KPK Sita Aset Wawan di Indonesia dan Australia Senilai Rp500 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Setelah lima tahun penyidikan akhirnya KPK berhasil merampungkan berkas kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tersangka Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan . Selama proses penyidikan, KPK berhasil menyita Rp500 miliar aset milik Wawan yang tersebar di Indonesia dan Australia.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, hari ini penyidik KPK berhasil merampungkan penyidikan tiga kasus dengan tersangka Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama (BPP) Wawan. Tiga kasus tersebut yakni dugaan korupsi Alat Kesehatan (Alkes) Kedokteran Umum di Puskesmas Tangerang Selatan (Tangsel) Tahun Anggaran 2012.
Kedua, dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana kesehatan di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten Tahun Anggaran 2011-2013, dan dugaan TPPU. Khusus untuk dugaan TPPU tersangka Wawan, tutur Febri, penyidikannya dimulai pada 10 Januari 2014 dan diumumkan pada 13 Januari 2014.
Sementara status tersangka Wawan dalam sarana dan prasanara kesehatan Pemprov Banten diumumkan bersamaan dengan Ratu Atut Chosiyah (terpidana 5 tahun 6 bulan) selaku gubernur Banten pada 7 Januari 2014. Sedangkan untuk kasus alkes Tangsel status tersangka Wawan diumumkan pada 12 November 2013.
Febri menjelaskan, penyidikan tiga kasus tersangka Wawan membutuhkan waktu sekitar 5 tahun karena beberapa hal. Di antaranya, tim KPK harus mengidentifikasi secara rinci proyek-proyek yang dikerjakan, dugaan keuntungan yang didapatkan secara tidak semestinya, aliran dana, penelusuran aset yang berada di sejumlah lokasi dan kerja sama lintas negara. (Baca juga: Sejumlah sitaan KPK terkait TPPU Wawan)
"Terhitung Selasa, 8 Oktober 2019 KPK telah menyelesaikan penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dan dua kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka Wawan," tegas Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (8/10/2019) malam.
Fokus dari penanganan perkara TPPU tersangka Wawan adalah pada penelusuran arus uang sebagai bentuk upaya KPK mengembalikan aset yang dikorupsi ke negara (asset recovery). ”Sampai saat ini, KPK menyita sejumlah aset dengan nilai sekitar Rp500 miliar yang berada di Indonesia dan Australia,” katanya.
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini menjelaskan, penyidikan kasus dugaan TPPU tersangka Wawan dilakukan terhadap sejumlah kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi, yaitu dari proyek-proyek yang dikerjakan perusahaan Wawan yakni PT Bali Pasific Pragama dan perusahaan serta pihak terafiliasi lainnya dari 2006 sampai dengan 2013.
Diduga Wawan melalui perusahaannya telah mengerjakan sekitar 1.105 kontrak proyek dari pemerintah Provinsi Banten dan beberapa Kabupaten yang ada di Provinsi Banten dengan total nilai kontrak kurang lebih sebesar Rp6 triliun.
Febri membeberkan, KPK menemukan fakta-fakta bahwa Wawan diduga menggunakan PT BPP dan perusahaan lain yang terafiliasi telah melakukan cara-cara melawan hukum dan dengan memanfaatkan hubungan kekerabatan dengan pejabat gubernur dan bupati atau wali kota yang ada di Provinsi Banten untuk mendapatkan kontrak-kontrak tersebut.
Hal ini, tutur Febri, sejalan dengan kedudukan kakak kandung Wawan yakni Ratu Atut Chosiyah yang menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten 2002-2007 dan Gubernur Banten 2005-2014.
"Panjangnya rentang waktu antara 2006-2013, yakni sepanjang 7 tahun, membuat KPK membutuhkan waktu yang cenderung panjang mengumpulkan data terkait perkara ini. Termasuk data terkait dengan aset tersangka yang diduga berasal dari hasil tindak pidana yang TCW lakukan," ungkapnya.
Dia menggariskan, dalam penanganan kasus dugaan TPPU Wawan maka KPK juga membutuhkan kerja sama lintas negara karena ditemukan aset-aset yang berada di Australia. Selama kurun waktu 2014 hingga 2019, penyidik telah melakukan analisa atas aset-aset milik Wawan dan PT BPP serta perusahaan terafilliasi lainnya untuk membuktikan keterkaitannya dengan hasil kejahatan yang berasal dari keuntungan proyek dan unsur-unsur pasal tindak pidana korupsi dan TPPU.
Febri merinci, total aset sejumlah Rp500 miliar yang disita dalam proses penyidikan ini terbagi dalam tiga bagian utama. Pertama, uang tunai sebesar Rp65 miliar. Kedua, 68 unit kendaraan roda dua dan roda empat atau lebih. Ketiga, 175 unit rumah/apartemen/bidang tanah.
