Kinerja Disorot, Fahri Hamzah: Kinerja DPR Tak Bisa Hanya Dilihat dari Produk UU

Senin, 30 September 2019 - 15:08 WIB
Kinerja Disorot, Fahri...
Kinerja Disorot, Fahri Hamzah: Kinerja DPR Tak Bisa Hanya Dilihat dari Produk UU
A A A
JAKARTA - Kinerja DPR Periode 2014-2019 dari sisi legislasi dinilai kurang maksimal. Berdasarkan catatan dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), total RUU yang disahkan sebanyak 84 UU. Angka ini menurut catatan Formappi kalah jauh dibanding periode sebelumnya yang mencapai 125 UU. Kinerja legislasi per tahun pun menurut penghitungan Formappi paling banyak hanya mencapai 10 RUU.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, penilaian terhadap DPR seharusnya tidak dilihat hanya dari produk UU yang dihasilkan. Apalagi, dalam membahas sebuah RUU, DPR tidak bekerja sendirian, tapi juga bersama pemerintah. Tidak hanya itu, penolakan publik seperti yang belakangan terjadi, juga bisa berpengaruh terhadap produktivitas UU yang dihasilkan.

”RUU itu kadang-kadang ada yang disahkan, ada yang dibatalkan, ada yang ditunda, semua itu politik. Tak bisa kemudian kinerjanya (DPR) dihitung dengan begituan (jumlah UU), gitu lho,” ujar Fahri ditemui usai sidang paripurna terakhir di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, (30/9/2019).

Ke depan, kata Fahri, jika ini demokrasi di Indonesia lebih baik maka dasar penilaian kinerja DPR bukan dengan hanya melihat produk UU yang dihasilkan. ”Biarkan DPR itu punya dapil yang lebih kecil sehingga pemilihnyalah yang mengntrol anggota dewan. Sehingga, dia tidak dipilih lagi kalau kinerjanya dipantau oleh daerah pemilihannya tak bagus. Tapi kalau dia sudah dipilih, kasih dia kelebihan dan keutamaan, itu sebenarnya demokrasi kita. Jadi jangan (produk UU) dipotong di ujung,” paparnya.

Fahri menyebutkan, di akhir masa tugas DPR periode 2014-2019, sebenarnya ada 10 RUU yang hendak disahkan, namun akhirnya batal karena adanya penolakan dari pemerintah dan publik. Salah satu yang ditolak publik adalah UU KUHP. ”Itulah yang saya bilang, (pembahasan) RUU itu di Indonesia punya masalah. Satu karena pembahasannya bersama pemerintah. Pemerintah sering menjadi bagian dari masalah. Misalnya KUHP, itu kan (ditolak publik) karena sosialisasinya nggak masif. Ya tapi sebenarnya gak bisa juga disalahkan pemerintah, masa 15 tahun kita gak paham juga bahwa ini sudah disosialisasikan,” katanya.

Dituturkan Fahri, dalam pembahasan RUU, tidak bisa jika hasilnya tidak maksimal maka kesalahan hanya ditujukan kepada DPR. ”RUU di Indonesia ini punya masalah karena itu dibahas dengan pemerintah. Kalau itu dibahas DPR saja, tentu kita bisa menyalahkan DPR. Tetapi ini kan kajian bersama. Kedua kita lihat ada last minute distruption ini (penolakan publik terhadap sejumlah RUU), DPR dan pemerintah mendengar dan akhirnya ditunda,” katanya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0758 seconds (0.1#10.140)