Makan Bergizi Gratis Serentak Dilaksanakan Mulai Besok
loading...
A
A
A
Zainul berkata, siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) bisa dicoret dari kelompok penerima program makan bergizi gratis. Apalagi, ia menilai, untuk memperbaiki pertumbuhan anak di tingkat SLTA sudag terlambat.
"Kan sekarang sasarannya itu peserta didik dari Paud sampai SLTA. Kami di Komisi IX ada diskusi, teman-teman sebetulnya melihat, kalau usia SLTA, kalau kepentingannya untuk mengejar pertumbuhan itu relatif sudah terlambat," kata Zainul.
Atas dasar itu, ia menilai akan lebih ideal bila kelompon penerima program makan bergizi diberikan pada anak pendidikan usia dini (Paud) hingga siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).
"Jadi apakah tidak lebih baik, kuta fokuskan saja di usia dari Paud sampai SMP. Dengan begitu, kita bisa menjaga kualitas standar gizi per porsinya agar tetap bisa Rp15 ribu," terang Zainul.
Lebih lanjut, Zainul menilai, anggaran Rp10 ribu dalam program itu masih belum mencukupi untuk memenuhi kadar gizi. Bila dimasukan komponen susu, Zainul menilai, anggaran tersebut tak cukup.
"Nah kalau sekarang diputuskan Rp10 ribu per porsi, kami punya catatan bahwa hitung-hitungan kami kalau Rp10 ribu per porsi itu sepertinya susu belum masuk deh. Kalau susu dimasukan, nggak cukup itu anggaran Rp10 ribu," katanya.
"Apalagi untuk daerah-daerah tertentu ya, di daerah luar Jawa mungkin akan lebih mahal biaya pokok untuk karbohidrat dan juga untuk sayuran," imbuhnya.
Kendati demikian, ia menilai anggaran makan bergizi gratis sebesar Rp10.000 perlu ditinjau ulang. Pasalnya, hal itu menyangkut standar gizi minimum yang harus dipenuhi dalam satu porsi makanan.
"Jadi menurut saya, anggaran Rp10.000 itu mesti didiskusikan ulang, karena ini menyangkut standar gizi minimum yang harus ada di dalam satu porsinya, kan itu ada standar itu, soal karbohidrat, protein, kalsiumnya dan serat yang dari buah dan lain-lain," ujar Zainul.
Lihat Juga: Kick Off Program Makan Bergizi Gratis Dimulai, Disambut Penuh Sukacita Para Penerima Manfaat
"Kan sekarang sasarannya itu peserta didik dari Paud sampai SLTA. Kami di Komisi IX ada diskusi, teman-teman sebetulnya melihat, kalau usia SLTA, kalau kepentingannya untuk mengejar pertumbuhan itu relatif sudah terlambat," kata Zainul.
Atas dasar itu, ia menilai akan lebih ideal bila kelompon penerima program makan bergizi diberikan pada anak pendidikan usia dini (Paud) hingga siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).
"Jadi apakah tidak lebih baik, kuta fokuskan saja di usia dari Paud sampai SMP. Dengan begitu, kita bisa menjaga kualitas standar gizi per porsinya agar tetap bisa Rp15 ribu," terang Zainul.
Lebih lanjut, Zainul menilai, anggaran Rp10 ribu dalam program itu masih belum mencukupi untuk memenuhi kadar gizi. Bila dimasukan komponen susu, Zainul menilai, anggaran tersebut tak cukup.
"Nah kalau sekarang diputuskan Rp10 ribu per porsi, kami punya catatan bahwa hitung-hitungan kami kalau Rp10 ribu per porsi itu sepertinya susu belum masuk deh. Kalau susu dimasukan, nggak cukup itu anggaran Rp10 ribu," katanya.
"Apalagi untuk daerah-daerah tertentu ya, di daerah luar Jawa mungkin akan lebih mahal biaya pokok untuk karbohidrat dan juga untuk sayuran," imbuhnya.
Kendati demikian, ia menilai anggaran makan bergizi gratis sebesar Rp10.000 perlu ditinjau ulang. Pasalnya, hal itu menyangkut standar gizi minimum yang harus dipenuhi dalam satu porsi makanan.
"Jadi menurut saya, anggaran Rp10.000 itu mesti didiskusikan ulang, karena ini menyangkut standar gizi minimum yang harus ada di dalam satu porsinya, kan itu ada standar itu, soal karbohidrat, protein, kalsiumnya dan serat yang dari buah dan lain-lain," ujar Zainul.
Lihat Juga: Kick Off Program Makan Bergizi Gratis Dimulai, Disambut Penuh Sukacita Para Penerima Manfaat
(abd)