Asas Dominus Litis di RKUHAP, Pakar Hukum: Berpotensi Menyebabkan Absolutely Power
loading...
A
A
A
“Tapi kalau dipandang dari sudut ketakutan di masa depan akan sebuah lembaga yang posisinya menjadi super power, maka saya rasa kewenangan yang dalam hal ini disebut dominus litis yang diberikan kepada Kejaksaan harus benar-benar dipikirkan (secara) masak,” sarannya.
Hal tersebut disampaikan oleh Andika atas sebab kasus yang saat ini terjadi dalam Kejaksaan. Ia menjelaskan bahwa ada kasus di mana ada advokat yang tidak boleh mendampingi saksi dalam pemeriksaan di Kejaksaan. Hal itu didasari dengan alasan Pasal 54 dalam KUHAP.
“Karena saat ini ada beberapa kejadian di mana rekan-rekan advokat tidak boleh mendampingi saksi ketika diperiksa dikejaksaan dengan alasan Pasal 54 KUHAP hanya mengatur tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari advokat. Namun, pasal ini tidak mengatur hak saksi untuk didampingi advokat,” terang Andika.
Atas dasar kejadian tersebut, Andika mencemaskan jika RKUHAP disahkan bisa menambah sikap arogansi oknum Kejaksaan. Bahkan, menurutnya bisa juga menjadi alat kewenangan politik.
“Bisa dibayangkan jika kewenangan dari kejaksaan bertambah, maka apakah oknum-oknumnya (Kejaksaan) tidak lebih arogan atau bahkan bisa jadi untuk alat kewenangan politik”, tegasnya.
Jika ada kekhawatiran tentang tumpang tindih wewenang pada institusi penegakan hukum apabila RKUHAP disahkan, maka Andika justru menyebut hal itu sudah terjadi saat ini. Menurutnya, RKUHAP yang sedang rancang ini diharap bisa menjawab kegaduhan tersebut.
“Kalaupun adanya tumpang tindih kewenangan antar penegak hukum maka saat ini itu telah terjadi. Maka seharusnya dalam RKUHAP harus bisa menjawab kegaduhan yang telah terjadi bertahun2 ini,” tegas Andika.
“dan bukan malah membuat salah satu lembaga (kejaksaan) menjadi super power dengan memberikan kewenangan dominus litis”, pungkasnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Andika atas sebab kasus yang saat ini terjadi dalam Kejaksaan. Ia menjelaskan bahwa ada kasus di mana ada advokat yang tidak boleh mendampingi saksi dalam pemeriksaan di Kejaksaan. Hal itu didasari dengan alasan Pasal 54 dalam KUHAP.
“Karena saat ini ada beberapa kejadian di mana rekan-rekan advokat tidak boleh mendampingi saksi ketika diperiksa dikejaksaan dengan alasan Pasal 54 KUHAP hanya mengatur tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari advokat. Namun, pasal ini tidak mengatur hak saksi untuk didampingi advokat,” terang Andika.
Atas dasar kejadian tersebut, Andika mencemaskan jika RKUHAP disahkan bisa menambah sikap arogansi oknum Kejaksaan. Bahkan, menurutnya bisa juga menjadi alat kewenangan politik.
“Bisa dibayangkan jika kewenangan dari kejaksaan bertambah, maka apakah oknum-oknumnya (Kejaksaan) tidak lebih arogan atau bahkan bisa jadi untuk alat kewenangan politik”, tegasnya.
Jika ada kekhawatiran tentang tumpang tindih wewenang pada institusi penegakan hukum apabila RKUHAP disahkan, maka Andika justru menyebut hal itu sudah terjadi saat ini. Menurutnya, RKUHAP yang sedang rancang ini diharap bisa menjawab kegaduhan tersebut.
“Kalaupun adanya tumpang tindih kewenangan antar penegak hukum maka saat ini itu telah terjadi. Maka seharusnya dalam RKUHAP harus bisa menjawab kegaduhan yang telah terjadi bertahun2 ini,” tegas Andika.
“dan bukan malah membuat salah satu lembaga (kejaksaan) menjadi super power dengan memberikan kewenangan dominus litis”, pungkasnya.
(shf)
Lihat Juga :