Kurangi Aktivitas Mobilisasi Massa untuk Redam Penyebaran Virus Corona
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah hendaknya mengambil langkah progresif untuk menutup ruang gerak penyebaran virus corona (Covid-19). Di antaranya dengan meminimalkan aktivitas yang mengarah pada mobilisasi massa dan pengetatan pengawasan ruang publik atau sarana publik. Saran ini disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh.
Wakil dan Ketua Komisi IX DPR Melkiades Laka Lena merespons peningkatan pasien positif corona yang mencapai 34 orang. Termasuk ada pasien yang tertular transmisi lokal dan hingga kemarin belum diketahui oleh siapa dan di mana dia tertular virus mematikan tersebut. Namun, mereka menekankan gaya hidup sehat sebagai langkah preventif.
Walaupun belum ada instruksi dari pemerintah, sejauh ini beberapa pihak sudah memutuskan menunda kegiatan yang sudah diagendakan seperti gelaran musik dan olahraga. PBNU bahkan memutuskan untuk menunda sementara pelaksanaan Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2020 yang rencana awalnya digelar pada 18-19 Maret di Ponpes Al Anwar, Rembang, Jawa Tengah.
Satu di antara langkah progresif telah diambil Pemprov DKI Jakarta. Kemarin Pemprov DKI memutuskan menunda pelaksanaan ajang Formula E hingga waktu yang belum ditentukan. Pemprov DKI juga memutuskan meniadakan Car Free Day selama dua minggu.
“Tentu acara-acara itu harus kita lihat juga mana yang penting, mana yang tidak, yang kira-kira berpotensi menyebarkan, mana yang enggak. Dan, saya pikir di beberapa tempat, di beberapa gedung atau event apa pun sudah ada alat pendeteksi suhu badan. Itu bentuk antisipasi juga terhadap penyebaran virus korona ini,” kata Nihayatul, saat dihubungi Koran SINDO.
Kendati demikian, perempuan yang akrab disapa Ninik ini mengedepankan tindakan preventif karena tidak mungkin suatu acara dibatalkan atau meminta masyarakat untuk tidak ke tempat umum. Langkah ini tentu harus diimbangi dengan sosialisasi tentang bagaimana hidup sehat, hidup bersih, dan bagaimana mereka melakukan tindakan preventif saat berada di tempat umum. “Ya, preventiflah, preventif. Apa yang bisa dilakukan. Edukasi di masyarakat harus tetap dilanjut,” ujar politikus PKB ini.
Melkiades Laka Lena mengatakan bahwa pemerintah sudah memiliki protokol kesehatan untuk di tempat umum, bandara, pendidikan, dan sebagainya terkait pencegahan korona. Saat ini tinggal bagaimana protokol itu berjalan sebagaimana mestinya, termasuk saat ada acara besar seperti Formula E, konser, dan gelaran besar lainnya.
Menurut Melki, kegiatan tertentu bisa dibatalkan dengan melihat protokol dan jika eskalasinya tidak bisa dikendalikan. “Tapi, kalau kemarin, kan masih kasus Jakarta dan imported case. Nah, itu lebih mudah. Tetapi, kalau misalnya ada kasus yang tidak diketahui asal-muasalnya dari mana, itu kan pertanda ada penyebaran yang tidak terlacak. Kalau itu masih angka yang kecil sih, belum ada eskalasi kita anggap, masih rendah. Tapi, kalau angka yang tidak terlacak besar, itu pertanda bahwa kita harus lebih ekstrahati-hati,” katanya. (Baca: Pasien Terus Meningkat, Pemerintah Jangan Remehkan Corona)
Terkait imbauan untuk menghindari keramaian, politikus Partai Golkar ini berpendapat bahwa itu tidak diperlukan karena dalam menghadapi korona ini adalah bagaimana masyarakat bisa melindungi diri. Meskipun penyakit ini menular lewat faktor eksternal lewat sentuhan tangan atau percikan (droplets) dari orang yang positif korona, masyarakat harus bisa membentengi diri dengan hidup bersih, sehat, dan tetap berhati-hati saat di tempat umum.
“Tapi, sejauh kita ke mal, tempat yang tidak terlalu ramai, ke hotel, ke kafe, ke kantor, semuanya kita bisa tahu situasi kalau misalnya teman sebelah kita batuk yang gejalanya seperti korona tentu kita harus hati-hati. Tapi, yang penting hidup bersih-sehat, daya tahan tubuhnya bagus, dan dia mencegah masuknya virus tidak usah khawatir,” ungkap Melki.
