Sidang Gugatan Praperadilan, Tom Lembong Ngaku Tak Pernah Ditegur Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Thomas Trikasih Lembong ( Tom Lembong ) mengaku tidak pernah ditegur Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) selama menjabat Menteri Perdagangan periode 2015-2016. Hal itu diungkapkan pengacara Tom Lembong, Zaid Mushafi saat membacakan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/11/2034).
"Faktanya selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan, pemohon tidak pernah mendapat teguran dari Presiden yang menjabat saat itu," ujar Zaid Mushafi.
Dia menuturkan, penetapan tersangka terhadap Tom Lembong oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) tak didasarkan dua alat bukti. Tom Lembong hingga kini belum mengetahui detail dokumen hingga alat bukti permulaan yang dijadikan dasar penetapannya sebagai tersangka.
Dia menilai, ada kekeliruan yang dilakukan Kejagung lantaran kliennya menyetujui soal impor gula saat Tom Lembong belum menjabat sebagai Mendag. Hal itu dilakukan juga melalui rapat yang sudah ditentukan dalam aturan yang ada.
Kejagung, kata dia, dinilai tak menyertakan audit kerugian negara yang dilakukan bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kejagung harusnya menelusuri aliran dana kepada sejumlah perusahaan karena menganggap Tom Lembong melakukan tindak pidana korupsi.
"Jika hal tersebut dianggap sebagai tindak pidana korupsi memenuhi Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor, harus dibuktikan aliran dana dari 8 perusahaan swasta dimaksud kepada pemohon. Bahwa dalam perkara ini tidak ada hasil audit investigatif BPK RI yang menyebutkan telah terjadi kerugian keuangan negara," tuturnya.
Zaid menerangkan, seseorang tak bisa dijadikan tersangka dalam kasus korupsi jika tak ada hasil audit investigasi dan perhitungan kerugian negara oleh auditor negara. Dalam impor gula yang dilakukan kliennya itu merupakan ranah hukum administrasi negara.
Dia menjelaskan, Tom melakukannya untuk kepentingan masyarakat, bukan perilaku tindak pidana."Bahwa dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, seharusnya Termohon memastikan perbuatan yang dipersangkakan adalah perbuatan orang atau korporasi," ucap dia.
Zaid menambahkan, sikap Tom Lembong dalam mengimpor gula tidak pernah mendapatkan teguran dari Presiden Jokowi. Sebabnya, kebijakan seorang menteri adalah kebijakan pejabat tata usaha negara, yang hanya dapat dinilai secara hukum dari segi tata negara.
"Faktanya selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan, pemohon tidak pernah mendapat teguran dari presiden yang menjabat saat itu. Dengan demikian, tindakan pemohon sebagai Menteri Perdagangan telah diafirmasi oleh presiden selaku kepala negara dan merupakan pimpinan pemohon," katanya.
Maka itu, dia memaparkan, Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka tidak sah karena tidak ada bukti cukup, yakni tidak adanya hasil audit BPK yang menyatakan Tom Lembong merugikan negara hingga Rp400 miliar. "Adapun pernyataan termohon telah terjadi kerugian Negara sebesar Rp400 Milyar tanpa didasarkan hasil audit BPK RI merupakan perbuatan abuse of power serta merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pemohon," katanya.
Dia mengungkapkan, Tom Lembong pun tak diberi kesempatan untuk menunjuk kuasa hukumnya. Kejagung, diklaim sudah menyiapkan kuasa hukum untuk Tom Lembong karena diduga tak memberikan kesempatan untuk menunjuk kuasa hukum.
"Pada saat pemohon ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 29 Oktober 2024, termohon tidak memberikan kesempatan kepada pemohon untuk menghubungi dan meminta bantuan dari penasihat hukum yang sesuai dengan hati nurani pemohon. Sebaliknya, termohon justru memaksakan kehendaknya dengan menunjuk sendiri penasihat hukum yang akan mendampingi pemohon," pungkasnya.
