Soal UU dan Perda Pesanan, Mahfud Diminta Sikat Penerima Order Regulasi
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD disarankan untuk menelurusi dugaan banyaknya undang-undang (UU) pesanan. Sebab secara teori, hukum merupakan produk politik. Dimana instrument politik menginisiasi dan terlibat dalam proses pembentukan sebuah aturan. (Baca juga: Mahfud MD: Jangan Jadikan Hukum Sebagai Industri)
Hal demikian disampaikan Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus menyikapi pernyataan, Mahfud MD yang menyebut banyak UU dan Peraturan Daerah (Perda) yang diduga pesanan. (Baca juga: Sebut Banyak UU Pesanan, Baleg DPR Minta Mahfud MD Tak Asal Tuding)
Sulthan mempertanyakan, apakah itu berarti sebuah produk hukum berkualitas buruk. ”Belum tentu. Jika setiap hal yang dikaitkan dengan proses politik selalu dipersepsikan berkualitas buruk maka perlu dibubarkan itu Istana, kementerian bahkan DPR," ujar Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Rabu (25/12/2019).
Sulthan menilai, sebagai Menko Polhukan pernyataan Mahfud MD kontroversial. Karena, bukankah yang bisa menginisiasi lahirnya UU itu hanya presiden atau DPR. Berarti secara tidak langsung Mahfud ingin mengatakan bahwa presiden terima order dari setiap usulan pembentukan sebuah UU. ”Ini perlu dijelaskan lebih rinci kembali agar tidak simpang siur," ujarnya.
Untuk itu, Sulthan menilai, hal itu tidak perlu diucapkan, apalagi dari seorang Menko yang melekat kewenangan pada dirinya. Dirinya menyarankan kepada Mahfud untuk menelusuri saja pihak mana yang suka menerima order regulasi, lalu sikat. Berbeda hal jika pernyataan itu lahir dari outsider kekuasaan.
"Mereka tidak memiliki kewenangan apapun untuk merubah keadaan. Oleh karena itu saya pikir pemerintah perlu mengurangi pernyataan yang kontraproduktif dengan kewenangan yang dimilikinya. Sebaiknya talk less do more saja," ucapnya.
Hal demikian disampaikan Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus menyikapi pernyataan, Mahfud MD yang menyebut banyak UU dan Peraturan Daerah (Perda) yang diduga pesanan. (Baca juga: Sebut Banyak UU Pesanan, Baleg DPR Minta Mahfud MD Tak Asal Tuding)
Sulthan mempertanyakan, apakah itu berarti sebuah produk hukum berkualitas buruk. ”Belum tentu. Jika setiap hal yang dikaitkan dengan proses politik selalu dipersepsikan berkualitas buruk maka perlu dibubarkan itu Istana, kementerian bahkan DPR," ujar Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Rabu (25/12/2019).
Sulthan menilai, sebagai Menko Polhukan pernyataan Mahfud MD kontroversial. Karena, bukankah yang bisa menginisiasi lahirnya UU itu hanya presiden atau DPR. Berarti secara tidak langsung Mahfud ingin mengatakan bahwa presiden terima order dari setiap usulan pembentukan sebuah UU. ”Ini perlu dijelaskan lebih rinci kembali agar tidak simpang siur," ujarnya.
Untuk itu, Sulthan menilai, hal itu tidak perlu diucapkan, apalagi dari seorang Menko yang melekat kewenangan pada dirinya. Dirinya menyarankan kepada Mahfud untuk menelusuri saja pihak mana yang suka menerima order regulasi, lalu sikat. Berbeda hal jika pernyataan itu lahir dari outsider kekuasaan.
"Mereka tidak memiliki kewenangan apapun untuk merubah keadaan. Oleh karena itu saya pikir pemerintah perlu mengurangi pernyataan yang kontraproduktif dengan kewenangan yang dimilikinya. Sebaiknya talk less do more saja," ucapnya.
(cip)