Pasien Terus Meningkat, Pemerintah Jangan Remehkan Corona
A
A
A
JAKARTA - Pengurus Cabang Istimewa United Kingdom (PCINU UK) berharap pemerintah Indonesia, tidak menganggap remeh penyebaran virus Covid-19 (Corona).
Sebagaimana diketahui, persebaran virus tersebut cenderung naik dan meluas di berbagai negara. Kasus tertinggi di luar China terjadi di Italia dan Iran, dengan jumlah warga yang diisolasi dan karantina mencapai jutaan warga.
(Baca juga: Update Corona di Indonesia: Satu Meninggal, Dua Orang Sembuh)
Bahkan Pemerintah Italia mengkarantina lebih dari 16 juta warganya, sedangkan di Iran pemerintahnya telah memutus perjalanan luar negeri untuk menghindari persebaran Covid-19.
Pengurus PCI Muslimat United Kingdom dan pakar clinical epidemiology, Nur Hafida menilai, Pertama, Pemerintah Indonesia harus serius menangani kasus Covid-19.
"Keterlambatan dalam mencegah merebaknya wabah di suatu daerah itu dampaknya sangat besar, karena kalau wabah sudah memasuki suatu wilayah dan menyebar, kerugiannya akan sangat berlipat ganda baik dalam hal jumlah korban, waktu dan kerugian lain yg terkait dalam hal ini adalah ekonomi," kata Nur Hafida, Rabu (11/3/2020).
Lulusan master dari Clinical Epidemiology University of Newcastle Australia dan Doktor Medical Informatics University College London (UCL) ini menambahkan, yang perlu digarisbawahi adalah budaya ketimuran yang sering bersinggungan dengan adat pertemuan dan pengajian dalam kelompok besar, salaman, makan bersama.
"Sangat berisiko dalam penyebaran wabah ini jika tidak segera diantisipasi dengan himbauan-himbauan untuk hidup sehat, menghindari kerumunan terutama apabila ada yg terindikasi dengan gejala-gejala yang ada," jelasnya.
Rais Syuriah PCINU United Kingdom dan pakar artificial intelligence, Didiek S Wiyono mengungkapkan, Pemerintah Indonesia juga harus belajar dari kasus-kasus dari berbagai negara, di antaranya Italia dan Iran.
"Melihat persebaran data pasien yang terkena Covid-19, terlihat stagnan dan cenderung turun di China, negeri asal persebaran virus ini. Tapi, tren cenderung naik dan meluas di beberapa negara lain," kata Didiek.
Kasus terburuk kata dia, terjadi di Italia dan Iran. Negara-negara Eropa juga mengalami peningkatan kasus, dengan data pasien yang terinfeksi Covid-19 yang cenderung naik.
"Pemerintah Inggris sejak awal, sekitar Januari 2020 sudah menyampaikan warning kepada warganya, serta menyiapkan unit kesehatan (NHS) dan memperketat proses screening dari bandara-bandara," ujarnya.
Selain itu, bahaya Superspreader, Ormas-ormas Indonesia mohon tidak/menunda menyelenggarakan acara dengan jumlah peserta massal. "Kasus terbesar di beberapa negara, semisal Korea Selatan, Italia dan Malaysia di antaranya disebakan superspreader," paparnya.
Singkatnya menurut Didiek, superspreader yakni penyebar virus dalam jumlah berlipat. Dalam kasus Covid-19, banyak di antara superspreader yang tidak sadar dengan bahaya ini, dan bahkan tidak merasa sakit.
Akibatnya, di Korea Selatan, Italia dan Malaysia terjadi lonjakan kasus dari superspreader. Data-data dari teman-teman kawal covid19, sangat membantu menjelaskan ke publik dari sisi akurasi dan ahli.
"Untuk itu, ormas-ormas di Indonesia harus menunda atau membatalkan event yang jumlah massanya besar, dengan mempertimbangkan tren naik dari persebaran corona virus. Kami berharap, ormas-ormas di Indonesia mempertimbangkan aspek maslahat dengan menunda acara-acara pentingnya," tegasnya.
Di sisi lain, pentingnya communication leadership di tengah krisis atau bencana. "PM Italia terpaksa mengambil langkah drastis dengan menutup pintu untuk masuk dan keluar (lockdown) di Lombardy dan 14 provinsi lainnya untuk menahan penyebaran coronavirus yang semakin tinggi di Italia," kata Didiek
"Implikasinya lebih 10 juta orang yang dicoba ditahan pergerakannya termasuk tak boleh ada mass gathering, termasuk wedding ceremony dan sebagainya. Efek domino Italia ini sungguh terasa di Eropa, jumlah positif di UK melompat naik. Sebagian besar karena baru datang dari Italia atau berhubungan dengan yang baru datang dari Italia. Coba bandingkan dengan situasi di Singapura yg sudah mulai berhasil dikendalikan," sambungnya.