Pakar clinical epidemiology Nur Hafida Hikmayani juga mengingatkan pentingnya langkah pemerintah membatasi aktivitas mobilisasi massa demi mencegah penyebarluasan korona. Jika tidak, dia mengkhawatirkan besarnya dampak yang akan terjadi jika virus korona melipat ganda penyebaran, baik dalam jumlah korban maupun ekonomi.
“Selain itu, yang perlu digarisbawahi adalah budaya ketimuran kita yang sering bersinggungan dengan adat pertemuan dan pengajian dalam kelompok besar, salaman, makan bersama sangat berisiko dalam penyebaran ini,” ujar doktor medical informatics University College London (UCL) ini.
PBNU memutuskan untuk menunda sementara pelaksanaan Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2020 sebagai bagian upaya untuk membangun kewaspadaan dan membantu pemerintah dalam mencegah meluasnya penularan virus tersebut. “Dengan ini disampaikan bahwa Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2020 yang sedianya diselenggarakan pada 18-19 Maret 2020 ditunda sementara waktu,” demikian bunyi surat pemberitahuan PBNU tersebut yang dirilis kemarin. (Baca: Dampak Corona, Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2020 Ditunda)
Surat tersebut ditandatangani Pejabat Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Katib Aam KH Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum KH Said Aqil Siroj, dan Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini. Surat pemberitahuan tersebut berlaku sampai ada pemberitahuan lebih lanjut dari PBNU. “Langkah ini diambil bukan karena kepanikan atau kecemasan, namun semata-mata untuk kemaslahatan bersama,” ucapnya.
Sementara itu, penundaan penyelenggaraan Formula E di Jakarta hingga waktu belum ditentukan untuk merespons corona tertuang dalam Surat Pemberitahuan dengan Nomor 117/-1.857.73 perihal Penundaan Formula E. Seperti diketahui, Jakarta semula akan menggelar ajang balap Formula E pada 6 Juni 2020.
Surat yang ditujukan kepada Organizing Committee Jakarta E-Prix itu berbunyi: “Mencermati perkembangan Covid-19 di berbagai belahan dunia, khususnya di Jakarta, maka penyelenggaraan Formula E yang semula dijadwalkan pada bulan Juni 2020 agar ditunda pelaksanaannya”. Di bawah surat tersebut ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Deputy Director of Communication and Sustainability Operational Committee (OC) Jakarta E-Prix Hilbram Dunar yang dikonfirmasi soal kebijakan tersebut menyatakan, pihaknya masih berkoordinasi terlebih dahulu sebelum berkomentar lebih jauh perihal surat penundaan tersebut. “Sebentar ya. Kami masih melakukan koordinasi,” kata Hibram dalam pesan singkatnya, Rabu (11/3).
Adapun Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Perseroda) yang juga Chairman OC Jakarta E-Prix Dwi Wahyu Daryoto menyebut penundaan ajang tersebut merupakan inisiatif sekaligus respons terhadap masukan dari para pemangku kepentingan sebagai upaya preventif terhadap perkembangan korona dengan pertimbangan mengutamakan keselamatan masyarakat di Indonesia, khususnya di Ibu Kota.
"Setelah berdiskusi intensif dengan FEO dan pemangku kepentingan terkait, sampai pada kesepakatan bahwa Jakarta E-Prix ditunda pelaksanaannya dari jadwal semestinya 6 Juni 2020," kata Dwi Wahyu dalam siaran tertulisnya kemarin.
Selain menunda Jakarta E-Prix, Pemprov DKI Jakarta juga memutuskan meniadakan kegiatan Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau Car Free Day (CFD) di seluruh Jakarta selama dua minggu ke depan. “Demi menjaga dan melindungi warga Jakarta dan potensi penularan, maka dua minggu ke depan Pemprov DKI Jakarta meniadakan Hari Bebas Kendaraan Bermotor," ucap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Kegiatan CFD biasanya dilakukan di sejumlah titik di wilayah Jakarta contohnya di Jalan Sudirman-Thamrin pada pukul 06.00 WIB-11.00 WIB. “Sesudah dua minggu akan kita pantau lagi. Ini kita lakukan sambil melihat perkembangan penularan corona virus ini," ujarnya.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga mengkhawatirkan sarana publik sebagai media penyebaran corona. Satu di antaranya moda transportasi commuter. Kekhawatiran ini muncul setelah ada temuan pasien positif korona di Depok, Jawa Barat.
