Syahganda Nainggolan Anggap Teror Kepala Babi Perbuatan Biadab dan Haram
loading...

Pengamat Politik sekaligus Direktur Lembaga Kajian Sabang Merauke Circle Syahganda Nainggolan menilai teror kepala babi kepada jurnalis Tempo merupakan perbuatan biadab dan haram. Foto/Istimewa
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Politik sekaligus Direktur Lembaga Kajian Sabang Merauke Circle Syahganda Nainggolan menilai teror kepala babi kepada jurnalis Tempo merupakan perbuatan biadab dan haram. Menurut dia, aksi teror tersebut sangat patut disesali.
"Teror seperti itu melanggar Undang-Undang Kebebasan Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan telah mencederai hak-hak wartawan dalam menjalankan fungsinya, juga perbuatan biadab, serta mencederai perasaan umat Islam, karena simbol babi merupakan simbol haram, apalagi dilakukan di bulan suci Ramadan," tegas Syahganda dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (22/3/2025).
Syahganda mendesak kepolisian segera membongkar kasus teror tersebut dan menangkap pelaku. Hal itu dinilai penting untuk memulihkan kepercayaan publik pada pemerintah bahwa tidak ada tindakan di luar hukum dapat berlangsung seenaknya di Indonesia.
Dia menjelaskan, pihak-pihak yang tidak menyukai wartawan atau produk media tertentu dapat mengadukan ke Dewan Pers maupun membuat sanggahan. Ia mengingatkan berbagai fasilitas penyebaran informasi saat ini sangat tersedia dan gampang untuk meluruskan sebuah berita yang dianggap menyimpang.
Syahganda juga meminta para wartawan agar memperkuat organisasi mereka untuk menghadapi teror dan tantangan ke depan. Namun, diakui Syahganda bahwa perpecahan di organisasi wartawan beberapa tahun belakangan ini dapat memperlemah posisi politik wartawan di Indonesia.
"Wartawan harus kuat organisasinya. Jika kuat mereka bisa menghadapi teror dan berbagai tekanan. Organisasi ini harus menjadi pelindung wartawan bukan malah terpecah belah," pungkasnya.
Sebelumnya, Dewan Pers mengutuk keras pengiriman kepala babi kepada Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik Tempo. Aksi tersebut dinilai bentuk kekerasan dan premanisme.
"Teror seperti itu melanggar Undang-Undang Kebebasan Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan telah mencederai hak-hak wartawan dalam menjalankan fungsinya, juga perbuatan biadab, serta mencederai perasaan umat Islam, karena simbol babi merupakan simbol haram, apalagi dilakukan di bulan suci Ramadan," tegas Syahganda dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (22/3/2025).
Syahganda mendesak kepolisian segera membongkar kasus teror tersebut dan menangkap pelaku. Hal itu dinilai penting untuk memulihkan kepercayaan publik pada pemerintah bahwa tidak ada tindakan di luar hukum dapat berlangsung seenaknya di Indonesia.
Dia menjelaskan, pihak-pihak yang tidak menyukai wartawan atau produk media tertentu dapat mengadukan ke Dewan Pers maupun membuat sanggahan. Ia mengingatkan berbagai fasilitas penyebaran informasi saat ini sangat tersedia dan gampang untuk meluruskan sebuah berita yang dianggap menyimpang.
Syahganda juga meminta para wartawan agar memperkuat organisasi mereka untuk menghadapi teror dan tantangan ke depan. Namun, diakui Syahganda bahwa perpecahan di organisasi wartawan beberapa tahun belakangan ini dapat memperlemah posisi politik wartawan di Indonesia.
"Wartawan harus kuat organisasinya. Jika kuat mereka bisa menghadapi teror dan berbagai tekanan. Organisasi ini harus menjadi pelindung wartawan bukan malah terpecah belah," pungkasnya.
Sebelumnya, Dewan Pers mengutuk keras pengiriman kepala babi kepada Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik Tempo. Aksi tersebut dinilai bentuk kekerasan dan premanisme.
Lihat Juga :