Evidence Base Policy
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
PEMERINTAHAN baru, sebentar lagi (20 Oktober 2024) akan dilantik dan tentu diharapkan langsung tancap gas. Dari berita yang beredar (walaupun tidak resmi, tetapi semakin banyak beritanya, jumlah kementerian dan Lembaga akan bertambah, tentu dengan harapan capaian yang lebih baik dan lebih tinggi dari pemerintahan saat ini.
Kabinet Prabowo nantinya tentu akan melanjutkan dan bahkan melakukan akselerasi untuk beberapa program, dalam usaha mewujudkan janji politik menjadi program nyata. Langkah awal tentunya penerapan kebijakan yang berbasis bukti atau data yang akurat (Evidence Base Policy) dalam menyusun program-program dalam mewujudkan janji politik agar direalisasikan untuk mencapai kesejahteraan.
Beberapa janji presiden Prabowo yang sangat ditunggu tentu adalah makan siang gratis, yang diharapkan merupakan program breakthrough (terobosan) dalam pengurangan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem. Pengalaman negara lain, terutama RRC, pembagian makan siang/pagi sudah berjalan dengan baik dan terorganisir dengan baik.
Bagi Indonesia, perlibatan UMKM, pemerintah daerah (sub-national government) maupun lembaga pusat yang di daerah, akan semakin baik dalam konteks penyediaan, pengantaran (delivery) maupun pemberdayaan. Untuk itu, saya yakin tim presiden sudah melakukan kajian yang detil dan terukur untuk menjalankan pemberian makan gratis ini.
Tentu pro kontra, akan selalu ada dan normal dalam iklim yang demokratis. Sepanjang data penerima dan tata kelola sudah disiapkan dengan baik, maka program ini tentu akan sangat baik bagi penanganan kemiskinan dan peningkatan kualitas gizi masyarakat.
Pengalaman Penanganan Covid-19
Selama penanganan Covid-19, pemerintah sudah membuktikan bagaimana kebijakan yang dibuat berbasis kajian dan data (tentang pergerakan barang/produk, manusia) telah mampu mengurangi jumlah korban yang berlebihan. Termasuk, membantu pemerintah untuk memberikan sistem insentif dalam perpajakan termasuk wilayah mana yang perlu dibantu, mengingat semua serba terbatas (ada PSBB) dan pembatas lainnya.
Melalui basis data yang lebih baik, tentu kualitas kebijakan akan lebih baik. Hal ini terbukti kita merupakan salah satu negara dengan penanganan covid terbaik.
Pada saat awal Covid-19, banyak pihak sedikit kalang kabut diawal kemunculannya. Karena baru disadari krisis Kesehatan (covid) ternyata sudah mulai menyerang sosial dan ekonomi, dan ini merupakan kejadian baru yang dihadapi oleh pemerintah dan Masyarakat.
Saat itulah, pendataan tentang keluarga miskin (per Alamat) serta industri yang masih produktif dianalisis. Termasuk, muncul kesadaran bahwa keualitas data yang dimiliki negara masih tersebar dan beragam kualitasnya.
Penanganan yang terukur dan tepat, karena di-support data menjadikan efektifitas kebijakan dapat dirasakan secara langsung dan cepat. Untuk itu, pemerintah membuat usulan “satu data” yang akan sangat membantu, karena adanya integrasi data dari berbagai kementrian, lembaga maupun masyarakat.
Akurasi Tindakan
Pengalaman pengelolaan Covid-19 yang berhasil, memberikan pelajaran tentang akurasi dan kecepatan kebijakan menjadi sangat penting. Proses perumusan kebijakan dituntut sangat reaktif dengan bekal data yang (semestinya) transparan, terukur, efektif, dan efisien.
Beberapa langkah kuratif dalam pelaksanaan kebijakan, terbukti belum cukup efektif untuk membendung laju persebaran Covid-19, hingga pemerintah perlu lebih mengefektifkan pencegahan yang juga sudah dilakukan di daerah-daerah. Salah satu penyebabnya, bisa jadi karena data sebagai dasar pembuatan kebijakan, tidak lagi sesuai dengan kondisi riil di lapangan, mengingat cepatnya perubahan. Oleh karena itu, ketersediaan big data semestinya bisa mendukung perumusan kebijakan agar kinerjanya lebih akurat.