Deputi Gubernur Bidang Pengendalian Kependudukan dan Permukiman DKI Jakarta Suharti mengatakan, transportasi massal berpotensi besar terhadap penyebaran virus korona karena menjadi tempat pertemuan orang banyak. Untuk itu, sektor transportasi massal mesti diwaspadai. “Intinya jalur kita amankan, transportasi kita amankan dan semuanya kita lakukan mitigasi karena ada kejadian di Depok," pungkasnya.
Tujuh Kasus Baru, Satu Meninggal
Tren ancaman corona di Tanah Air terus menunjukkan peningkatan. Kemarin pemerintah memastikan penambahan tujuh kasus baru, yang membuat pasien positif corona menjadi 34 orang. Kemarin pula kali pertama pemerintah mengumumkan ada satu pasien corona meninggal.
Penambahan kasus corona disampaikan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto. Semua kasus baru tersebut dipastikan tertular dari luar negeri atau imported case. “Dengan kondisi rata-rata tampak ringan-sedang, kecuali nomor 30 dan 29 tampak sakit sedang. Semuanya adalah imported cases,” ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto di Kantor Presiden kemarin.
Pasien positif corona meliputi pasien nomor 28 yang merupakan laki-laki berusia 37, pasien nomor 29 yang juga laki-laki berusia 51 tahun, laki-laki berusia 84 tahun menjadi pasien nomor 30, dan perempuan berusia 48 tahun. Selanjutnya pasien positif korona nomor 32, 33, dan 34, semuanya merupakan laki-laki dengan usia 45 tahun, 29 tahun, dan 42 tahun. (Baca juga: Pemerintah Akui Ada Kelemahan Komunikasi Publik Terkait Corona)
Adapun pasien positif corona yang meninggal dunia merupakan warga negara asing (WNA) perempuan berusia 53 tahun yang datang ke Indonesia untuk berlibur. Dia menjalani perawatan tidak sampai tiga hari dan datang ke rumah sakit dalam kondisi sakit berat berat. “Di antaranya diabet, hipertensi, kemudian hipertiroid, dan penyakit paru obstruksi menaun yang sudah cukup lama diderita,” katanya.
Menurut dia, pasien meninggal karena corona selalu disertai dengan komplikasi. Pasalnya, virus corona bisa memperparah penyakit bawaan pasien dan memperburuk daya tubuh manusia. “Betul bahwa corona virus ini akan memperburuk daya tahan tubuh dia dan ini menyebabkan peluang penyakit-penyakit dasar yang sudah dia miliki menjadi semakin parah,” ungkapnya. (Dita Angga/Abdul Rochim/Bima Setiadi/Kiswondari)
Wakil dan Ketua Komisi IX DPR Melkiades Laka Lena merespons peningkatan pasien positif corona yang mencapai 34 orang. Termasuk ada pasien yang tertular transmisi lokal dan hingga kemarin belum diketahui oleh siapa dan di mana dia tertular virus mematikan tersebut. Namun, mereka menekankan gaya hidup sehat sebagai langkah preventif.
Walaupun belum ada instruksi dari pemerintah, sejauh ini beberapa pihak sudah memutuskan menunda kegiatan yang sudah diagendakan seperti gelaran musik dan olahraga. PBNU bahkan memutuskan untuk menunda sementara pelaksanaan Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2020 yang rencana awalnya digelar pada 18-19 Maret di Ponpes Al Anwar, Rembang, Jawa Tengah.
Satu di antara langkah progresif telah diambil Pemprov DKI Jakarta. Kemarin Pemprov DKI memutuskan menunda pelaksanaan ajang Formula E hingga waktu yang belum ditentukan. Pemprov DKI juga memutuskan meniadakan Car Free Day selama dua minggu.
“Tentu acara-acara itu harus kita lihat juga mana yang penting, mana yang tidak, yang kira-kira berpotensi menyebarkan, mana yang enggak. Dan, saya pikir di beberapa tempat, di beberapa gedung atau event apa pun sudah ada alat pendeteksi suhu badan. Itu bentuk antisipasi juga terhadap penyebaran virus korona ini,” kata Nihayatul, saat dihubungi Koran SINDO.
Kendati demikian, perempuan yang akrab disapa Ninik ini mengedepankan tindakan preventif karena tidak mungkin suatu acara dibatalkan atau meminta masyarakat untuk tidak ke tempat umum. Langkah ini tentu harus diimbangi dengan sosialisasi tentang bagaimana hidup sehat, hidup bersih, dan bagaimana mereka melakukan tindakan preventif saat berada di tempat umum. “Ya, preventiflah, preventif. Apa yang bisa dilakukan. Edukasi di masyarakat harus tetap dilanjut,” ujar politikus PKB ini.