Lihat Juga: DPR Ramai-ramai Cecar Jaksa Agung soal Kasus Tom Lembong, Anies: Rakyat Indonesia Mengapresiasi
"Faktanya selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan, pemohon tidak pernah mendapat teguran dari Presiden yang menjabat saat itu," ujar Zaid Mushafi.
Dia menuturkan, penetapan tersangka terhadap Tom Lembong oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) tak didasarkan dua alat bukti. Tom Lembong hingga kini belum mengetahui detail dokumen hingga alat bukti permulaan yang dijadikan dasar penetapannya sebagai tersangka.
Dia menilai, ada kekeliruan yang dilakukan Kejagung lantaran kliennya menyetujui soal impor gula saat Tom Lembong belum menjabat sebagai Mendag. Hal itu dilakukan juga melalui rapat yang sudah ditentukan dalam aturan yang ada.
Kejagung, kata dia, dinilai tak menyertakan audit kerugian negara yang dilakukan bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kejagung harusnya menelusuri aliran dana kepada sejumlah perusahaan karena menganggap Tom Lembong melakukan tindak pidana korupsi.
"Jika hal tersebut dianggap sebagai tindak pidana korupsi memenuhi Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor, harus dibuktikan aliran dana dari 8 perusahaan swasta dimaksud kepada pemohon. Bahwa dalam perkara ini tidak ada hasil audit investigatif BPK RI yang menyebutkan telah terjadi kerugian keuangan negara," tuturnya.
Baca Juga
Zaid menerangkan, seseorang tak bisa dijadikan tersangka dalam kasus korupsi jika tak ada hasil audit investigasi dan perhitungan kerugian negara oleh auditor negara. Dalam impor gula yang dilakukan kliennya itu merupakan ranah hukum administrasi negara.
Dia menjelaskan, Tom melakukannya untuk kepentingan masyarakat, bukan perilaku tindak pidana."Bahwa dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, seharusnya Termohon memastikan perbuatan yang dipersangkakan adalah perbuatan orang atau korporasi," ucap dia.
Zaid menambahkan, sikap Tom Lembong dalam mengimpor gula tidak pernah mendapatkan teguran dari Presiden Jokowi. Sebabnya, kebijakan seorang menteri adalah kebijakan pejabat tata usaha negara, yang hanya dapat dinilai secara hukum dari segi tata negara.
Baca Juga
"Faktanya selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan, pemohon tidak pernah mendapat teguran dari presiden yang menjabat saat itu. Dengan demikian, tindakan pemohon sebagai Menteri Perdagangan telah diafirmasi oleh presiden selaku kepala negara dan merupakan pimpinan pemohon," katanya.
Maka itu, dia memaparkan, Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka tidak sah karena tidak ada bukti cukup, yakni tidak adanya hasil audit BPK yang menyatakan Tom Lembong merugikan negara hingga Rp400 miliar. "Adapun pernyataan termohon telah terjadi kerugian Negara sebesar Rp400 Milyar tanpa didasarkan hasil audit BPK RI merupakan perbuatan abuse of power serta merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pemohon," katanya.
Dia mengungkapkan, Tom Lembong pun tak diberi kesempatan untuk menunjuk kuasa hukumnya. Kejagung, diklaim sudah menyiapkan kuasa hukum untuk Tom Lembong karena diduga tak memberikan kesempatan untuk menunjuk kuasa hukum.
"Pada saat pemohon ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 29 Oktober 2024, termohon tidak memberikan kesempatan kepada pemohon untuk menghubungi dan meminta bantuan dari penasihat hukum yang sesuai dengan hati nurani pemohon. Sebaliknya, termohon justru memaksakan kehendaknya dengan menunjuk sendiri penasihat hukum yang akan mendampingi pemohon," pungkasnya.
Lihat Juga: DPR Ramai-ramai Cecar Jaksa Agung soal Kasus Tom Lembong, Anies: Rakyat Indonesia Mengapresiasi
(rca)