utama pembentukan AC adalah keterbatasan SDM, sementara lembaga baru ini membutuhkan sumber daya yang lumayan banyak. Misalnya untuk menyeleksi calon hakim agung sebanyak 150 pendaftar. Secara tidak langsung membutuhkan SDM yang banyak, sementara sumber daya di KY sangat minim.
Tidak hanya itu, sosok yang akan mengisi tim ini juga harus memiliki kompetensi dan latar belakang psikologi, manajemen, atau teknik industry.
Untuk mendapatkan SDM yang sesuai dengan kriteria tersebut, tidak mungkin internal KY bisa memenuhi. Makanya, minimal sebagian SDM harus dipenuhi dari luar. Namun, kendali secara pertanggung jawaban tetap di tangan KY.
“Kalau system sedang kita bangun sekaligus mempersiapkan SDM. Kalau kelembagaan yang dipersiapkan hanya gedung saja. Kalau soal gedung sudah kita bicarakan, kita punya asset. Lokasi tetap di Gedung KY, terintegrasi. Semacam badan baru. Karena banyak menampung banyak orang, termasuk dari institusi. Itu jabatan fungsional,” jelas Aidul.
Terkait pembentukan AC, Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Aidul Fitriciada Azhari dan Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus mengakui sudah berkoordinasi dengan beberapa lembaga terkait seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Komisi III DPR. Bahkan, kata Aidul, dari Direktorat Hukum dan Regulasi Bappenas sudah hadir dan melakukan pembahasan bersama terkait rencana pembentukan AC KY.
Dalam pertemuan itu, Aidul Fitriciada menceritakan, dirinya sudah menjelaskan secara gamblang terkait program AC KY . Bappenas pun merespons dengan baik dan memasukan program tersebut dalam rencana strategis (Renstra) KY lima tahun ke depan, yakni 2020-2025. Artinya, eksekusi program tersebut tidak bisa sekaligus, tapi dibagi dalam beberapa tahun atau bertahap karena menyangkut persoalan anggaran.
Selain menyambut baik, Pihak Bappenas juga sempat mengklarifikasi beberapa hal terkait AC KY yang akan dilembagakan, misalnya: Apa yang akan dilakukan dengan AC? Kenapa harus membentuk AC? Tergetnya apa? Dan beberapa pertanyaan lainnya. Artinya, lanjut dia, Bappenas melihat urgensinya pembentukan AC di KY. Bahkan, Bappenas juga akan menganggarkan program tersebut dalam rentang waktu tertentu.
Aidul menambahkan, yang terpenting dari AC ini adalah, bisa dijadikan dasar untuk menentukan kelulusan calon hakim agung. Kedepan, bukan hanya menentukan kelulusan calon hakim agung, tapi untuk dijadikan penilaian professional. Misalnya, dia AC-nya diintegrasikan ke dalam pelatihan. Kemudian KY memiliki catatan untuk penilaian professional terhadap hakim ke depan.
“Jadi kita punya catatan, kalau hakim ini punya kemampuan dan potensi apa, kompetensi dasarnya seperti apa, bisa kita proyeksikan ke mana kalau ada kekurangan, kita bisa melakukan treatmen dan sebagaimnya,” harapnya.
Termasuk dalam proses seleksi calon hakim agung, Assessmen kepribadian dan kompetensi calon hakim agung menjadi salah satu variabel penting penilaian lanjut tidaknya kandidat ke proses seleksi tahap berikutnya. Tahap ini bertujuan memotret kepribadian, pengetahuan, keterampilan dan sikap CHA ketika dihadapkan pada simulasi lingkup pekerjaan sebagai hakim agung.
