Revolusi Gizi: Momentum Menuju Indonesia Emas 2045
loading...
A
A
A
Balita atau anak usia dibawah lima tahun masih membutuhkan pengasuhan. Status gizinya sangat tergantung pada pola asuh ibu/keluarga. Disamping asupan makanan, upaya pemberian imunisasi dasar yang lengkap juga merupakan variable penting perlindungan anak terhadap penyakit menular.
Remaja sudah bisa memilih makanan sendiri. Kebiasaan makan sejak Balita sangat mempengaruhi pola maka remaja. Bila anak biasa makan makanan sehat dan teratur maka potensi status gizi baik anak dapat terjaga. Sebaliknya, anak akan memilih jajanan kesukaannya tanpa perduli dengan kandungan gizinya karena mereka tidak tahu; yang penting enak dan terjangkau, notabene belum tentu sehat dan dapat memenuhi kebutuhan gizinya.
Makanan Bergizi Gratis
Tujuan pemberian MBG tidak semata-mata untuk pemenuhan kebutuhan gizi anak, tetapi juga sebagai upaya edukasi gizi. Makanan diberikan sebagai menu lokal dari pangan segar yang berdampak positif, anak mendapat asupan gizi yang cukup, tidak menahan lapar ketika belajar, atau tidak perlu jajan di sekolah, yang kebanyakan berupa makanan kemasan dan tidak sehat.
Pemberian makanan pada ibu hamil dan Balita pada dasarnya sudah berjalan dalam program pemberian makanan tambahan (PMT) sebagai bagian dari intervensi gizi spesifik. Terkait MBG, bentuk intervensinya hanya membutuhkan penyesuaian saja. Asupan gizi seimbang dan bervariasi dalam MBG menjadi momentum yang tepat, dan berkontribusi dalam perputaran ekonomi masyarakat petani/peternak/nelayan. Keterlibatan industri dalam kemitraan dengan koperasi dan Badan Usaha Desa termasuk UMKM dapat menjadi daya ungkit dalam mewujudkan ekosistem pangan, air bersih, sanitasi, pendidikan, kesehatan yang bermuara pada bangsa yang sehat dan Tangguh.
Harapan dari pemberian MBG dapat memutus mata rantai gagal tumbuh atau stunting yang berdampak sepanjang siklus kehidupan sehingga target Pembangunan berkelanjutan SDGs 2030 dapat tercapai dan Indonesia Emas 2045 dapat terwujud.
Integrasi Kebijakan dalam Menyongsong Indonesia Emas
MBG merupakan peluang paling update dalam upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Upaya ini cukup strategis, namun masih membutuhkan penataan yang tepat agar program dapat terlaksana baik dan berkesinambungan, serta terhindar dari risiko pemenuhan pangan local (misal, akibat perubahan iklim) atau keracunan akibat proses pengolahan yang tidak saniter.
Perpres 147/2024 tentang koordinasi bidang pangan diharapkan dapat meng-orkestrasi ketersediaan pangan termasuk sumber protein, buah dan sayur untuk kebutuhan program. Subsidi dan bantuan pangan dapat terakomodasi dengan baik khususnya untuk kelompok rentan (anak, ibu hamil dan lansia), dan terutama akses untuk masyarakat yang kurang mampu. Infrastruktur bidang pangan harus dibangun dengan efisien, khususnya untuk wilayah terpencil dan wilayah sulit.
Prepres 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi diprioritaskan pada 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK). Program 1000 HPK mencakup intervensi spesifik (langsung) dan sensitive (tidak langsung). Implementasi program melibatkan pemerintah pusat dan daerah termasuk akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, LSM, media masa, dan mitra pembangunan internasional.
Perpres 72/2021 tentang percepatan penurunan stunting terbit sebagai pelengkap dari Perpres sebelumnya dalam upaya penguatan kerangka kelembagaan, dan kerangka intervensi dengan pendekatan keluarga berisiko stunting. Penguatan ini tersusun dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN-PASTI) 2021-2024, yang keberhasilannya tampak dari turunnya prevalensi stunting turun menjadi 21,1% pada tahun 2023 dari angka 30,8% (Riskesdas 2018).
Perpres 29/2019 tentang penanggulangan masalah gizi pada anak akibat penyakit secara eksplisit menegaskan pentingnya upaya penanggulangan masalah gizi sejak usia dini.
Gizi adalah fondasi Kesehatan; bila status gizi bermasalah maka semua akan bermuara pada risiko sakit, baik penyakit menular akibat kurang gizi, maupun PTM karena kelebihan gizi. Kondisi ini perlu diantisipasi sejak dini melalui surveillance maupun pencegahan dan penanganan kasus.
