Revitalisasi Monas, Anies, dan Formula E
A
A
A
BELUM usai serangan kritik atas banjir yang melanda Jakarta di awal 2020, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menjadi "bulan-bulanan" warganet atas proyek revitalisasi Kawasan Monas. Dalam kasus penataan Monas ini Anies memang layak dihujani kritik lantaran adanya kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang menebang ratusan pohon di kawasan yang selama ini berfungsi sebagai ruang publik. Ada 205 pohon yang ditebang di sisi selatan kawasan yang menjadi simbol Ibu Kota Jakarta ini.
Kebijakan menebang pohon memang cukup sulit dimengerti karena selama ini Pemprov DKI berupaya memperbanyak ruang terbuka hijau. Semua tahu bahwa pepohonan di Kawasan Monas selama ini berfungsi sebagai paru-paru kota. Selain itu juga menjadi tempat berteduh bagi masyarakat yang datang berekreasi bersama keluarga. Dengan pepohonan yang rindang, udara di Kawasan Monas menjadi sejuk. "Hutan Monas" sudah ada sejak 1973 di era Presiden Soeharto. Lalu ketika pohon-pohon tersebut dengan mudah ditebang atas nama revitalisasi, sangat wajar jika publik bereaksi.
Pemprov DKI sudah menjawab kritikan publik. Dijelaskan bahwa pohon tersebut sebenarnya bukan ditebang, melainkan dipindahkan ke sisi lain di Kawasan Monas. Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta Heru Hermawanto menjamin proyek revitalisasi Monas tidak akan mengurangi jumlah ruang terbuka hijau di Ibu Kota. Selain pohon tersebut ditanam kembali, juga akan ditanam pohon baru dengan jumlah lebih banyak. Tentu ini jawaban standar untuk menghindari polemik. Faktanya, sisi selatan Monas kini sudah gundul.
Pada dasarnya revitalisasi kawasan Monas bertujuan baik, yakni membuat kawasan ini lebih terbuka untuk diakses publik. Rencananya di sana nanti dibangun lapangan plaza sebagai wadah ekspresi warga di setiap sisi Monas, baik selatan, timur maupun barat. Lahan parkir juga akan dihilangkan dari Monas karena kawasan itu nantinya akan dilewati jalur mass rapid transit (MRT). Stasiun Gambir yang berada di timur Monas rencananya juga akan melayani kereta commuter line dan kereta jarak jauh akan dipindah ke Stasiun Manggarai.
Namun rencana penataan Monas yang berlangsung tiga tahun, yakni 2019-2021, ini bisa jadi tidak akan seindah yang dibayangkan. Pasalnya terindikasi ada masalah pada proyek ini. Kebijakan menebang pepohonan Monas hanya salah satu masalah. Masalah lainnya, kontraktor pemenang tender proyek, PT Bahana Prima Nusantara, mendapat banyak sorotan. Kelayakan perusahaan ini dipertanyakan. Keraguan kian kuat setelah terbukti proyek revitalisasi tidak mampu diselesaikan tepat waktu. Pengerjaan proyek molor dari waktu kontrak. Revitalisasi seharusnya dikerjakan dalam waktu 50 hari setelah kontrak atau selesai pada akhir Desember 2019. Namun nyatanya proyek tidak rampung sehingga harus perpanjangan kontrak hingga Februari dengan risiko kontraktor harus membayar denda atas keterlambatannya.
Masalah berikutnya terindikasi ada ketidakpatuhan Pemprov DKI pada Keputusan Presiden (Keppres) No 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota. Monas menjadi bagian dari wilayah yang diatur di keppres tersebut. Dalam aturan itu dijelaskan bahwa setiap perubahan kawasan dimaksud harus atas seizin dari Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Karena ketiadaan izin Kemensetneg, Pemprov dinilai tidak patuh aturan. DPRD DKI Jakarta melalui Ketua Komisi D Ida Mahmuda lantas meminta proyek revitalisasi dihentikan sementara.
Belakangan ada pula yang mengaitkan revitalisasi Monas dengan pelaksanaan balapan Formula E yang akan digelar pada 6 Juni 2020. Penebangan pohon-pohon di Monas disebut demi kepentingan lintasan balapan mobil listrik itu. Jika tudingan ini benar, tentu sangat disayangkan meskipun Pemprov DKI bisa berdalih bahwa revitalisasi Monas sudah direncanakan jauh hari sebelum Jakarta ditunjuk menjadi penyelenggara Formula E 2020 sehingga itu tidak berkaitan.
Revitalisasi Monas telanjur gaduh dan kelanjutan proyek ini berpotensi terganggu. Kegaduhan bisa membesar terutama jika unsur politik semakin kuat bermain di dalamnya. Sudah jadi rahasia umum bahwa kebijakan Anies Baswedan kerap ditentang oleh kubu partai politik di DPRD DKI yang bukan bagian dari pengusungnya. Kita berharap semua permasalahan bisa terselesaikan sehingga proyek revitalisasi yang sudah berjalan bisa dirampungkan dengan baik. Pemprov DKI seyogianya terbuka terhadap kritikan. Pemrov juga harus mampu memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan publik agar polemik proyek revitalisasi ini tidak semakin berkembang liar.
