MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, DPR: Negara Dengarkan Suara Rakyat

Senin, 09 Maret 2020 - 17:06 WIB
MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, DPR: Negara Dengarkan Suara Rakyat
MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, DPR: Negara Dengarkan Suara Rakyat
A A A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan uji materi atau judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.

Anggota Komisi IX DPR Anwar Hafid menyambut baik putusan MA tersebut. Menurut dia, putusan tersebut menunjukkan bahwa negara masih hadir di tengah masyarakat.

"Saya kira apa yang diputuskan oleh MA, pertama, pertanda negara hadir di tengah masyarakat. Negara masih peduli kepada rakyat kecil," ujar politikus Partai Demokrat ini, Senin (9/3/2020). (Baca Juga: Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan Mahkamah Agung)

Pembatalan kenaikan itu, kata Anwar Hafid, menunjukkan negara masih mendengar suara hati nurani rakyat yang disuarakan oleh DPR RI, khususnya Komisi IX yang selama ini kompak meneriakkan penolakan iuran BPJS.

"Ini baru negara benar-benar hadir untuk rakyat," serunya.

Menurut dia, pelayanan kesehatan adalah hak seluruh rakyat Indonesia sehingga negara wajib menjamin bahwa tidak ada satupun warga negara Indonesia, terlebih orang miskin yang tidak dijamin pengobatannya oleh negara maupun oleh daerah.

"Hakikatnya BPJS lahir untuk rakyat yang susah hidupnya. Biarlah negara yang susah, asal jangan rakyat yang susah," paparnya.

Di sisi lain, Anwar Hafid meminta tata kelola keuangan BPJS Kesehatan dengan rumah sakit atau puskesmas diperbaiki.

“Saya minta supaya ini diaudit. Kita tidak tahu ini, misalnya permintaan klaim-klaim rumah sakit ini apa benar sudah sesuai atau tidak,” ujarnya.

Menurut dia, selama ini persoalan klaim tersebut yang mengetahui hanya pihak rumah sakit dengan petugas BPJS. Dia mencontohkan dulu ketika dirinya menjadi Bupati Morowali, Sulawesi Selatan, untuk mengetahui klaim Jamkesda, dirinya mempekerjakan dokter sebagai tim auditor sehingga benar-benar mengetahui laporan yang diberikan pihak rumah sakit memang sudah sesuai atau belum.

“Harusnya itu kalau betul kita mau membenahi BPJS, itu (persoalannya) di klaim (tagihan-red). Itu harus benar-benar kita jaga karena kemungkinan besar sumber kebocoran ada di situ karena tidak semua verifikator BPJS itu tahu maka itu harus disoroti,” katanya.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan iuran BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020 lalu. Hal ini dipicu adanya defisit anggaran yang diperkirakan mencapai Rp32,8 triliun. Kenaikan iuran tersebut dilakukan dengan dalih untuk menutup defisit anggaran.

Selanjutnya, Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) keberatan dengan kenaikan iuran itu. Mereka kemudian menggugat ke MA dan meminta kenaikan itu dibatalkan. Gayung bersambut. MA mengabulkan permohonan itu.

Dengan dibatalkannya pasal di atas, iuran BPJS kembali seperti semula yakni untuk kelas 3 sebesar Rp25.500, kelas 2 sebesar Rp51 ribu, dan kelas 1 Rp80 ribu.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9182 seconds (0.1#10.140)