4 Penyamaran Kopassus Paling Melegenda, Jadi Sopir hingga Kuli Pasar

Kamis, 16 Januari 2025 - 13:40 WIB
loading...
A A A
Setelah mobil melaju sekitar 50 meter, Sutiyoso lalu memberi kode sandi kepada Kapten Lintang dengan mengedipkan lampu pendek dua kali dan panjang. Sesuai rencana, Kapten Lintang bersama dua orang lainnya bergerak menghentikan laju kendaraan yang dikemudikan Sutiyoso.

Mereka kemudian masuk dan memborgol Usman. Waktu itu, Usman menduga mobilnya sedang dirampok karena hendak mengambil uang.

Saat dibawa ke Guest House Hotel Iskandar Muda, Sutiyoso mengambil banyak informasi dari Usman, termasuk keberadaan Hasan Tiro. Segera, dia memerintahkan pasukan untuk bergerak ke lokasi yang dituju.

Pada operasi penyergapan itu, sebagian besar petinggi GAM mulai dari para menteri GAM dan Gubernur Pidie ditangkap. Hanya Hasan Tiro yang lolos dan melarikan diri ke Malaysia karena dia sudah dianggap wali oleh masyarakat Aceh. Hasan Tiro dibawa kabur lewat pantai utara yang tidak dijaga oleh aparat keamanan.

2. Penyamaran Kopassus Jadi Penjual Durian


Kisah penyamaran ini melibatkan Sersan Badri (nama samaran). Dia adalah anggota Sandi Yudha Kopassus yang menyamar menjadi penjual durian untuk menyusup ke markas Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Cerita penyamaran tersebut dimuat dalam buku "Kopassus Untuk Indonesia" karya Iwan Santosa E.A Natanegara. Suatu hari, Sersan Badri mengantarkan dagangan berupa durian dari Medan ke Lhokseumawe

Setiap melewati pos penjagaan TNI, Badri mendapati hal menarik saat diminta memberikan durian untuk prajurit penjaga. Dia pernah memberikan durian dengan jumlah banyak, karena mengetahui ada satu peleton yang berjaga di pos tersebut.

"Saya pernah memberikan dua buah durian tapi malah dimarahi dan ditempeleng. Mereka bilang, kalau untuk GAM pasti saya memberi banyak. Di sini ada satu peleton yang berjaga, mana cukup kalau cuma dua buah durian?" kenangnya.

Selama setahun, Sersan Badri yang menyamar berhasil memetakan situasi di Aceh, khususnya di Lhokseumawe yang menjadi pusat kekuatan militer GAM. Dia juga sukses mendekati para petinggi GAM dan mengaku berjuang bersama GAM.

Setelah pemberlakuan Darurat Militer pada 2003, ruang gerak GAM semakin sempit. Kemudian, usai Hari Raya Idul Fitri 2004, datang perintah untuk menangkap tokoh kunci GAM, hidup atau mati.

"Semua tokoh kunci yang menjadi sasaran berada di Cot Girek. Hingga saya pamit pukul 15.00 mereka masih ada di sana. Saya pun masih sempat memberi informasi terakhir kepada induk pasukan. Hari H dan Jam serangan ditetapkan," tutur Badri.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1055 seconds (0.1#10.24)