Asesmen kepribadian dan kompetensi ini bertujuan menguji integritas peserta. Hal tersebut meliputi komitmen terhadap kebenaran, kepatutan, juga daya tahan mental terhadap pekerjaan. Ini penting untuk dieksplorasi mengingat KY menekankan integritas dan kompetensi dalam menghasilkan CHA yang berkualitas.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan, AC yang terlembagakan di KY bisa saja dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga Negara jika dibutuhkan, seperti untuk seleksi hakim konstitusi dan hakim pajak. Selama ini, untuk rekam jejak dalam seleksi pejabat negara lain, sebagian sudah memanfaatkan hasil rekam jejak yang dilakukan oleh biro investigasi di KY. Secara kelembagaan, AC di KY terintegrasi dengan rekam jejak yang dilakukan oleh biro investigasi KY.
“Pada dasarnya, kita membuat AC untuk menyokong kewenangan KY terkait dengan kompetensi hakim, tetapi tidak menutup kemungkinan kalau antar lembaga Negara kan biasa saling memanfaatkan satu sama lain. Jadi bisa saja kalau untuk hakim konstitusi dan hakim pajak, kan mereka biasanya menggunakan AC umum,” kata Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Aidul Fitriciada Azhari, Kamis (12/3/2020).
Aidul Fitriciada juga menyinggung soal AC MA yang baru saja diresmikan. Menurutnya, kebutuhan AC MA bukan hanya hakim, tapi juga untuk panitera, ketua pengadilan, dan seterusnya. Sementara, kalau AC KY lebih spesifik pada kompetensi hakim agung. Sementara, MA lebih pada manajemen pengadilan dan manajemen kehakiman. Artinya, antara AC KY-MA memiliki kompetensi yang berbeda. AC kompetensi kehakiman lebih kepada kompetensi hakim, sementara kompetensi MA lebih bersifat umum.
Secara kelembagaan, AC KY membutuhkan beberapa tahapan untuk terbentuk. Tahap awal, Komisi Yudisial sudah mempersiapkan tim yang kompeten dibidangnya. Bahkan, pada seleksi calon hakim agung tahun 2019, sudah dimulai dengan penyusunan kamus kompetensi Hakim Agung dengan melibatkan hakim agung dan para ahli serta divalidasi dan simulasi dengan melibatkan hakim agung.
Tahap kedua, adalah pembentukan tim assessornya. Dalam tahapan ini, diakuinya, agak berbeda dengan pembentukan AC di MA. Kalau MA lebih memprioritaskan pembangunan gedung dan fasilitas lainnya dulu. Sementara, fungsinya belakangan. AC KY justru sebaliknya, prioritas fungsinya dulu yang dijalankan, sementara gedung dan fasilitas lainnya sambil dipersiapkan.
“Jadi kita lebih menekankan pada fungsinya lebih dahulu, sudah lengkap baru gedung. Tapi pada intinya semuanya ditangani. Assessornya kebanyakan dari KY sendiri. Semuanya terkait dengan banyak hal, salah satunya rahasia Negara. Rahasia dari para hakim yang disertakan tim assessmen, itu harus kita pegang juga,” terangnya.
Pada seleksi calon hakim agung 2019, kamus kompetensi Hakim Agung sudah diterapkan langsung pada calon hakim agung, termasuk proses evaluasi setiap seleksi. Evaluasi dan perbaikan akan terus dilakukan sesuai perkembangan. Dalam dua tahun terakhir, system yang sudah diaplikasikan mudah-mudahan bisa berjalan sesuai harapan sambil focus pada pembentukan kelembagaan.
Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus pun membenarkan jika dalam dua tahun terakhir proses seleksi calon hakim agung, menyangkut assessment kompetensi selalu ditangani tim assessor dari KY. Menurutnya, tim assessor dari KY lebih mengerti kompetensi hakim dibandingkan AC umum. “Kedepannya, AC internal KY bisa lebih sesuai dengan hasil dan kebutuhan yang diharapkan,”kata Jaja Ahmad Jayus.
Jaja dan Aidul pun menargetkan, system AC KY bisa rampung tahun ini. Sementara untuk kelembagaan resmi belum bisa dipastikan waktunya karena masih ada beberapa variable yang harus dipersiapkan. Salah satunya tim assessor yang harus dipersiapkan dengan melakukan perekrutan baik dari internal maupun eksternal.