Kebijakan menebang pohon memang cukup sulit dimengerti karena selama ini Pemprov DKI berupaya memperbanyak ruang terbuka hijau. Semua tahu bahwa pepohonan di Kawasan Monas selama ini berfungsi sebagai paru-paru kota. Selain itu juga menjadi tempat berteduh bagi masyarakat yang datang berekreasi bersama keluarga. Dengan pepohonan yang rindang, udara di Kawasan Monas menjadi sejuk. "Hutan Monas" sudah ada sejak 1973 di era Presiden Soeharto. Lalu ketika pohon-pohon tersebut dengan mudah ditebang atas nama revitalisasi, sangat wajar jika publik bereaksi.
Pemprov DKI sudah menjawab kritikan publik. Dijelaskan bahwa pohon tersebut sebenarnya bukan ditebang, melainkan dipindahkan ke sisi lain di Kawasan Monas. Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta Heru Hermawanto menjamin proyek revitalisasi Monas tidak akan mengurangi jumlah ruang terbuka hijau di Ibu Kota. Selain pohon tersebut ditanam kembali, juga akan ditanam pohon baru dengan jumlah lebih banyak. Tentu ini jawaban standar untuk menghindari polemik. Faktanya, sisi selatan Monas kini sudah gundul.
Pada dasarnya revitalisasi kawasan Monas bertujuan baik, yakni membuat kawasan ini lebih terbuka untuk diakses publik. Rencananya di sana nanti dibangun lapangan plaza sebagai wadah ekspresi warga di setiap sisi Monas, baik selatan, timur maupun barat. Lahan parkir juga akan dihilangkan dari Monas karena kawasan itu nantinya akan dilewati jalur mass rapid transit (MRT). Stasiun Gambir yang berada di timur Monas rencananya juga akan melayani kereta commuter line dan kereta jarak jauh akan dipindah ke Stasiun Manggarai.
Namun rencana penataan Monas yang berlangsung tiga tahun, yakni 2019-2021, ini bisa jadi tidak akan seindah yang dibayangkan. Pasalnya terindikasi ada masalah pada proyek ini. Kebijakan menebang pepohonan Monas hanya salah satu masalah. Masalah lainnya, kontraktor pemenang tender proyek, PT Bahana Prima Nusantara, mendapat banyak sorotan. Kelayakan perusahaan ini dipertanyakan. Keraguan kian kuat setelah terbukti proyek revitalisasi tidak mampu diselesaikan tepat waktu. Pengerjaan proyek molor dari waktu kontrak. Revitalisasi seharusnya dikerjakan dalam waktu 50 hari setelah kontrak atau selesai pada akhir Desember 2019. Namun nyatanya proyek tidak rampung sehingga harus perpanjangan kontrak hingga Februari dengan risiko kontraktor harus membayar denda atas keterlambatannya.
Masalah berikutnya terindikasi ada ketidakpatuhan Pemprov DKI pada Keputusan Presiden (Keppres) No 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota. Monas menjadi bagian dari wilayah yang diatur di keppres tersebut. Dalam aturan itu dijelaskan bahwa setiap perubahan kawasan dimaksud harus atas seizin dari Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Karena ketiadaan izin Kemensetneg, Pemprov dinilai tidak patuh aturan. DPRD DKI Jakarta melalui Ketua Komisi D Ida Mahmuda lantas meminta proyek revitalisasi dihentikan sementara.
Belakangan ada pula yang mengaitkan revitalisasi Monas dengan pelaksanaan balapan Formula E yang akan digelar pada 6 Juni 2020. Penebangan pohon-pohon di Monas disebut demi kepentingan lintasan balapan mobil listrik itu. Jika tudingan ini benar, tentu sangat disayangkan meskipun Pemprov DKI bisa berdalih bahwa revitalisasi Monas sudah direncanakan jauh hari sebelum Jakarta ditunjuk menjadi penyelenggara Formula E 2020 sehingga itu tidak berkaitan.
Revitalisasi Monas telanjur gaduh dan kelanjutan proyek ini berpotensi terganggu. Kegaduhan bisa membesar terutama jika unsur politik semakin kuat bermain di dalamnya. Sudah jadi rahasia umum bahwa kebijakan Anies Baswedan kerap ditentang oleh kubu partai politik di DPRD DKI yang bukan bagian dari pengusungnya. Kita berharap semua permasalahan bisa terselesaikan sehingga proyek revitalisasi yang sudah berjalan bisa dirampungkan dengan baik. Pemprov DKI seyogianya terbuka terhadap kritikan. Pemrov juga harus mampu memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan publik agar polemik proyek revitalisasi ini tidak semakin berkembang liar.
(pur)