Terbitnya empat Peraturan Presiden diatas dapat menjadi dokumen legal yang cukup kuat dalam menyongsong tercapainya target Generasi Emas 2045. Revolusi gizi menjadi sangat relevan dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Remaja sudah bisa memilih makanan sendiri. Kebiasaan makan sejak Balita sangat mempengaruhi pola maka remaja. Bila anak biasa makan makanan sehat dan teratur maka potensi status gizi baik anak dapat terjaga. Sebaliknya, anak akan memilih jajanan kesukaannya tanpa perduli dengan kandungan gizinya karena mereka tidak tahu; yang penting enak dan terjangkau, notabene belum tentu sehat dan dapat memenuhi kebutuhan gizinya.
Makanan Bergizi Gratis
Tujuan pemberian MBG tidak semata-mata untuk pemenuhan kebutuhan gizi anak, tetapi juga sebagai upaya edukasi gizi. Makanan diberikan sebagai menu lokal dari pangan segar yang berdampak positif, anak mendapat asupan gizi yang cukup, tidak menahan lapar ketika belajar, atau tidak perlu jajan di sekolah, yang kebanyakan berupa makanan kemasan dan tidak sehat.
Pemberian makanan pada ibu hamil dan Balita pada dasarnya sudah berjalan dalam program pemberian makanan tambahan (PMT) sebagai bagian dari intervensi gizi spesifik. Terkait MBG, bentuk intervensinya hanya membutuhkan penyesuaian saja. Asupan gizi seimbang dan bervariasi dalam MBG menjadi momentum yang tepat, dan berkontribusi dalam perputaran ekonomi masyarakat petani/peternak/nelayan. Keterlibatan industri dalam kemitraan dengan koperasi dan Badan Usaha Desa termasuk UMKM dapat menjadi daya ungkit dalam mewujudkan ekosistem pangan, air bersih, sanitasi, pendidikan, kesehatan yang bermuara pada bangsa yang sehat dan Tangguh.
Harapan dari pemberian MBG dapat memutus mata rantai gagal tumbuh atau stunting yang berdampak sepanjang siklus kehidupan sehingga target Pembangunan berkelanjutan SDGs 2030 dapat tercapai dan Indonesia Emas 2045 dapat terwujud.
Integrasi Kebijakan dalam Menyongsong Indonesia Emas
MBG merupakan peluang paling update dalam upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Upaya ini cukup strategis, namun masih membutuhkan penataan yang tepat agar program dapat terlaksana baik dan berkesinambungan, serta terhindar dari risiko pemenuhan pangan local (misal, akibat perubahan iklim) atau keracunan akibat proses pengolahan yang tidak saniter.
Perpres 147/2024 tentang koordinasi bidang pangan diharapkan dapat meng-orkestrasi ketersediaan pangan termasuk sumber protein, buah dan sayur untuk kebutuhan program. Subsidi dan bantuan pangan dapat terakomodasi dengan baik khususnya untuk kelompok rentan (anak, ibu hamil dan lansia), dan terutama akses untuk masyarakat yang kurang mampu. Infrastruktur bidang pangan harus dibangun dengan efisien, khususnya untuk wilayah terpencil dan wilayah sulit.
Prepres 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi diprioritaskan pada 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK). Program 1000 HPK mencakup intervensi spesifik (langsung) dan sensitive (tidak langsung). Implementasi program melibatkan pemerintah pusat dan daerah termasuk akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, LSM, media masa, dan mitra pembangunan internasional.
Perpres 72/2021 tentang percepatan penurunan stunting terbit sebagai pelengkap dari Perpres sebelumnya dalam upaya penguatan kerangka kelembagaan, dan kerangka intervensi dengan pendekatan keluarga berisiko stunting. Penguatan ini tersusun dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN-PASTI) 2021-2024, yang keberhasilannya tampak dari turunnya prevalensi stunting turun menjadi 21,1% pada tahun 2023 dari angka 30,8% (Riskesdas 2018).
Perpres 29/2019 tentang penanggulangan masalah gizi pada anak akibat penyakit secara eksplisit menegaskan pentingnya upaya penanggulangan masalah gizi sejak usia dini.
Gizi adalah fondasi Kesehatan; bila status gizi bermasalah maka semua akan bermuara pada risiko sakit, baik penyakit menular akibat kurang gizi, maupun PTM karena kelebihan gizi. Kondisi ini perlu diantisipasi sejak dini melalui surveillance maupun pencegahan dan penanganan kasus.
Terbitnya empat Peraturan Presiden diatas dapat menjadi dokumen legal yang cukup kuat dalam menyongsong tercapainya target Generasi Emas 2045. Revolusi gizi menjadi sangat relevan dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Lihat Juga :