Saat ini, kendala utama pembentukan AC adalah keterbatasan SDM, sementara lembaga baru ini membutuhkan sumber daya yang lumayan banyak. Misalnya untuk menyeleksi calon hakim agung sebanyak 150 pendaftar. Secara tidak langsung membutuhkan SDM yang banyak, sementara sumber daya di KY sangat minim.
Tidak hanya itu, sosok yang akan mengisi tim ini juga harus memiliki kompetensi dan latar belakang psikologi, manajemen, atau teknik industry.
Untuk mendapatkan SDM yang sesuai dengan kriteria tersebut, tidak mungkin internal KY bisa memenuhi. Makanya, minimal sebagian SDM harus dipenuhi dari luar. Namun, kendali secara pertanggung jawaban tetap di tangan KY.
“Kalau system sedang kita bangun sekaligus mempersiapkan SDM. Kalau kelembagaan yang dipersiapkan hanya gedung saja. Kalau soal gedung sudah kita bicarakan, kita punya asset. Lokasi tetap di Gedung KY, terintegrasi. Semacam badan baru. Karena banyak menampung banyak orang, termasuk dari institusi. Itu jabatan fungsional,” jelas Aidul.
Terkait pembentukan AC, Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Aidul Fitriciada Azhari dan Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus mengakui sudah berkoordinasi dengan beberapa lembaga terkait seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Komisi III DPR. Bahkan, kata Aidul, dari Direktorat Hukum dan Regulasi Bappenas sudah hadir dan melakukan pembahasan bersama terkait rencana pembentukan AC KY.
Dalam pertemuan itu, Aidul Fitriciada menceritakan, dirinya sudah menjelaskan secara gamblang terkait program AC KY . Bappenas pun merespons dengan baik dan memasukan program tersebut dalam rencana strategis (Renstra) KY lima tahun ke depan, yakni 2020-2025. Artinya, eksekusi program tersebut tidak bisa sekaligus, tapi dibagi dalam beberapa tahun atau bertahap karena menyangkut persoalan anggaran.
Selain menyambut baik, Pihak Bappenas juga sempat mengklarifikasi beberapa hal terkait AC KY yang akan dilembagakan, misalnya: Apa yang akan dilakukan dengan AC? Kenapa harus membentuk AC? Tergetnya apa? Dan beberapa pertanyaan lainnya. Artinya, lanjut dia, Bappenas melihat urgensinya pembentukan AC di KY. Bahkan, Bappenas juga akan menganggarkan program tersebut dalam rentang waktu tertentu.
Aidul menambahkan, yang terpenting dari AC ini adalah, bisa dijadikan dasar untuk menentukan kelulusan calon hakim agung. Kedepan, bukan hanya menentukan kelulusan calon hakim agung, tapi untuk dijadikan penilaian professional. Misalnya, dia AC-nya diintegrasikan ke dalam pelatihan. Kemudian KY memiliki catatan untuk penilaian professional terhadap hakim ke depan.
“Jadi kita punya catatan, kalau hakim ini punya kemampuan dan potensi apa, kompetensi dasarnya seperti apa, bisa kita proyeksikan ke mana kalau ada kekurangan, kita bisa melakukan treatmen dan sebagaimnya,” harapnya.
Termasuk dalam proses seleksi calon hakim agung, Assessmen kepribadian dan kompetensi calon hakim agung menjadi salah satu variabel penting penilaian lanjut tidaknya kandidat ke proses seleksi tahap berikutnya. Tahap ini bertujuan memotret kepribadian, pengetahuan, keterampilan dan sikap CHA ketika dihadapkan pada simulasi lingkup pekerjaan sebagai hakim agung.
Asesmen kepribadian dan kompetensi ini bertujuan menguji integritas peserta. Hal tersebut meliputi komitmen terhadap kebenaran, kepatutan, juga daya tahan mental terhadap pekerjaan. Ini penting untuk dieksplorasi mengingat KY menekankan integritas dan kompetensi dalam menghasilkan CHA yang berkualitas.
(pur)