MTI: Jangan Cuma Larang Mudik, Perhatikan Juga Nasib Perantau

Sabtu, 02 Mei 2020 - 11:52 WIB
loading...
MTI: Jangan Cuma Larang Mudik, Perhatikan Juga Nasib Perantau
Suasana Terminal Tipe A Indihiang di Indhiang, Kota Tasikasmalaya, Jawa Barat tampak lengang, Jumat 1 Mei 2020. Pemberlakuan PSBB di sejumlah daerah dan larangan mudik membuat terminal tersebut tidak beroperasi. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/wsj.
A A A
JAKARTA - Fenomena penawaran jasa mudik via media sosial (medsos) bukan hal yang baru. Kegiatan tersebut sudah berlangsung lama dari tahun-tahun sebelumnya.

Namun, jasa tersebut saat ini menjadi sorotan lantaran pemerintah resmi melarang mudik Lebaran sejak 24 April 2020. Kebijakan tersebut sebagai upaya memutus rantai penyebaran virus Corona (Covid-19).

Kepala Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, tidak bisa dipungkiri banyak perantau di Jabodetabek yang belum mendapatkan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Padahal kebutuhan hidup sehari-hari harus tetap terpenuhi.

“Persediaan hidup semakin menipis maka memilih pulang kampung dirasa lebih aman dan nyaman. Ketimbang hidup di perantauan tidak bisa makan sampai waktu kapan,” kata Djoko dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Sabtu (2/5/2020).

Menurut dia, wajar jika perantau yang belum sempat pulang ke kampung halaman ketika larangan mudik belum ditetapkan ingin pulang. Apalagi mereka tidak termasuk orang yang mendapat bansos dari pemerintah.(Baca Juga: Update RSD Wisma Atlet per 2 Mei: 724 Positif Corona, 33 PDP, 59 ODP)

Berdasar survei kedua Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Perhubungan pada April 2020, sekitar 24% warga masih berkeinginan mudik. Sudah ada penurunan 13% dibanding surve pertama yang berjumlah 37%.

Jika mencermati data pemudik 2019 yang totalnya sebanyak 18,34 juta orang, berarti ada 4,4 juta orang masih ingin mudik.(Baca Juga: Jabat Kadiv Humas Polri, Ini Sosok Brigjen Pol Argo Yuwono)

Djoko mendorong pemerintah tidak hanya melarang mudik, tetapi harus memberikan jalan keluar agar kehidupan perantau tetap terjamin hingga pandemi Covid-19 mereda.

“Jalan keluarnya membangun solidaritas sosial di kalangan masyarakat untuk menjaga warga masyarakat yang tidak mampu di wilayah Jabodetabek agar tidak mudik. Ada upaya memberikan pertolongan bagi perantau seperti ini, sehingga kehidupan selama berada di perantauan tetap terbangun,” tuturnya.

Djok berharap ada crisis centre untuk mewadahi permasalahan warga perantauan di wilayah Jabodetabek yang mengalami masalah kemampuan finansial. Merek sudah tidak memiliki biaya untuk makan sehari-hari dan membayar sewa atau kontrak tempat penginapan.

“Jika dibebankan ke pemda di wilayah Jabodetabek cukup memberatkan. Mengurus warganya sendiri juga belum tentu tuntas. Perlu kerja sama antara pemda di Jabodetabek dengan pemerintah pusat dan Pemda asal para perantau ini,” katanya.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.9561 seconds (0.1#10.140)