Big data untuk melihat kinerja pelaku ekonomi (UMKM) sempat dilakukan oleh platform digital Qasir dalam menganalisis kondisi ekonomi secara real time di Malang Raya. Qasir mampu meng-captures beberapa gambaran riil dari hasil olah big data sebagai bahan risetnya.
Hingga akhirnya mereka menghasilkan luaran yang menurut penulis sangat representatif dengan kondisi yang ada. Terutama terkait perubahan perilaku dan dinamika lingkungan bisnis selama Covid-19 berjalan.
Pemerintahan baru nanti, kita berharap memanfaatkan pengolahan hasil big data untuk melihat dinamika bisnis setiap hari. Pemerintah bisa memberikan kebijakan baik fiskal maupun moneter yang lebih tepat, dan bagi para pengusaha hasil analisis ini bisa menjadi alert untuk terus waspada akan ancaman pada bisnis mereka.
Berkaca dari pengalaman tersebut, penting bagi pemerintah untuk terus memperbaiki kualitas data yang selama ini ada. Semakin baik dan akurat data yang dimiliki, tentu kebijakan yang dibuat semakin berkualitas dan efektif dalam menyelesaikan permasalahan.
Apalagi jika kita lihat kebijakan pemerintah baru yang didominasi oleh keberpihakan, subsidi, tentu memerlukan data yang baik. Jika tidak maka kekisruhan akan timbul karena ketidak tepatan penerima bantuan, atau subsidi yang tidak tepat sasaran.
Terakhir, pemanfaatan data, terutama big data, serta dan bukti aktual yang dibangun berdasarkan analisis yang tepat dan detail, akan sangat membantu dan mendesak bagi penyusunan desain kebijakan yang berkualitas dan berorientasi pada tujuan. Memang perubahan itu Sunnatullah, tidak ada yang kekal di dunia ini, semua pasti berubah atau berakhir.
Namun sebagai makhluk Tuhan, kita diberikan akal, tenaga untuk terus berikhtiar dan memberikan upaya terbaik bagi kesejahteraan manusia, kita semua. Wallahu’alam.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
PEMERINTAHAN baru, sebentar lagi (20 Oktober 2024) akan dilantik dan tentu diharapkan langsung tancap gas. Dari berita yang beredar (walaupun tidak resmi, tetapi semakin banyak beritanya, jumlah kementerian dan Lembaga akan bertambah, tentu dengan harapan capaian yang lebih baik dan lebih tinggi dari pemerintahan saat ini.
Kabinet Prabowo nantinya tentu akan melanjutkan dan bahkan melakukan akselerasi untuk beberapa program, dalam usaha mewujudkan janji politik menjadi program nyata. Langkah awal tentunya penerapan kebijakan yang berbasis bukti atau data yang akurat (Evidence Base Policy) dalam menyusun program-program dalam mewujudkan janji politik agar direalisasikan untuk mencapai kesejahteraan.
Beberapa janji presiden Prabowo yang sangat ditunggu tentu adalah makan siang gratis, yang diharapkan merupakan program breakthrough (terobosan) dalam pengurangan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem. Pengalaman negara lain, terutama RRC, pembagian makan siang/pagi sudah berjalan dengan baik dan terorganisir dengan baik.
Bagi Indonesia, perlibatan UMKM, pemerintah daerah (sub-national government) maupun lembaga pusat yang di daerah, akan semakin baik dalam konteks penyediaan, pengantaran (delivery) maupun pemberdayaan. Untuk itu, saya yakin tim presiden sudah melakukan kajian yang detil dan terukur untuk menjalankan pemberian makan gratis ini.
Tentu pro kontra, akan selalu ada dan normal dalam iklim yang demokratis. Sepanjang data penerima dan tata kelola sudah disiapkan dengan baik, maka program ini tentu akan sangat baik bagi penanganan kemiskinan dan peningkatan kualitas gizi masyarakat.
Pengalaman Penanganan Covid-19
Selama penanganan Covid-19, pemerintah sudah membuktikan bagaimana kebijakan yang dibuat berbasis kajian dan data (tentang pergerakan barang/produk, manusia) telah mampu mengurangi jumlah korban yang berlebihan. Termasuk, membantu pemerintah untuk memberikan sistem insentif dalam perpajakan termasuk wilayah mana yang perlu dibantu, mengingat semua serba terbatas (ada PSBB) dan pembatas lainnya.
