Pemerintahan Jokowi Dinilai Banyak Bawa Perubahan

Kamis, 03 Oktober 2024 - 16:18 WIB
loading...
Pemerintahan Jokowi...
Pemerintahan Jokowi dinilai banyak bawa perubahan di berbagai sektor. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) dari 2014 hingga 2024, Indonesia mengalami berbagai perubahan di berbagai sektor. Salah satu indikator yang menjadi sorotan utama dalam menilai keberhasilan kebijakan ekonomi Jokowi adalah Indeks Kebebasan Ekonomi.

Dengan mengolah data dari lembaga dunia kredibel The Heritage Foundation, LSI Denny JA menyimpulkan Jokowi berhasil memperoleh rapor biru dalam indeks ini. Skor yang meningkat dari 58,5 pada 2014 menjadi 63,5 pada t 2023, serta peningkatan peringkat dari 100 menjadi 53 menunjukkan rapor biru itu.

"Angka itu menyatakan kebijakan ekonomi Jokowi telah membuka lebih banyak peluang bagi sektor swasta dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan," ujar Denny JA dalam keterangannya, Kamis (3/10/2024).



Berakhirnya kekuasaan seorang presiden perlu diberikan evaluasi publik soal berhasil atau tidak pemerintahannya. LSI Denny JA mengembangkan cara menilai presiden yang sudah habis masa jabatannya dengan mengolah tujuh indeks dunia, dengan data dari lembaga internasional kredibel, seperti World Bank, Transparency International, The Heritage Foundation, hingga, SDSN Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Presiden Indonesia berikutnya setelah selesai jabatan akan juga dinilai dengan 7 indeks yang sama. Indeks itu cukup komprehensif meliputi sisi ekonomi, politik, hukum dan sosial. "Melalui 7 indeks ini, dengan membandingkan tahun pertama versus tahun terakhir Jokowi (2014 VS 2024, atau 2023 jika 2024 belum ada), Jokowi memperoleh 3 rapor biru, 3 rapor netral, dan 1 rapor merah," jelasnya.



Secara komprehensif, lanjutnya, 10 tahun Jokowi memang jauh lebih banyak rapor birunya dibanding rapor merah. Kali ini, LSI Denny JA khusus mengeksplor indeks kebebasan ekonomi saja.

Denny menjelaskan Indeks Kebebasan Ekonomi adalah pengukuran yang mengevaluasi sejauh mana kebijakan dan institusi suatu negara mendukung kebebasan individu dalam kegiatan ekonomi seperti, kebebasan untuk memulai bisnis, berinvestasi, dan melindungi properti. Indeks ini sangat penting karena menunjukkan seberapa terbuka ekonomi suatu negara terhadap pasar bebas dan persaingan.

"Itu faktor yang berperan besar dalam mendorong inovasi, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan. Kebebasan ekonomi memainkan peran penting dalam meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan sosial," paparnya.

Negara dengan tingkat kebebasan ekonomi yang lebih tinggi cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, stabilitas harga yang lebih terjaga, dan tingkat kemiskinan yang lebih rendah.

"Ini juga berdampak positif terhadap iklim investasi, di mana negara dengan kebijakan yang lebih terbuka akan lebih menarik bagi investor asing," ucapnya.

Denny melanjutkan Indeks Kebebasan Ekonomi diukur oleh The Heritage Foundation, sebuah lembaga think tank terkemuka yang berbasis di Amerika Serikat. Lembaga ini telah mempublikasikan laporan tahunan tentang kebebasan ekonomi sejak 1995, yang mencakup evaluasi terhadap lebih dari 180 negara di seluruh dunia.

Data yang digunakan oleh The Heritage Foundation berasal dari sumber-sumber yang dapat dipercaya, termasuk laporan resmi pemerintah, data dari lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), serta berbagai survei bisnis.

The Heritage Foundation menggunakan metodologi yang transparan dan konsisten untuk mengukur empat pilar utama kebebasan ekonomi, yaitu Rule of Law (hukum dan hak properti), Government Size (pengeluaran pemerintah, perpajakan), Regulatory Efficiency (efisiensi regulasi), dan Open Markets (pasar terbuka).

