Bareskrim Polri Diminta Ambil Alih Kasus Pembunuhan Taslim
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bareskrim Polri diminta mengambil alih penyidikan kasus pembunuhan berencana pembunuhan terhadap korban Taslim alias Cikok. Kasus ini diduga melibatkan Ketua Apindo Karimun DU alias Cun Heng.
Pakar Hukum UI, Chudry Sitompul mengatakan, Bareskrim akan lebih objektif jika membuka kembali kasus yang putusan pengadilannya sudah 18 tahun tersebut. "Saya rasa Bareskrim harus mengambil alih kasus tersebut, jika keluarga korban merasa pihak Polres ataupun Polda tidak objektif dalam menangani kasus ini," kata Chudry kepada wartawan, Minggu (6/8/2020).
Dia mengatakan, meski sudah 18 tahun lalu tapi kasus tersebut belum bisa dikatakan kedaluwarsa. Sebab ada upaya projusticia dari keluarga korban, sehingga kasus tersebut aktif kembali dan putusan pengadilan sebagai dasar tindak lanjutnya. "Kasus ini tidak bisa kedaluwarsa, apalagi ada putusan pengadilan atau sudah ada upaya hukum lainnya," ujar Chudry. ( )
Terpisah Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia, Mudzakir mendesak penyidik Polri segera melakukan upaya paksa penangkapan terhadap DU sebab ditetapkan tersangka dalam putusan pengadilan sebagai penyuruh pembunuhan terhadap korban Taslim alias Cikok.
"Kan penetapan tersangka penyuruh pembunuhan ini (Dwi Untung) sudah ada lewat pengadilan negeri dengan nomor 30/Pen.Pid./2003/PN.TPI.TBK tertanggal 10 Maret 2003. Dan itu telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Harusnya penyidik segera melakukan upaya paksa penangkapan atas perintah pengadilan," kata pengajar ilmu hukum pidana ini.
Mudzaki menegaskan, kalau penyidik mengabaikan putusan pengadilan tersebut, maka bisa dikatakan penuntutan tidak sempurna kejahatannya atau masih pincang dalam tindak pidananya."Ini bisa dikatakan tak sempurna (kejahatannya). Apalagi yang dipidana hanya operator, bukan penyuruhnya,” ucap Mudzakir.
Mudzakir menyarankan agar penyidik profesional menangani kasus tersebut, sehingga keadilan bisa diterima keluarga korban. ( )
Sebelumnya Keluarga korban pembunuhan yang terjadi di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau pada 14 April 2002 masih belum menemukan rasa keadilan. Sebab, diduga ada satu orang tersangka sampai saat ini belum juga dilakukan penahanan oleh kepolisian setempat. Padahal, Pengadilan Negeri Karimun sudah menetapkan Dwi Untung sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap Taslim. Akhirnya, keluarga Taslim melaporkan Polres Karimun ke Divisi Propam Mabes Polri pada 4 Agustus 2020 dengan Nomor SPSP2/20165/VIII/2020/Bagyaduan.
Untuk diketahui, kasus ini berawal pelaporan Robiyanto yang mengaku bahwa dirinya adalah anak dari mendiang Taslim alias Cikok yang meninggal dunia setelah dibunuh di Jalan Ahmad Yani, Tanjung Balai Karimun pada 18 tahun silam. Robiyanto melaporkan penyidik Polres Karimun ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait dugaan ketidakprofesionalan.
Laporannya telah diterima oleh Propam Polri dengan nomor SPSP2/20165/VIII/2020/Bagyaduan tertanggal 4 Agustus 2020. Dia menjelaskan bahwa langkah membuat laporan di Propam Polri ini ditempuh karena penyidik Polres Karimun belum menangkap enam dari delapan tersangka pembunuhan ayahnya.
"Polres Karimun baru menangkap dan memproses hukum dua tersangka atas nama Jufri dan Lukmanul Hakim. Sedangkan, tersangka lain yang saat itu ditetapkan DPO yakni Donal Siregar, Bambang, Kahar, Dodi, dan Andi belum ditangkap," kata Robiyanto dalam keterangannya, Jumat (21/8/2020).
Bahkan, lanjutnya, salah satu dari tersangka yang belum ditangkap hingga saat ini adalah sosok yang diduga memerintahkan tersangka lain untuk membunuh ayahnya.
"Satu tersangka, Dwi Untung alias Cun Heng, yang berperan sebagai orang yang menyuruh membunuh orang tua kami masih berkeliaran dan belum diproses hukum Polres Karimun sampai saat ini," katanya.
Robiyanto mengatakan, harusnya penyidik menindaklanjuti putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun bahwas enam orang yang diduga terlibat pembunuhan ayahnya itu telah memenuhi cukup bukti untuk dijadikan tersangka.
"Putusan nomor 30/Pen.Pid./2003/PN.TPI.TBK tertanggal 10 Maret 2003 itu telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Kenapa penyidik kok tidak menindaklanjutinya," kata Robiyanto.
Ia mengaku telah berulang kali menanyakan kelanjutan penanganan kasus pembunuhan ayahnya ke Polres Karimun. Namun, Polres Karimun tidak memberikan jawaban kepadanya hingga saat ini.
Ia berharap Propam Polri mau menindaklanjuti laporannya sehingga keluarganya bisa mendapatkan keadilan atas kasus pembunuhan brutal yang dialami oleh ayahnya. "Keluarga besar menuntut suatu keadilan, karena kita merasa beliau almarhum telah dieksekusi secara brutal, dan yang menjadi pikiran kami, kenapa setelah ada penetapan surat tersangka kenapa tidak dijalankan," tutur Robiyanto.
