Ketahanan Pangan Jangka Pendek Aman

Jum'at, 28 Agustus 2020 - 07:28 WIB
loading...
Ketahanan Pangan Jangka Pendek Aman
Selain berbicara peluang ekspor di masa pandemi ini, pihak Kementan memandang perlunya meninjau bea masuk impor komoditas pangan alias dinaikkan.Ilustrasi/SINDOnews
A A A
LUPAKAN sejenak resesi ekonomi yang mengancam perekonomian nasional. Ada masalah yang tak kalah memprihatinkan selain resesi ekonomi adalah sejauhmana ketahanan pangan ke depan untuk jangka pendek. Syukur, pemerintah dalam hal ini Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, menyatakan menjamin pasokan makanan seperti beras dan berbagai komoditas lainnya dalam kondisi aman. Tidak hanya itu, mantan gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) tersebut telah menyiapkan upaya menjaga pasokan makanan selama dua tahun apabila pandemi Covid-19 terus berlanjut.

Seperti apakah gerangan upaya pria yang lebih akrab dipanggil dengan sebutan SYL untuk menyiapkan ketersediaan pasokan pangan selama dua tahun ke depan? Setidaknya, terdapat empat upaya yang telah dirumuskan dan tinggal diimplementasikan. Pertama, butuh perluasan lahan pertanian padi sebanyak 200.000 hektare (Ha), sekaligus memaksimalkan musim tanam (MT). Kedua, perluasan lahan diarahkan ke daerah-daerah tertentu yang masih mengalami defisit pangan selama ini, seperti Sumatera. Ketiga, menggenjot diversifikasi komoditas pangan tahun depan. Keempat, penguatan lumbung pangan di wilayah provinsi dan kabupaten.

Dalam suasana pandemi Covid-19 adalah sebuah momentum untuk menumbuhkembangkan sektor pertanian yang selama ini cenderung terabaikan. Faktanya, impor pangan selama ini selalu mendominasi padahal Indonesia punya kemampuan sebaliknya. Ekspor pangan Indonesia yang sudah mendunia, di antaranya yang paling dikenal adalah komoditas kakao dan kopi. Padahal, komoditas pangan yang bisa dilempar ke pasar global sangat beragam jenisnya. Kuncinya, sebagaimana dibeberkan Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga, tergantung pada inovasi dalam berbagai aspek mulai dari pengolahan, pemasaran hingga kemasan.

Memang, menembus pasar ekspor dibutuhkan standard tertentu. Misalnya, dari sisi pengolahan harus berdasarkan standard yang ditetapkan negara yang menjadi sasaran ekspor. Dan, standar negara tujuan ekspor berbeda-beda, mulai dari standard kesehatan hingga ekologis yang harus diikuti pemasok. Lalu, dalam pemasaran dibutuhkan pendekatan secara komprehensif, yang didukung pengemasan sehingga memenuhi standard dan ekspektasi konsumen negara yang dituju. Selain itu, sejumlah perjanjian perdagangan antar negara yang memberi kemudahan jangan dibiarkan berlalu.

Pihak Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim sektor pertanian menjadi salah satu penopang utama perekonomian nasional dalam masa pendemi virus korona ini, karena relatif tidak terdampak serius dibanding sektor lainnya, seperti sektor pariwisata dan transportasi. Bila merujuk data terbaru yang dipublikasi Badan Pusat Statistik (BPS), klaim pihak Kementan bukanlah sekadar isapan jempol. Faktanya, ekspor pertanian meningkat pada Juli lalu sebesar 24,10% dibanding Juni 2020 dan secara tahunan meningkat 11,17%. Kenaikan tersebut menjadikan ekspor sektor pertanian lebih signifikan dibanding sektor minyak dan gas (migas) serta industri pengolahan dan pertambangan.

Selain berbicara peluang ekspor di masa pandemi ini, pihak Kementan memandang perlunya meninjau bea masuk impor komoditas pangan alias dinaikkan. Menteri Pertanian SYL mengaku usulan kenaikan bea masuk tersebut sudah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, komoditas pangan impor yang harganya lebih murah membuat komoditas sejenis untuk produksi dalam negeri tidak bisa bersaing. Ke depan, SYL berharap sejumlah komoditas pangan sudah bisa berbicara di pasar global menyusul program diversifikasi komoditas pangan yang mulai dijalankan tahun depan.

Kembali kepada masalah ketahanan pangan, dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 disebutkan anggaran ketahanan pangan mencapai sebesar Rp104,2 triliun. Anggaran sebesar itu guna mendorong produksi komoditas pangan melalui pembangunan sarana prasarana dan penggunaan teknologi, revitalisasi sistem pangan nasional dengan memperkuat korporasi petani dan nelayan, distribusi pangan, serta pengembangan kawasan pangan berskala luas (food estate) untuk meningkatkan produktivitas pangan. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan.

Saat ini, pemerintah sudah membangun kawasan food estate di Kalimantan Tengah. Sebagai tahap awal, program pemerintah yang dikomandoi Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, akan melakukan intensifikasi lahan di kawasan eks pengembangan lahan gambut seluas 30.000 Ha. Harapannya, kehadiran food estate bisa mendorong pemenuhan ketahanan pangan dari hulu sampai hilir. Pengelolaan food estate jauh dari cara manual dengan menggunakan teknologi modern melalui kecanggihan digital. Bersyukur, langkah pemerintah menyiapkan ketahanan pangan ke depan terutama dalam jangka pendek ini jelas dan tegas. Hanya saja, kita berharap, implementasi di lapangan tidak mandek. Sebab sudah menjadi rahasia umum di negeri ini antara program dan aktualisasi di lapangan sering kali berseberangan jalan.
(ras)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0733 seconds (0.1#10.140)