Untuk bagian ketiga, tersebar di berbagai lokasi. Masing-masing 7 unit apartemen di Jakarta dan sekitarnya, 4 unit tanah dan bangunan di Jakarta, 8 unit tanah dan bangunan di Tangerang Selatan dan Kota Tangerang, 1 unit tanah dan bangunan di Bekasi, 3 unit tanah di Lebak, 15 unit tanah dan peralatan AMP di Pandeglang, 111 unit tanah dan usaha SPBU di Serang, 5 unit tanah dan usaha SPBE di Bandung, 19 unit tanah dan bangunan di Bali, 1 unit apartemen di Melbourne, Australia dan 1 unit rumah di Perth, Australia
Untuk aset di Australia, Febri mengatakan, KPK menempuh proses Mutual Legal Assistance (MLA) untuk kebutuhan penanganan perkara. Dalam proses penyidikan tersebut KPK juga dibantu oeh Australian Federal Police (AFP) seperti dalam proses penyitaan aset sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Nilai aset yang berada di Australia saat pembelian tahun 2012-2013 adalah setara dengan total sekitar Rp41,14 miliar, yaitu rumah senilai AUD3,5 juta dan partemen di Melbourne senilai AUD800.000," ujarnya.
Febri memaparkan, kasus dugaan TPPU dan dua kasus dugaan korupsi tersangka Wawan merupakan hasil pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wawan, M Akil Mochtar, dan kawan-kawan pada Oktober 2013 terkait dengan pengurusan putusan perkara gugatan Pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi pada 2013.
Kini Wawan, Akil, telah menjadi terpidana kasus ini. Saat OTT, tim menyita uang tunai Rp1 miliar. Uang suap dari Wawan untuk Akil ini berasal dari PT BPP.
"Jadi berawal dari OTT suap Rp1 miliar dari Wawan pada M Akil Mochtar selaku Ketua Mahkamah Konstitusi, KPK mengembangkan perkara ini menelusuri proyek senilai Rp6 Triliun di Banten. Perkara ini juga menjadi salah satu contoh pengembangan OTT. Sehingga OTT tidak bisa dilihat hanya pada barang bukti yang ada pada saat kegiatan dilakukan, karena OTT justru bisa menjadi kotak pandora untuk menguak korupsi yang lebih besar," imbuhnya.
Dia menambahkan, sejak proses penyidikan dimulai hingga berkasnya rampung ada total 553 saksi yang diperiksa penyidik. "Persidangan direncanakan akan dilakukan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," ucap Febri.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, hari ini penyidik KPK berhasil merampungkan penyidikan tiga kasus dengan tersangka Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama (BPP) Wawan. Tiga kasus tersebut yakni dugaan korupsi Alat Kesehatan (Alkes) Kedokteran Umum di Puskesmas Tangerang Selatan (Tangsel) Tahun Anggaran 2012.
Kedua, dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana kesehatan di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten Tahun Anggaran 2011-2013, dan dugaan TPPU. Khusus untuk dugaan TPPU tersangka Wawan, tutur Febri, penyidikannya dimulai pada 10 Januari 2014 dan diumumkan pada 13 Januari 2014.
Sementara status tersangka Wawan dalam sarana dan prasanara kesehatan Pemprov Banten diumumkan bersamaan dengan Ratu Atut Chosiyah (terpidana 5 tahun 6 bulan) selaku gubernur Banten pada 7 Januari 2014. Sedangkan untuk kasus alkes Tangsel status tersangka Wawan diumumkan pada 12 November 2013.
Febri menjelaskan, penyidikan tiga kasus tersangka Wawan membutuhkan waktu sekitar 5 tahun karena beberapa hal. Di antaranya, tim KPK harus mengidentifikasi secara rinci proyek-proyek yang dikerjakan, dugaan keuntungan yang didapatkan secara tidak semestinya, aliran dana, penelusuran aset yang berada di sejumlah lokasi dan kerja sama lintas negara. (Baca juga: Sejumlah sitaan KPK terkait TPPU Wawan)
"Terhitung Selasa, 8 Oktober 2019 KPK telah menyelesaikan penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dan dua kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka Wawan," tegas Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (8/10/2019) malam.
Fokus dari penanganan perkara TPPU tersangka Wawan adalah pada penelusuran arus uang sebagai bentuk upaya KPK mengembalikan aset yang dikorupsi ke negara (asset recovery). ”Sampai saat ini, KPK menyita sejumlah aset dengan nilai sekitar Rp500 miliar yang berada di Indonesia dan Australia,” katanya.
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini menjelaskan, penyidikan kasus dugaan TPPU tersangka Wawan dilakukan terhadap sejumlah kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi, yaitu dari proyek-proyek yang dikerjakan perusahaan Wawan yakni PT Bali Pasific Pragama dan perusahaan serta pihak terafiliasi lainnya dari 2006 sampai dengan 2013.