Melkiades Laka Lena mengatakan bahwa pemerintah sudah memiliki protokol kesehatan untuk di tempat umum, bandara, pendidikan, dan sebagainya terkait pencegahan korona. Saat ini tinggal bagaimana protokol itu berjalan sebagaimana mestinya, termasuk saat ada acara besar seperti Formula E, konser, dan gelaran besar lainnya.
Menurut Melki, kegiatan tertentu bisa dibatalkan dengan melihat protokol dan jika eskalasinya tidak bisa dikendalikan. “Tapi, kalau kemarin, kan masih kasus Jakarta dan imported case. Nah, itu lebih mudah. Tetapi, kalau misalnya ada kasus yang tidak diketahui asal-muasalnya dari mana, itu kan pertanda ada penyebaran yang tidak terlacak. Kalau itu masih angka yang kecil sih, belum ada eskalasi kita anggap, masih rendah. Tapi, kalau angka yang tidak terlacak besar, itu pertanda bahwa kita harus lebih ekstrahati-hati,” katanya. (Baca: Pasien Terus Meningkat, Pemerintah Jangan Remehkan Corona)
Terkait imbauan untuk menghindari keramaian, politikus Partai Golkar ini berpendapat bahwa itu tidak diperlukan karena dalam menghadapi korona ini adalah bagaimana masyarakat bisa melindungi diri. Meskipun penyakit ini menular lewat faktor eksternal lewat sentuhan tangan atau percikan (droplets) dari orang yang positif korona, masyarakat harus bisa membentengi diri dengan hidup bersih, sehat, dan tetap berhati-hati saat di tempat umum.
“Tapi, sejauh kita ke mal, tempat yang tidak terlalu ramai, ke hotel, ke kafe, ke kantor, semuanya kita bisa tahu situasi kalau misalnya teman sebelah kita batuk yang gejalanya seperti korona tentu kita harus hati-hati. Tapi, yang penting hidup bersih-sehat, daya tahan tubuhnya bagus, dan dia mencegah masuknya virus tidak usah khawatir,” ungkap Melki.
Pakar clinical epidemiology Nur Hafida Hikmayani juga mengingatkan pentingnya langkah pemerintah membatasi aktivitas mobilisasi massa demi mencegah penyebarluasan korona. Jika tidak, dia mengkhawatirkan besarnya dampak yang akan terjadi jika virus korona melipat ganda penyebaran, baik dalam jumlah korban maupun ekonomi.
“Selain itu, yang perlu digarisbawahi adalah budaya ketimuran kita yang sering bersinggungan dengan adat pertemuan dan pengajian dalam kelompok besar, salaman, makan bersama sangat berisiko dalam penyebaran ini,” ujar doktor medical informatics University College London (UCL) ini.
PBNU memutuskan untuk menunda sementara pelaksanaan Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2020 sebagai bagian upaya untuk membangun kewaspadaan dan membantu pemerintah dalam mencegah meluasnya penularan virus tersebut. “Dengan ini disampaikan bahwa Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2020 yang sedianya diselenggarakan pada 18-19 Maret 2020 ditunda sementara waktu,” demikian bunyi surat pemberitahuan PBNU tersebut yang dirilis kemarin. (Baca: Dampak Corona, Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2020 Ditunda)
Surat tersebut ditandatangani Pejabat Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Katib Aam KH Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum KH Said Aqil Siroj, dan Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini. Surat pemberitahuan tersebut berlaku sampai ada pemberitahuan lebih lanjut dari PBNU. “Langkah ini diambil bukan karena kepanikan atau kecemasan, namun semata-mata untuk kemaslahatan bersama,” ucapnya.
Sementara itu, penundaan penyelenggaraan Formula E di Jakarta hingga waktu belum ditentukan untuk merespons corona tertuang dalam Surat Pemberitahuan dengan Nomor 117/-1.857.73 perihal Penundaan Formula E. Seperti diketahui, Jakarta semula akan menggelar ajang balap Formula E pada 6 Juni 2020.
Surat yang ditujukan kepada Organizing Committee Jakarta E-Prix itu berbunyi: “Mencermati perkembangan Covid-19 di berbagai belahan dunia, khususnya di Jakarta, maka penyelenggaraan Formula E yang semula dijadwalkan pada bulan Juni 2020 agar ditunda pelaksanaannya”. Di bawah surat tersebut ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Deputy Director of Communication and Sustainability Operational Committee (OC) Jakarta E-Prix Hilbram Dunar yang dikonfirmasi soal kebijakan tersebut menyatakan, pihaknya masih berkoordinasi terlebih dahulu sebelum berkomentar lebih jauh perihal surat penundaan tersebut. “Sebentar ya. Kami masih melakukan koordinasi,” kata Hibram dalam pesan singkatnya, Rabu (11/3).
