Sejumlah Saran agar Pemerintah Mampu Tekan Penyebaran Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah untuk menekan penyebaran virus Corona (Covid-19) agar kegiatan ekonomi bisa berjalan. Selain itu, pencairan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat harus dipercepat.
(Baca juga: Bertambah 1.082 Orang, Jumlah Suspek Covid-19 Menjadi 81.757 Orang)
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, pandemi Covid-19 ini telah menurunkan permintaan secara drastis. Efek dominonya, banyak perusahaan harus merumahkan karyawannya dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
(Baca juga: Bertambah 3.075 Kasus Baru, Positif Covid-19 Menjadi 180.646 Orang)
"Intinya jelas menengah bawah mengalami penurunan daya beli. Yang kelas atas paranoid, tidak berani belanja. Takut penularan," ucap Hariyadi saat dihubungi SINDOnews, Rabu (2/9/2020) malam.
(Baca juga: Teguhkan Kemandirian dengan Vaksin Merah Putih)
Dengan kondisi seperti ini, dia meminta pemerintah mengendalikan penyebaran virus Sars Cov-II. Paling tidak, menekan tingkat kematian. Lalu, untuk membangkitkan perekonomian itu harus dengan cash transfer atau bantuan langsung tunai (BLT). Sebab, 60% ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi rumah tangga.
"Upaya menstimulus secara masif untuk mendorong masyarakat tetap memiliki daya beli. Kenapa enggak keras? Stimulusnya belum efektif dirasakan oleh masyarakat secara luas. Kemarin itu bantuan berupa bansos bukan uang. Yang menikmati itu ya yang jualan bahan pokok gitu bukan masyarakat langsung," ucapnya.
Namun, Haryadi mengkritik adanya syarat pembayaran BPJS Ketenagakerjaan hingga Juni sebagai syarat mendapatkan BLT pekerja. Masalahnya, kondisi perusahaan sedang tidak baik karena dihantam pandemi Covid-19. "Itu aneh. Jangan bikin persyaratan yang enggak-enggak. Selama si pekerjanya terdaftar di BPJS (Ketenagakerjaan) ya udah kasihin," tegasnya.
Pemerintah menyiapkan dana sekitar Rp37,7 triliun untuk para pekerja yang bergaji Rp5 juta ke bawah. Penyaluran ini diprediksi bisa meredam kontraksi ekonomi agar tidak melebihi pada kuartal II lalu. Apindo meminta penyaluran BLT ini tidak terlambat. "Ini kalau masuk bisa nahan untuk tidak lebih jelek lagi. Kita masuk resesi, tapi enggak turun dari minus 5,32% ya ke minus 2%," katanya.
Haryadi mengungkapkan, resesi yang terjadi sekarang ini tidak perlu dikhawatirkan. Ia menyebutkan sepertinya pemerintah sendiri yang ketakutan. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) itu menegaskan resesi bukan ujung dunia.
"Resesi biasa-biasa saja. Hanya harus memperbaiki jangan sampai drop minusnya. Kalau resesi sudah pasti. Untuk membalikkan dari minus 5,32 persen itu perjuangan berat banget. Menurut saya, konsentrasi agar daya beli masyarakat tidak turun. Yang paling penting adalah Covid-19 ditangani dengan benar," paparnya.
Pemerintah kata dia, harus semakin masif mensosialisasikan protokol kesehatan. Hal ini penting agar penyebaran Corona bisa terkendali. Kalau perlu, ada pemberian sanksi, entah berupa denda atau kerja sosial. "Upaya menyadarkan masyarakat itu penting karena kalau terus-menerus begini itu bahaya. Artinya mau stimulus berapapun enggak akan menyelesaikan masalah," ujarnya.
(Baca juga: Bertambah 1.082 Orang, Jumlah Suspek Covid-19 Menjadi 81.757 Orang)
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, pandemi Covid-19 ini telah menurunkan permintaan secara drastis. Efek dominonya, banyak perusahaan harus merumahkan karyawannya dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
(Baca juga: Bertambah 3.075 Kasus Baru, Positif Covid-19 Menjadi 180.646 Orang)
"Intinya jelas menengah bawah mengalami penurunan daya beli. Yang kelas atas paranoid, tidak berani belanja. Takut penularan," ucap Hariyadi saat dihubungi SINDOnews, Rabu (2/9/2020) malam.
(Baca juga: Teguhkan Kemandirian dengan Vaksin Merah Putih)
Dengan kondisi seperti ini, dia meminta pemerintah mengendalikan penyebaran virus Sars Cov-II. Paling tidak, menekan tingkat kematian. Lalu, untuk membangkitkan perekonomian itu harus dengan cash transfer atau bantuan langsung tunai (BLT). Sebab, 60% ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi rumah tangga.
"Upaya menstimulus secara masif untuk mendorong masyarakat tetap memiliki daya beli. Kenapa enggak keras? Stimulusnya belum efektif dirasakan oleh masyarakat secara luas. Kemarin itu bantuan berupa bansos bukan uang. Yang menikmati itu ya yang jualan bahan pokok gitu bukan masyarakat langsung," ucapnya.
Namun, Haryadi mengkritik adanya syarat pembayaran BPJS Ketenagakerjaan hingga Juni sebagai syarat mendapatkan BLT pekerja. Masalahnya, kondisi perusahaan sedang tidak baik karena dihantam pandemi Covid-19. "Itu aneh. Jangan bikin persyaratan yang enggak-enggak. Selama si pekerjanya terdaftar di BPJS (Ketenagakerjaan) ya udah kasihin," tegasnya.
Pemerintah menyiapkan dana sekitar Rp37,7 triliun untuk para pekerja yang bergaji Rp5 juta ke bawah. Penyaluran ini diprediksi bisa meredam kontraksi ekonomi agar tidak melebihi pada kuartal II lalu. Apindo meminta penyaluran BLT ini tidak terlambat. "Ini kalau masuk bisa nahan untuk tidak lebih jelek lagi. Kita masuk resesi, tapi enggak turun dari minus 5,32% ya ke minus 2%," katanya.
Haryadi mengungkapkan, resesi yang terjadi sekarang ini tidak perlu dikhawatirkan. Ia menyebutkan sepertinya pemerintah sendiri yang ketakutan. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) itu menegaskan resesi bukan ujung dunia.
"Resesi biasa-biasa saja. Hanya harus memperbaiki jangan sampai drop minusnya. Kalau resesi sudah pasti. Untuk membalikkan dari minus 5,32 persen itu perjuangan berat banget. Menurut saya, konsentrasi agar daya beli masyarakat tidak turun. Yang paling penting adalah Covid-19 ditangani dengan benar," paparnya.
Pemerintah kata dia, harus semakin masif mensosialisasikan protokol kesehatan. Hal ini penting agar penyebaran Corona bisa terkendali. Kalau perlu, ada pemberian sanksi, entah berupa denda atau kerja sosial. "Upaya menyadarkan masyarakat itu penting karena kalau terus-menerus begini itu bahaya. Artinya mau stimulus berapapun enggak akan menyelesaikan masalah," ujarnya.
(maf)