Sebagaimana diketahui, persebaran virus tersebut cenderung naik dan meluas di berbagai negara. Kasus tertinggi di luar China terjadi di Italia dan Iran, dengan jumlah warga yang diisolasi dan karantina mencapai jutaan warga.
(Baca juga: Update Corona di Indonesia: Satu Meninggal, Dua Orang Sembuh)
Bahkan Pemerintah Italia mengkarantina lebih dari 16 juta warganya, sedangkan di Iran pemerintahnya telah memutus perjalanan luar negeri untuk menghindari persebaran Covid-19.
Pengurus PCI Muslimat United Kingdom dan pakar clinical epidemiology, Nur Hafida menilai, Pertama, Pemerintah Indonesia harus serius menangani kasus Covid-19.
"Keterlambatan dalam mencegah merebaknya wabah di suatu daerah itu dampaknya sangat besar, karena kalau wabah sudah memasuki suatu wilayah dan menyebar, kerugiannya akan sangat berlipat ganda baik dalam hal jumlah korban, waktu dan kerugian lain yg terkait dalam hal ini adalah ekonomi," kata Nur Hafida, Rabu (11/3/2020).
Lulusan master dari Clinical Epidemiology University of Newcastle Australia dan Doktor Medical Informatics University College London (UCL) ini menambahkan, yang perlu digarisbawahi adalah budaya ketimuran yang sering bersinggungan dengan adat pertemuan dan pengajian dalam kelompok besar, salaman, makan bersama.
"Sangat berisiko dalam penyebaran wabah ini jika tidak segera diantisipasi dengan himbauan-himbauan untuk hidup sehat, menghindari kerumunan terutama apabila ada yg terindikasi dengan gejala-gejala yang ada," jelasnya.
Rais Syuriah PCINU United Kingdom dan pakar artificial intelligence, Didiek S Wiyono mengungkapkan, Pemerintah Indonesia juga harus belajar dari kasus-kasus dari berbagai negara, di antaranya Italia dan Iran.
"Melihat persebaran data pasien yang terkena Covid-19, terlihat stagnan dan cenderung turun di China, negeri asal persebaran virus ini. Tapi, tren cenderung naik dan meluas di beberapa negara lain," kata Didiek.
Kasus terburuk kata dia, terjadi di Italia dan Iran. Negara-negara Eropa juga mengalami peningkatan kasus, dengan data pasien yang terinfeksi Covid-19 yang cenderung naik.
"Pemerintah Inggris sejak awal, sekitar Januari 2020 sudah menyampaikan warning kepada warganya, serta menyiapkan unit kesehatan (NHS) dan memperketat proses screening dari bandara-bandara," ujarnya.
Selain itu, bahaya Superspreader, Ormas-ormas Indonesia mohon tidak/menunda menyelenggarakan acara dengan jumlah peserta massal. "Kasus terbesar di beberapa negara, semisal Korea Selatan, Italia dan Malaysia di antaranya disebakan superspreader," paparnya.
Singkatnya menurut Didiek, superspreader yakni penyebar virus dalam jumlah berlipat. Dalam kasus Covid-19, banyak di antara superspreader yang tidak sadar dengan bahaya ini, dan bahkan tidak merasa sakit.
Akibatnya, di Korea Selatan, Italia dan Malaysia terjadi lonjakan kasus dari superspreader. Data-data dari teman-teman kawal covid19, sangat membantu menjelaskan ke publik dari sisi akurasi dan ahli.
"Untuk itu, ormas-ormas di Indonesia harus menunda atau membatalkan event yang jumlah massanya besar, dengan mempertimbangkan tren naik dari persebaran corona virus. Kami berharap, ormas-ormas di Indonesia mempertimbangkan aspek maslahat dengan menunda acara-acara pentingnya," tegasnya.
Di sisi lain, pentingnya communication leadership di tengah krisis atau bencana. "PM Italia terpaksa mengambil langkah drastis dengan menutup pintu untuk masuk dan keluar (lockdown) di Lombardy dan 14 provinsi lainnya untuk menahan penyebaran coronavirus yang semakin tinggi di Italia," kata Didiek
"Implikasinya lebih 10 juta orang yang dicoba ditahan pergerakannya termasuk tak boleh ada mass gathering, termasuk wedding ceremony dan sebagainya. Efek domino Italia ini sungguh terasa di Eropa, jumlah positif di UK melompat naik. Sebagian besar karena baru datang dari Italia atau berhubungan dengan yang baru datang dari Italia. Coba bandingkan dengan situasi di Singapura yg sudah mulai berhasil dikendalikan," sambungnya.
(maf)