Adapun Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Perseroda) yang juga Chairman OC Jakarta E-Prix Dwi Wahyu Daryoto menyebut penundaan ajang tersebut merupakan inisiatif sekaligus respons terhadap masukan dari para pemangku kepentingan sebagai upaya preventif terhadap perkembangan korona dengan pertimbangan mengutamakan keselamatan masyarakat di Indonesia, khususnya di Ibu Kota.
"Setelah berdiskusi intensif dengan FEO dan pemangku kepentingan terkait, sampai pada kesepakatan bahwa Jakarta E-Prix ditunda pelaksanaannya dari jadwal semestinya 6 Juni 2020," kata Dwi Wahyu dalam siaran tertulisnya kemarin.
Selain menunda Jakarta E-Prix, Pemprov DKI Jakarta juga memutuskan meniadakan kegiatan Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau Car Free Day (CFD) di seluruh Jakarta selama dua minggu ke depan. “Demi menjaga dan melindungi warga Jakarta dan potensi penularan, maka dua minggu ke depan Pemprov DKI Jakarta meniadakan Hari Bebas Kendaraan Bermotor," ucap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Kegiatan CFD biasanya dilakukan di sejumlah titik di wilayah Jakarta contohnya di Jalan Sudirman-Thamrin pada pukul 06.00 WIB-11.00 WIB. “Sesudah dua minggu akan kita pantau lagi. Ini kita lakukan sambil melihat perkembangan penularan corona virus ini," ujarnya.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga mengkhawatirkan sarana publik sebagai media penyebaran corona. Satu di antaranya moda transportasi commuter. Kekhawatiran ini muncul setelah ada temuan pasien positif korona di Depok, Jawa Barat.
Deputi Gubernur Bidang Pengendalian Kependudukan dan Permukiman DKI Jakarta Suharti mengatakan, transportasi massal berpotensi besar terhadap penyebaran virus korona karena menjadi tempat pertemuan orang banyak. Untuk itu, sektor transportasi massal mesti diwaspadai. “Intinya jalur kita amankan, transportasi kita amankan dan semuanya kita lakukan mitigasi karena ada kejadian di Depok," pungkasnya.
Tujuh Kasus Baru, Satu Meninggal
Tren ancaman corona di Tanah Air terus menunjukkan peningkatan. Kemarin pemerintah memastikan penambahan tujuh kasus baru, yang membuat pasien positif corona menjadi 34 orang. Kemarin pula kali pertama pemerintah mengumumkan ada satu pasien corona meninggal.
Penambahan kasus corona disampaikan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto. Semua kasus baru tersebut dipastikan tertular dari luar negeri atau imported case. “Dengan kondisi rata-rata tampak ringan-sedang, kecuali nomor 30 dan 29 tampak sakit sedang. Semuanya adalah imported cases,” ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto di Kantor Presiden kemarin.
Pasien positif corona meliputi pasien nomor 28 yang merupakan laki-laki berusia 37, pasien nomor 29 yang juga laki-laki berusia 51 tahun, laki-laki berusia 84 tahun menjadi pasien nomor 30, dan perempuan berusia 48 tahun. Selanjutnya pasien positif korona nomor 32, 33, dan 34, semuanya merupakan laki-laki dengan usia 45 tahun, 29 tahun, dan 42 tahun. (Baca juga: Pemerintah Akui Ada Kelemahan Komunikasi Publik Terkait Corona)
Adapun pasien positif corona yang meninggal dunia merupakan warga negara asing (WNA) perempuan berusia 53 tahun yang datang ke Indonesia untuk berlibur. Dia menjalani perawatan tidak sampai tiga hari dan datang ke rumah sakit dalam kondisi sakit berat berat. “Di antaranya diabet, hipertensi, kemudian hipertiroid, dan penyakit paru obstruksi menaun yang sudah cukup lama diderita,” katanya.
Menurut dia, pasien meninggal karena corona selalu disertai dengan komplikasi. Pasalnya, virus corona bisa memperparah penyakit bawaan pasien dan memperburuk daya tubuh manusia. “Betul bahwa corona virus ini akan memperburuk daya tahan tubuh dia dan ini menyebabkan peluang penyakit-penyakit dasar yang sudah dia miliki menjadi semakin parah,” ungkapnya. (Dita Angga/Abdul Rochim/Bima Setiadi/Kiswondari)
(ysw)