"Kami mengharapkan keadilan, sudah 18 tahun," katanya.
Pakar Hukum UI, Chudry Sitompul mengatakan, Bareskrim akan lebih objektif jika membuka kembali kasus yang putusan pengadilannya sudah 18 tahun tersebut. "Saya rasa Bareskrim harus mengambil alih kasus tersebut, jika keluarga korban merasa pihak Polres ataupun Polda tidak objektif dalam menangani kasus ini," kata Chudry kepada wartawan, Minggu (6/8/2020).
Dia mengatakan, meski sudah 18 tahun lalu tapi kasus tersebut belum bisa dikatakan kedaluwarsa. Sebab ada upaya projusticia dari keluarga korban, sehingga kasus tersebut aktif kembali dan putusan pengadilan sebagai dasar tindak lanjutnya. "Kasus ini tidak bisa kedaluwarsa, apalagi ada putusan pengadilan atau sudah ada upaya hukum lainnya," ujar Chudry. ( )
Terpisah Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia, Mudzakir mendesak penyidik Polri segera melakukan upaya paksa penangkapan terhadap DU sebab ditetapkan tersangka dalam putusan pengadilan sebagai penyuruh pembunuhan terhadap korban Taslim alias Cikok.
"Kan penetapan tersangka penyuruh pembunuhan ini (Dwi Untung) sudah ada lewat pengadilan negeri dengan nomor 30/Pen.Pid./2003/PN.TPI.TBK tertanggal 10 Maret 2003. Dan itu telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Harusnya penyidik segera melakukan upaya paksa penangkapan atas perintah pengadilan," kata pengajar ilmu hukum pidana ini.
Mudzaki menegaskan, kalau penyidik mengabaikan putusan pengadilan tersebut, maka bisa dikatakan penuntutan tidak sempurna kejahatannya atau masih pincang dalam tindak pidananya."Ini bisa dikatakan tak sempurna (kejahatannya). Apalagi yang dipidana hanya operator, bukan penyuruhnya,” ucap Mudzakir.
Mudzakir menyarankan agar penyidik profesional menangani kasus tersebut, sehingga keadilan bisa diterima keluarga korban. ( )
Sebelumnya Keluarga korban pembunuhan yang terjadi di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau pada 14 April 2002 masih belum menemukan rasa keadilan. Sebab, diduga ada satu orang tersangka sampai saat ini belum juga dilakukan penahanan oleh kepolisian setempat. Padahal, Pengadilan Negeri Karimun sudah menetapkan Dwi Untung sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap Taslim. Akhirnya, keluarga Taslim melaporkan Polres Karimun ke Divisi Propam Mabes Polri pada 4 Agustus 2020 dengan Nomor SPSP2/20165/VIII/2020/Bagyaduan.
Untuk diketahui, kasus ini berawal pelaporan Robiyanto yang mengaku bahwa dirinya adalah anak dari mendiang Taslim alias Cikok yang meninggal dunia setelah dibunuh di Jalan Ahmad Yani, Tanjung Balai Karimun pada 18 tahun silam. Robiyanto melaporkan penyidik Polres Karimun ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait dugaan ketidakprofesionalan.
Laporannya telah diterima oleh Propam Polri dengan nomor SPSP2/20165/VIII/2020/Bagyaduan tertanggal 4 Agustus 2020. Dia menjelaskan bahwa langkah membuat laporan di Propam Polri ini ditempuh karena penyidik Polres Karimun belum menangkap enam dari delapan tersangka pembunuhan ayahnya.
"Polres Karimun baru menangkap dan memproses hukum dua tersangka atas nama Jufri dan Lukmanul Hakim. Sedangkan, tersangka lain yang saat itu ditetapkan DPO yakni Donal Siregar, Bambang, Kahar, Dodi, dan Andi belum ditangkap," kata Robiyanto dalam keterangannya, Jumat (21/8/2020).
Bahkan, lanjutnya, salah satu dari tersangka yang belum ditangkap hingga saat ini adalah sosok yang diduga memerintahkan tersangka lain untuk membunuh ayahnya.
"Satu tersangka, Dwi Untung alias Cun Heng, yang berperan sebagai orang yang menyuruh membunuh orang tua kami masih berkeliaran dan belum diproses hukum Polres Karimun sampai saat ini," katanya.
Robiyanto mengatakan, harusnya penyidik menindaklanjuti putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun bahwas enam orang yang diduga terlibat pembunuhan ayahnya itu telah memenuhi cukup bukti untuk dijadikan tersangka.
"Putusan nomor 30/Pen.Pid./2003/PN.TPI.TBK tertanggal 10 Maret 2003 itu telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Kenapa penyidik kok tidak menindaklanjutinya," kata Robiyanto.
Ia mengaku telah berulang kali menanyakan kelanjutan penanganan kasus pembunuhan ayahnya ke Polres Karimun. Namun, Polres Karimun tidak memberikan jawaban kepadanya hingga saat ini.
Ia berharap Propam Polri mau menindaklanjuti laporannya sehingga keluarganya bisa mendapatkan keadilan atas kasus pembunuhan brutal yang dialami oleh ayahnya. "Keluarga besar menuntut suatu keadilan, karena kita merasa beliau almarhum telah dieksekusi secara brutal, dan yang menjadi pikiran kami, kenapa setelah ada penetapan surat tersangka kenapa tidak dijalankan," tutur Robiyanto.
"Kami mengharapkan keadilan, sudah 18 tahun," katanya.
(abd)