Harun Masiku, Ini Sosok Politikus PDIP yang Dicari KPK

Selasa, 14 Januari 2020 - 13:37 WIB
Harun Masiku, Ini Sosok Politikus PDIP yang Dicari KPK
Harun Masiku, Ini Sosok Politikus PDIP yang Dicari KPK
A A A
JAKARTA - Harun Masiku, caleg PDIP hingga saat ini keberadaannya masih belum diketahui. Informasi pihak imigrasi menyebutnya sedang pergi ke Singapura. Harun sendiri sudah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap terkait upaya memuluskan proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR 2019-2024. Siapa Harun Masiku?

Harun Masiku lahir pada 21 Maret 1971 di Jakarta. Harun merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar pada 1994. Dia sempat bekerja sebagai pengacara selama setahun dari 1994-1995 di Dimhart and Association Law Firm, Jakarta. (Baca juga: Libatkan Interpol, KPK Buru Politikus PDIP Harun Masiku ke Singapura)

Setelah itu, Harun menjadi pengacara korporat di PT Indosat, Tbk hingga 1998. Pada 1998 hingga 1999, Harun melanjutkan studinya di bidang Hukum Internasional di University of Warwick United Kingdom. (Baca juga: ICW Minta PDIP Kooperatif Terkait Kasus Jual Beli PAW Anggota DPR)

Harun juga pernah menjabat sebagai Senior Partner Johannes Masiku & Associates Law Offices sejak 2003 hingga saat ini. Selain itu, Harun pernah menjadi Tenaga Ahli Komisi III DPR pada 2011. Dia juga merupakan Anggota Perhimpunan Advokat Indonesia.

Dalam karir politiknya, sebelum berlabuh ke PDIP, Harun memulai karir politiknya di Partai Demokrat. Di partai tersebut, Harun pernah menjadi tim sukses pemenangan Pemilu dan Pilpres 2009 untuk pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono.

Pada 2014, Harun maju sebagai caleg mewakili Partai Demokrat daerah pemilihan Sulawesi Selatan III namun gagal. Pada Pileg 2019, Harun pindah dari Partai Demokrat ke PDIP dan maju caleg di Dapil Sumatera Selatan I. Namun upayanya menjadi anggota legislatif di Senayan lagi-lagi gagal.

Di sisi lain, Nazarudin Kiemas yang terpilih sebagai caleg periode 2019-2024 meninggal dunia. Hal ini menimbulkan kekosongan kursi PDIP di DPR sehingga harus ditetapkan penggantinya sesuai ketentuan PAW anggota DPR. Rapat pleno KPU memutuskan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang wafat.

Digantikannya Nazarudin Kiemas oleh Riezky bukan tanpa alasan sebab Riezky berada diperingkat kedua dengan perolehan 44.402 suara. Namun, PDIP tetap keukeuh mengusung Harun untuk dapat duduk sebagai anggota DPR padahal saat itu hanya mendapat 5.878 suara.

Tak habis akal, Harun pun diduga menyuap salah satu Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk memuluskan jalannya melenggang ke Senayan. Namun, belum semua uang yang diberikan, keduanya ditetapkan tersangka oleh KPK.

Diketahui, KPK telah menetapkan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerima suap terkait penetapan anggota DPR-RI Terpilih tahun 2019-2024. Selain Wahyu, KPK juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka yakni sebagai penerima mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu yakni, Agustiani Tio Fridelina, dan sebagai pihak pemberi caleg dari PDIP Harun Masiku serta pihak swasta Saeful.

Dalam kasus ini, Wahyu Setiawan meminta kepada caleg PDIP Harun Masiku sebesar Rp900 juta, agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019.

Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang mengatakan, Harun Masikku telah pergi meninggalkan Indonesia menuju Singapura pada Senin, 6 Januari 2020 dimana dua hari setelahnya pada Rabu, 8 Januari 2020 KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) dan berhasil menangkap Wahyu Setiawan. "Tercatat tanggal 6 Januari (Harun Masiku) keluar indonesia menuju Singapura," kata Arvin.

Merespons itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengaku telah meminta bantuan interpol untuk menangkap Harun Masiku yang keberadaannya disinyalir berada di Singapura. "Kami akan segera berkoordinasi dengan Polri untuk meminta bantuan NCB Interpol," Nurul Ghufron.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7493 seconds (0.1#10.140)