Kredibilitas The Heritage Foundation sebagai lembaga pengukur diperkuat oleh pengakuan luas dari para ekonom dan analis di seluruh dunia. Indeks Kebebasan Ekonomi terdiri dari empat pilar utama yang masing-masing memiliki beberapa indikator.

Pertama, Rule of Law mengukur perlindungan hak milik, integritas hukum, dan ketegasan dalam penegakan hukum. Negara yang memiliki sistem hukum yang kuat cenderung memiliki kebebasan ekonomi yang lebih tinggi karena adanya perlindungan yang baik terhadap hak milik individu dan kontrak bisnis.

Kedua, Government Size mengukur seberapa besar peran pemerintah dalam ekonomi, terutama terkait dengan pengeluaran publik dan tingkat perpajakan. Semakin besar peran pemerintah dalam pengaturan ekonomi, semakin rendah kebebasan ekonomi.

Ketiga, Regulatory Efficiency mengukur efisiensi regulasi, termasuk kemudahan memulai bisnis, fleksibilitas pasar tenaga kerja, dan kebebasan moneter. Regulasi yang berlebihan sering kali menghambat pertumbuhan usaha dan inovasi.

Keempat, Open Markets mengukur kebebasan perdagangan, kebebasan investasi, dan kebebasan keuangan. Semakin terbuka suatu negara terhadap perdagangan internasional dan investasi asing, semakin tinggi tingkat kebebasan ekonominya.

"Pada awal masa jabatan Jokowi pada tahun 2014, Indonesia memiliki skor Indeks Kebebasan Ekonomi sebesar 58,5 dan berada di peringkat 100 di dunia. Sepuluh tahun kemudian, pada 2023, skor ini meningkat menjadi 63,5 dan peringkat Indonesia naik signifikan ke posisi 53," tutur Denny.

Peningkatan ini mencerminkan keberhasilan Jokowi dalam meningkatkan kebebasan ekonomi melalui reformasi di berbagai sektor. Salah satu faktor utama yang berkontribusi pada peningkatan ini adalah serangkaian reformasi ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Jokowi.

Jokowi berfokus pada penyederhanaan regulasi dan mempermudah perizinan usaha melalui berbagai program seperti Online Single Submission (OSS), yang memungkinkan pelaku bisnis mengurus perizinan secara daring.

Langkah ini sangat meningkatkan efisiensi regulasi dan mempercepat proses investasi. Selain itu, lanjutnya, Jokowi juga mendorong investasi asing dengan membuka sektor-sektor strategis yang sebelumnya tertutup atau terbatas bagi investor asing, seperti sektor infrastruktur dan teknologi.

"Kebijakan ini berhasil meningkatkan aliran modal asing ke Indonesia, memperkuat infrastruktur, dan menciptakan lapangan kerja baru. Meski ada peningkatan yang signifikan, terdapat beberapa kelemahan dalam kebijakan ekonomi Jokowi yang tercermin dalam Indeks Kebebasan Ekonomi," terangnya.

Menurut Denny, salah satunya birokrasi yang masih lambat dan kompleks juga menjadi tantangan bagi pelaku bisnis, terutama di tingkat lokal. Meskipun OSS telah membantu menyederhanakan proses perizinan, beberapa regulasi di tingkat daerah masih menjadi hambatan bagi investasi dan pertumbuhan usaha, yang pada akhirnya mempengaruhi skor kebebasan ekonomi.

"Berdasarkan analisis Indeks Kebebasan Ekonomi selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, dapat disimpulkan bahwa Jokowi berhasil meningkatkan kebebasan ekonomi di Indonesia," kata Denny.

Meski demikian, tambah dua, masih ada tantangan yang harus dihadapi, terutama dalam hal pengurangan ketergantungan pada pengeluaran publik dan penyederhanaan birokrasi di pusat dan tingkat daerah. Jika Reformasi ini dipertahankan dan diperdalam, Indonesia tidak hanya akan memperkuat pijakan ekonominya di kawasan tetapi juga membuktikan diri sebagai negara yang mampu menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan prinsip-prinsip kebebasan pasar global.

"Masa depan yang lebih stabil dan inklusif pun menjadi kemungkinan nyata, seiring kebijakan yang berakar pada keterbukaan dan efisiensi terus berkembang," pungkasnya
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1526 seconds (0.1#10.140)