Diduga Wawan melalui perusahaannya telah mengerjakan sekitar 1.105 kontrak proyek dari pemerintah Provinsi Banten dan beberapa Kabupaten yang ada di Provinsi Banten dengan total nilai kontrak kurang lebih sebesar Rp6 triliun.
Febri membeberkan, KPK menemukan fakta-fakta bahwa Wawan diduga menggunakan PT BPP dan perusahaan lain yang terafiliasi telah melakukan cara-cara melawan hukum dan dengan memanfaatkan hubungan kekerabatan dengan pejabat gubernur dan bupati atau wali kota yang ada di Provinsi Banten untuk mendapatkan kontrak-kontrak tersebut.
Hal ini, tutur Febri, sejalan dengan kedudukan kakak kandung Wawan yakni Ratu Atut Chosiyah yang menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten 2002-2007 dan Gubernur Banten 2005-2014.
"Panjangnya rentang waktu antara 2006-2013, yakni sepanjang 7 tahun, membuat KPK membutuhkan waktu yang cenderung panjang mengumpulkan data terkait perkara ini. Termasuk data terkait dengan aset tersangka yang diduga berasal dari hasil tindak pidana yang TCW lakukan," ungkapnya.
Dia menggariskan, dalam penanganan kasus dugaan TPPU Wawan maka KPK juga membutuhkan kerja sama lintas negara karena ditemukan aset-aset yang berada di Australia. Selama kurun waktu 2014 hingga 2019, penyidik telah melakukan analisa atas aset-aset milik Wawan dan PT BPP serta perusahaan terafilliasi lainnya untuk membuktikan keterkaitannya dengan hasil kejahatan yang berasal dari keuntungan proyek dan unsur-unsur pasal tindak pidana korupsi dan TPPU.
Febri merinci, total aset sejumlah Rp500 miliar yang disita dalam proses penyidikan ini terbagi dalam tiga bagian utama. Pertama, uang tunai sebesar Rp65 miliar. Kedua, 68 unit kendaraan roda dua dan roda empat atau lebih. Ketiga, 175 unit rumah/apartemen/bidang tanah.
Untuk bagian ketiga, tersebar di berbagai lokasi. Masing-masing 7 unit apartemen di Jakarta dan sekitarnya, 4 unit tanah dan bangunan di Jakarta, 8 unit tanah dan bangunan di Tangerang Selatan dan Kota Tangerang, 1 unit tanah dan bangunan di Bekasi, 3 unit tanah di Lebak, 15 unit tanah dan peralatan AMP di Pandeglang, 111 unit tanah dan usaha SPBU di Serang, 5 unit tanah dan usaha SPBE di Bandung, 19 unit tanah dan bangunan di Bali, 1 unit apartemen di Melbourne, Australia dan 1 unit rumah di Perth, Australia
Untuk aset di Australia, Febri mengatakan, KPK menempuh proses Mutual Legal Assistance (MLA) untuk kebutuhan penanganan perkara. Dalam proses penyidikan tersebut KPK juga dibantu oeh Australian Federal Police (AFP) seperti dalam proses penyitaan aset sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Nilai aset yang berada di Australia saat pembelian tahun 2012-2013 adalah setara dengan total sekitar Rp41,14 miliar, yaitu rumah senilai AUD3,5 juta dan partemen di Melbourne senilai AUD800.000," ujarnya.
Febri memaparkan, kasus dugaan TPPU dan dua kasus dugaan korupsi tersangka Wawan merupakan hasil pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wawan, M Akil Mochtar, dan kawan-kawan pada Oktober 2013 terkait dengan pengurusan putusan perkara gugatan Pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi pada 2013.
Kini Wawan, Akil, telah menjadi terpidana kasus ini. Saat OTT, tim menyita uang tunai Rp1 miliar. Uang suap dari Wawan untuk Akil ini berasal dari PT BPP.
"Jadi berawal dari OTT suap Rp1 miliar dari Wawan pada M Akil Mochtar selaku Ketua Mahkamah Konstitusi, KPK mengembangkan perkara ini menelusuri proyek senilai Rp6 Triliun di Banten. Perkara ini juga menjadi salah satu contoh pengembangan OTT. Sehingga OTT tidak bisa dilihat hanya pada barang bukti yang ada pada saat kegiatan dilakukan, karena OTT justru bisa menjadi kotak pandora untuk menguak korupsi yang lebih besar," imbuhnya.
Dia menambahkan, sejak proses penyidikan dimulai hingga berkasnya rampung ada total 553 saksi yang diperiksa penyidik. "Persidangan direncanakan akan dilakukan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," ucap Febri.
(cip)