Pengamat Kebijakan Publik: Kabinet Baru Momentum Zaken Kabinet

Kamis, 17 Oktober 2019 - 08:40 WIB
Pengamat Kebijakan Publik: Kabinet Baru Momentum Zaken Kabinet
Pengamat Kebijakan Publik: Kabinet Baru Momentum Zaken Kabinet
A A A
JAKARTA - Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) akan segera mengumumkan susunan kabinet baru pada periode kedua kepemimpinannya. Kabinet baru ini diharapkan menjadi momentum lahirnya zaken kabinet. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah berpendapat, susunan kabinet yang akan dibentuk Jokowi sebaiknya banyak berasal kalangan profesional.

Hal itu perlu dilakukan agar tidak ada beban politik dalam menjalankan pemerintahan nanti. Dia tidak menampik bahwa suara dari partai politik (parpol) pendukung juga harus diakomodasi. Namun, dia berharap proporsi menteri yang akan dibentuk nanti itu adalah 60% dari kalangan profesional, dan 40% dari parpol. ”Kalau menurut saya, 60%-40%. Kalau bisa syukur-syukur Pak Jokowi bisa tekan sampai 70%-30%,” ujar Trubus.
Trubus menjelaskan, jatah pejabat yang akan mengisi pos-pos kementerian dari parpol harus dikurangi, sebab fungsi menteri adalah pembantu presiden yang tugasnya harus searah dengan kebijakan yang ditetapkan presiden. Seperti apa kalangan profesional yang cocok, Trubus menuturkan, jika dari segi usianya Jokowi bisa merekrut dari profesional berumur 35-40 tahun dan maksimal berusia 60 tahun.
Sehingga, mereka pun masih bisa produktif menunaikan kewajibannya memimpin instansi pemerintah. Trubus menilai, kalangan profesional yang bisa dipilih Jokowi bisa dari kalangan intelektual atau akademisi, karena mereka cenderung lebih netral. Kalaupun bukan akademisi, Jokowi bisa mengambil tokoh publik dari kalangan riset atau akademisi yang sudah dikenal publik.

Trubus menilai, beberapa kementerian yang perlu diisi oleh kalangan profesional seperti kementerian pendidikan, kementerian perdagangan, kementerian luar negeri, serta kementerian komunikasi dan informatika. Bahkan, kementerian pendayagunaan aparatur negara pun diharapkan bisa diambil dari kalangan profesional. Trubus mengatakan, presiden memang memiliki hak prerogatif untuk menentukan susunan kabinet.

Namun, masalahnya di Indonesia sendiri sistem pemerintahannya adalah sistem presidensial multi partai. Akan tetapi, disamping keberanian Jokowi untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan, fase pembentukan kabinet baru yang mengutamakan profesional ini akan menjadi momentum keberanian Jokowi dalam menentukan apa yang terbaik bagi bangsa dan negara.

“Kalaupun Jokowi ingin mengakomodasi personal dari parpol, hal itu bisa dilakukan dengan menempatkannya sebagai wakil menteri,” ujar Trubus. Sementara pengamat dari Center of Education Regulation and Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji berpendapat, susunan kabinet baru nanti jangan menjadi ajang bagi-bagi kursi menteri saja.

Namun, pemerintahan baru di bawah Jokowi-Ma’ruf Amin harus menjadi momentum lahirnya zaken cabinet. Yakni, susunan kabinet yang diisi oleh figur para profesional yang memiliki kompetensi dan kapasitas di bidangnya.

”Hal ini penting diingatkan di tengah gejala lahirnya koalisi besar. Sebagaimana dinyatakan Jokowi sendiri saat kampanye lalu, bahwa dia tanpa beban menatap periode kepresidenannya yang kedua ini. Penegasan itu hendaknya bisa diwujudkan dalam pembentukan atau pemilihan para menteri kabinet,” kata Indra.

Indra menuturkan, zaken cabinet ini secara khusus harus terwujud di pos-pos kementerian strategis yang mendukung program prioritas pembangunan SDM unggul. Dia menilai pemetaan ini sangat penting karena selain menjadi fokus pemerintahan lima tahun ke depan, juga dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing nasional serta membendung paham radikalisme yang mengkhawatirkan saat ini.

Misalnya saja untuk bidang pendidikan, dia menggambarkan, Jokowi harus bisa mencari figur yang sangat serius menjalankan tugas dan terlihat hasilnya. “Jika Pak Jokowi serius dalam program pembangunan SDM, harus dicari figur seperti Pak Basuki Hadimulyono untuk bidang pendidikan. Artinya, orang yang sangat serius dalam menjalankan tugas dan terlihat hasilnya,” jelasnya.

Dia pun berharap, untuk posisi mendikbud dan menristek dikti sudah saatnya menanggalkan tradisi jatah untuk parpol atau ormas tertentu. Namun, posisi kedua menteri ini harus mencerminkan zaken cabinet atau menteri yang bertanggung jawab pada pendidikan.

Sebab, kedua menteri ini memiliki tugas dan fungsi tidak hanya untuk elemen penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga membangun akhlak, mental, dan jati diri generasi penerus, apalagi di tengah arus besar radikalisme. Sebelum itu, berdasarkan hasil survei Alvara Research Center, pada periode pertama pemerintahan Jokowi, lima peringkat teratas menteri terbaik semua berasal dari kalangan profesional.

Mereka adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Selain itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga masuk dalam jajaran lima teratas.

CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali menjelaskan, survei dilakukan menggunakan multi-stage random sampling dengan 1.800 responden berusia 14-55 tahun di 34 provinsi. Sementara tingkat kepercayaannya mencapai 95% dan rentang margin of error sebesar 2,35%. Ini berarti masyarakat mengakui kinerja menteri berlatar belakang profesional.

Hasan juga menilai positif rencana Jokowi yang akan memberikan porsi 55% menteri ke kalangan profesional murni, dan 45% ke parpol. Sebab, jika porsinya lebih banyak dari parpol dikhawatirkan akan ada hambatan psikologis dan tidak leluasa dalam membuat kebijakan. Apalagi, tantangan ekonomi ke depan lebih berat dari kondisi sekarang.

Hal senada diungkapkan Direktur Indostrategi Arif Nurul Imam. Dia menilai menteri dari kalangan profesional akan lebih loyal kepada Jokowi dan berdedikasi tinggi terhadap tanggung jawabnya. ”Menteri dari kalangan profesional tidak punya loyalitas ganda antara parpol dan presiden. Dia akan loyal ke presiden saja,” jelas Arif di Jakarta, Selasa (15/10).

Dia menilai, ada sejumlah kementerian yang harus dikomandani menteri dari kalangan profesional, misalnya Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kemenkum HAM, Jaksa Agung, Kemendikbud, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian BUMN. ”Kelebihan menteri dari profesional, jelas mereka lebih kompeten dan bebas dari kepentingan politik parpol, sehingga akan bekerja maksimal untuk menjalankan visi Pak Jokowi,” lanjutnya.

Sebagai catatan pada Kabinet Indonesia Kerja periode 2014-2019, dari 34 menteri yang membantu pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, sebanyak 20 menteri berasal dari kalangan profesional, sementara 14 menteri merupakan perwakilan parpol.

Sementara itu, dalam bursa calon menteri dari profesional, nama mantan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-KH Ma’ruf Amin mencuat sebagai salah satu kandidat potensial. Erick Thohir digadang-gadang mengisi salah satu pos kementerian strategis.

Direktur Suropati Syndicate Shujahri menanggapi hal tersebut sebagai langkah yang tepat meskipun ada segelintir orang yang tidak sepakat dan menganggap Erick Thohir tidak konsisten. “Kalau ibu pertiwi yang minta semua anak bangsa wajib mengiyakan, ini bukan persoalan niatan individu. Menjadi menteri itu berarti menjadi pembantu Presiden. Presiden yang dipilih rakyat untuk melayani rakyat. Berarti ketika ditunjuk menjadi menteri itu yang tunjuk rakyat,” katanya.

Lebih lanjut alumni S2 Ilmu Politik Universitas Indonesia ini menambahkan, pembantu Presiden itu wajib punya kualifikasi tersendiri. Bagi Shujahri, Erick masuk kategori sangat layak karena profesionalisme dalam menjalankan tugas serta integritas yang selama ini ditunjukkannya.

Modal yang dimiliki Erick ini justru yang membuat dia layak mengisi pos kementerian strategis. “Justru problem di kementerian-kementerian strategis itu karena mereka punya banyak tenaga expert, tapi manajemennya tidak profesional serta kurang berintegritas,” jelasnya.Terkait penyusunan kabinet, Presiden Jokowi sempat mengungkapkan bahwa kabinet mendatang akan didominasi dari kalangan profesional. Bahkan, dia menyebut komposisi kabinet murni hak prerogatifnya. “Kamu tahu ndak kabinet itu apa? Kabinet itu hak prerogatif presiden. Menteri itu adalah hak prerogatif presiden,” katanya.

Dia mengatakan, kabinet mendatang 55% akan diisi oleh kalangan profesional. Sementara sisanya dari partai politik. ”Iya 55% profesional, 45% dari partai,” tuturnya. Namun, sepertinya ada kemungkingkinan Presiden Jokowi mengakomodir lebih banyak kader-kader partai di kabinetnya.

Hal itu terlihat dari pertemuan akhir-akhir ini dengan ketua umum partai politik seperti Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.

Jokowi mengakui pertemuan-pertemuan tersebut memang membahas koalisi meskipun belum sampai kata final. “Tadi saya sudah saya sampaikan belum final. Nanti kalau sudah final baru kita sampaikan berdua lagi,” ungkapnya seusai bertemu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Sebenarnya, Jokowi sempat mengatakan telah menuntaskan susunan kabinet periode mendatang. Namun, dia mengakui bahwa adanya perubahan susunan tersebut sangatlah mungkin terjadi dengan beberapa pertimbangan. Termasuk, pertimbangan setelah bertemu ketua umum partai politik.

“Ya,” tuturnya singkat. Jokowi dalam beberapa kesempatan juga memberikan bocoran bahwa kabinetnya akan diisi dari unsur Papua. Di kabinet saat ini menteri yang berasal Papua adalah Yohana Yembise. “Saya pastikan ada. (Jumlahnya) nanti dilihat,” ujarnya.

Baru-baru ini pun, Jokowi menyebut masih akan ada wajah-wajah lama yang akan menghiasi kabinet mendatang. “Ya adalah (menteri lama). Yang lama ada, yang baru banyak,” katanya. Namun, saat ditanya berapa jumlah menteri yang akan dipertahankan, Jokowi tak memberi jawaban pasti. Termasuk, jadwal pengumuman susunan kabinetnya. “Ya, secepatnya setelah pelantikan,” tuturnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5625 seconds (0.1#10.140)