DPR Pertanyakan Urgensi Pembentukan Dewan Keamanan Nasional

Selasa, 28 Januari 2020 - 14:43 WIB
DPR Pertanyakan Urgensi Pembentukan Dewan Keamanan Nasional
DPR Pertanyakan Urgensi Pembentukan Dewan Keamanan Nasional
A A A
JAKARTA - Rencana pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) oleh Pemerintah lagi-lagi mendapat penolakan dari Parlemen. Kali ini Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Farah Puteri Nahlia menegaskan pembentukan DKN tak memiliki urgensi dan alasan yang kuat tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Tidak ada urgensinya. Walau rencana tersebut sudah tertuang dalam RPJMN 2015-2019 bukan berarti pemerintah perlu segera membentuk DKN,” ujar Farah di kegiatan Launching Laporan Penelitian dan Diskusi Publik Peran Internal Militer bertajuk Problem Tugas Perbantuan TNI dan Problematika Pembentukan Dewan Keamanan Nasional di Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Selasa (28/1/2020).

Terlebih Rencana pembentukan DKN melalui Peraturan Presiden (perpres) dinilai Farah kurang tepat karena secara hukum, tidak ada undang-undang yang mengharuskan pemerintah untuk membentuk DKN.

“Justru yang ada adalah pemerintah diminta untuk membentuk Dewan Pertahanan Nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan bukan membentuk DKN. Karena itu pembentukan DKN patut dipertanyakan urgensinya,” imbuh Farah.

Ia memandang bahwa pembentukan DKN dengan tujuan memberikan nasihat dan pertimbangam kepada presiden di bidang keamanan nasional juga berpotensi menimbulkan tumpang tindih fungsi dan tugas dengan kementerian dan lembaga negara yang sudah ada seperti Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Kantor Staf Presiden (KSP) dan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Alhasil pembentukan DKN tidak efisien dan menimbulkan pemborosan anggaran.

Mengingat DKN rencananya akan memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden seputar isu tentang keamanan nasional, seperti situasi bahaya, darurat, maupun perang, maka proses pembentukannya dinilai sudah seharusnya dilakukan secara terbuka dan partisipatif. Pemerintah perlu berkonsultasi dengan DPR dan juga melibatkan masyarakat sipil di dalam pembahasan DKN.

“Pembentukan DKN ini tidak boleh dilakukan secara diam-diam, tidak melibatkan publik dan juga DPR,” ucapnya.

Namun jika pemerintah tetap bersikeras ingin membentuk DKN, maka fungsi lembaga tersebut menurutnya harus dibatasi hanya untuk memberikan pertimbangan atau nasihat kepada presiden sebagaimana fungsi Dewan Keamanan Nasional di beberapa negara yang memiliki institusi tersebut. Dengan kata lain DKN tidak boleh memiliki fungsi operasional.

Farah menjelaskan, berkaca dari negara lain yang memiliki DKN dan nota bene tidak memiliki jabatan Menko Polhukam, maka wajar bagi negara tersebut membentuk DKN. Kondisi tersebut berbeda dengan Indonesia yang memiliki jabatan Menko Polhukam dimana tupoksinya sudah mewakili apa yang tertuang di dalam tugas-tugas DKN.

Pemerintah menurut Farah seharusnya mengoptimalkan peran lembaga negara yang sudah ada untuk dapat memberikan masukan kepada presiden terkait dengan masalah pertahanan dan keamanan.

“Fungsi koordinasi terkait masalah pertahanan dan keamanan sudah ada di Menkopolhukam. Lantas untuk apa DKN? Dimana urgensinya?” tutup Farah.

Selain Farah, diskusi dipandu moderator Putu Agung Nara ini dihadiri Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf, dan Akademisi Universitas Parahyangan Dr Nyoman Sudira.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2753 seconds (0.1#10.140)