Melalui basis data yang lebih baik, tentu kualitas kebijakan akan lebih baik. Hal ini terbukti kita merupakan salah satu negara dengan penanganan covid terbaik.
Pada saat awal Covid-19, banyak pihak sedikit kalang kabut diawal kemunculannya. Karena baru disadari krisis Kesehatan (covid) ternyata sudah mulai menyerang sosial dan ekonomi, dan ini merupakan kejadian baru yang dihadapi oleh pemerintah dan Masyarakat.
Saat itulah, pendataan tentang keluarga miskin (per Alamat) serta industri yang masih produktif dianalisis. Termasuk, muncul kesadaran bahwa keualitas data yang dimiliki negara masih tersebar dan beragam kualitasnya.
Penanganan yang terukur dan tepat, karena di-support data menjadikan efektifitas kebijakan dapat dirasakan secara langsung dan cepat. Untuk itu, pemerintah membuat usulan “satu data” yang akan sangat membantu, karena adanya integrasi data dari berbagai kementrian, lembaga maupun masyarakat.
Akurasi Tindakan
Pengalaman pengelolaan Covid-19 yang berhasil, memberikan pelajaran tentang akurasi dan kecepatan kebijakan menjadi sangat penting. Proses perumusan kebijakan dituntut sangat reaktif dengan bekal data yang (semestinya) transparan, terukur, efektif, dan efisien.
Beberapa langkah kuratif dalam pelaksanaan kebijakan, terbukti belum cukup efektif untuk membendung laju persebaran Covid-19, hingga pemerintah perlu lebih mengefektifkan pencegahan yang juga sudah dilakukan di daerah-daerah. Salah satu penyebabnya, bisa jadi karena data sebagai dasar pembuatan kebijakan, tidak lagi sesuai dengan kondisi riil di lapangan, mengingat cepatnya perubahan. Oleh karena itu, ketersediaan big data semestinya bisa mendukung perumusan kebijakan agar kinerjanya lebih akurat.
Big data untuk melihat kinerja pelaku ekonomi (UMKM) sempat dilakukan oleh platform digital Qasir dalam menganalisis kondisi ekonomi secara real time di Malang Raya. Qasir mampu meng-captures beberapa gambaran riil dari hasil olah big data sebagai bahan risetnya.
Hingga akhirnya mereka menghasilkan luaran yang menurut penulis sangat representatif dengan kondisi yang ada. Terutama terkait perubahan perilaku dan dinamika lingkungan bisnis selama Covid-19 berjalan.
Pemerintahan baru nanti, kita berharap memanfaatkan pengolahan hasil big data untuk melihat dinamika bisnis setiap hari. Pemerintah bisa memberikan kebijakan baik fiskal maupun moneter yang lebih tepat, dan bagi para pengusaha hasil analisis ini bisa menjadi alert untuk terus waspada akan ancaman pada bisnis mereka.
Berkaca dari pengalaman tersebut, penting bagi pemerintah untuk terus memperbaiki kualitas data yang selama ini ada. Semakin baik dan akurat data yang dimiliki, tentu kebijakan yang dibuat semakin berkualitas dan efektif dalam menyelesaikan permasalahan.
Apalagi jika kita lihat kebijakan pemerintah baru yang didominasi oleh keberpihakan, subsidi, tentu memerlukan data yang baik. Jika tidak maka kekisruhan akan timbul karena ketidak tepatan penerima bantuan, atau subsidi yang tidak tepat sasaran.
Terakhir, pemanfaatan data, terutama big data, serta dan bukti aktual yang dibangun berdasarkan analisis yang tepat dan detail, akan sangat membantu dan mendesak bagi penyusunan desain kebijakan yang berkualitas dan berorientasi pada tujuan. Memang perubahan itu Sunnatullah, tidak ada yang kekal di dunia ini, semua pasti berubah atau berakhir.
Namun sebagai makhluk Tuhan, kita diberikan akal, tenaga untuk terus berikhtiar dan memberikan upaya terbaik bagi kesejahteraan manusia, kita semua. Wallahu’alam.
(poe)