Komisi II Ingin Kaji Lagi PP 77/2019 karena Picu Kontroversi

Selasa, 26 November 2019 - 07:15 WIB
Komisi II Ingin Kaji Lagi PP 77/2019 karena Picu Kontroversi
Komisi II Ingin Kaji Lagi PP 77/2019 karena Picu Kontroversi
A A A
JAKARTA - Lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77/2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan Terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan mengundang kritikan banyak kalangan. PP tersebut dinilai berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM), khususnya bagi kalangan aparatur sipil negara (ASN).

Salah satu poin krusial dari PP 77/2019 adalah adanya pembatasan rigid bagi ASN dalam melakukan aktivitas di media sosial. Selain itu PP 77/2019 menyebutkan ciri-ciri khusus orang yang diduga kuat terpapar radikalisme. Masalahnya, ciri-ciri yang termuat dalam PP tersebut berpotensi menimbulkan salah paham di kalangan masyarakat.

“Pertama, dalam situasi yang sekarang, kita semua kan baru selesai pemilu, suasananya masih kondusif saya kira kita berharap suasana kondusif ini bisa turut terjaga sampai lima tahun mendatang dalam pemerintahan Pak Joko Widodo,” kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.

Menurut Doli, setiap hal yang bisa menimbulkan pro-kontra atau hal-hal yang sensitif karena berkaitan dengan kehidupan beragama seseorang tentu harus dikaji lebih dalam dan serius. Karena itu, pihaknya akan mendalami lahirnya PP 77/2019 ini dengan mitra kerja terkait.

Terlebih, PP ini mengamanatkan untuk diterbitkannya surat keputusan bersama (SKB) di sejumlah kementerian/lembaga (K/L) yang diinisiasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

“Kami akan mengundang secara khusus Menpan-RB dan Mendagri, dan memang Mendagri sudah dijadwalkan tanggal 28 November ini mungkin ini akan jadi salah satu yang akan kami angkat. Intinya, kami ingin setiap peraturan itu lahir peraturan yang menyejukkan yang bisa menjaga kondusivitas, tidak kemudian mengundang kontroversi, apalagi di masyarakat,” ujarnya.

Menurut Doli, dalam rapat tersebut, Komisi II akan meminta penjelasan kepada dua menteri tersebut soal lahirnya poin-poin dalam PP 77/2019 itu. Dia melihat bahwa poin-poinnya terindikasi bertentangan dengan HAM. Terlebih, soal definisi atau ciri-ciri dari orang yang terpapar radikalisme itu yang menurutnya perlu dijelaskan secara gamblang.

“Saya yakin Pak Presiden akan bisa mendengarkan itu dan kita berharap kalau banyak masukan, dari masyarakat untuk merevisi peraturan pemerintah itu saya kira nanti pemerintah akan mendengarkan,” tutur Doli. Terlebih soal SKB, politikus Partai Golkar ini khawatir bahwa dengan SKB itu bisa mengganggu kerja ASN karena ekspresinya dibatasi dan kebebasan masyarakat juga terkungkung.

Bagaimana jika dia mengomentari secara baik hal-hal yang dianggap radikalisme itu, kemudian tetap menjadi masalah hukum. “Ini kan baru terbit PP-nya, kami akan pelajari dan kami nanti akan dalami kami nanti akan tanya mitra kerja kami masalah itu,” imbuh Doli. Karena itu, Doli menambahkan apakah dalam pembuatan PP tersebut tidak dilakukan dialog dengan kelompok-kelompok masyarakat, didengarkan masukan-masukannya.

Meski begitu, dia meyakini bahwa dengan terbitnya PP dan SKB ini tidak harus kemudian diikuti dengan tindakan-tindakan yang berlebihan atau represif. Toh, akan ada tenggat untuk melakukan uji publik untuk mendengar masukan-masukan masyarakat. “Dan saya kira pemerintah juga bisa terbuka menerima masukan dan melanjutkan dengan dialog. Masukan itu positif Pak Jokowi akan terbuka untuk revisi,” tandasnya.

Ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mudjahid berpandangan bahwa ketentuan tersebut membuatnya teringat dengan ASN pada zaman Orba yang saat itu ASN diatur dengan sangat ketat. “Ya benar sekali, ya saya jadi teringat pegawai negeri zaman Orde Baru. Nanti jangan-jangan, nanti pemilu pun dilaksanakan di kantornya.

Sekarang sudah ada gejala begitu, padahal kita bersemangat reformasi itu adalah menuju alam demokrasi yang lebih hebat, kebebasan berpendapat, kebebasan menentukan sikap, kebebasan memilih sikap politik, ini sesuatu yang harus kita waspadai sebuah kemunduran dari rezim ini menuju ke rezim yang selama ini dengan kata-katanya kita gulingkan (era Soeharto),” katanya kemarin.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6258 seconds (0.1#10.140)