Serius Mau Tangkap Harun Masiku? KPK Harus Pakai Cara Luar Biasa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangkap Harun Masiku yang jalan di tempat menunjukkan lembaga antirasuah ini seperti kehilangan akal. KPK seperti gamang membuat rencana dan akhirnya gagal bertindak untuk menangkap buron mantan caleg PDIP itu.
"Sehingga KPK terkesan "lost of mind" dan gagal bertindak. Kemudian menyebabkan fungsinya sebagai extraordinary Bodies menjadi lemah karena mengikuti cara-cara biasa lembaga penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan," ujar Direktur Legal Culture Institute M Rizqi Azmi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/8/2020)
(Baca: ICW Beri 3 Catatan untuk Dewas KPK dalam Pemeriksaan Firli Bahuri)
Menurut Rizqi, KPK harus menyadari kembali arti penting kehadirannya sebagai extraordinary bodies di tengah-tengah harapan masyarakat. Berdasarkan hasil studi UNODC, mendirikan lembaga baru seperti KPK akan memberikan “keuntungan” lebih banyak dalam memberantas korupsi.
"Dibandingkan hanya mengandalkan lembaga penegak hukum yang telah ada seperti kepolisian dan kejaksaan, yang umumnya telah terjangkiti penyakit “korup”. Menggunakan komisi yang baru diharapkan memberikan “semangat” pemberantasan korupsi yang baru pula," katanya.
Oleh karenanya Rizqi menilai, kegiatan menambah kuantitas ini tidak dibutuhkan KPK. Karena sejatinya KPK adalah badan tambahan istimewa dari aparat penegak hukum yang gagal menyelesaikan virus laten korupsi ini.
"KPK harus menunjukan kualitas dan diferensiasinya dalam menyelesaikan setiap kasus korupsi tidak hanya Harun Masiku," jelasnya.
(Baca: Punya Pengalaman, Abraham Samad Berharap Sidang Etik Firli Digelar Terbuka)
Menurut Rizqi, selain kelemahan dari internal KPK dirinya menganalisa telah terjadi pengkerdilan dari luar seperti riset yang menunjukan lemahnya suatu komisi anti korupsi di sebabkan beberapa hal yakni pertama, lemahnya dukungan politik dan kekuasaan, tergambar dari harapan negatif beberapa politisi terhadap kemajuan KPK.
Kedua, kontraproduktif dengan pertumbuhan ekonomi. Ketiga pemerintah gagal dalam membangun institusinya, seperti terlihat institusi penegak hukum gagal bersinergi menangkap Harun Masiku yang bebas lalu lalang.
Keempat, rendahnya persepsi publik dan KPK dianggap sebagai organisasi yang tidak efektif dan efesien, kemudian juga tidak melibatkan masyarakat dalam aktifitas pekerjaanya.
"Seharusnya, proses pencarian Harun Masiku harus dikejar dengan cara-cara luar biasa yang sebenarnya aparat penegak hukum kita sudah terlatih dan memiliki alat yang canggih dalam monitoring setiap kasus seperti BIN, Polri dan kejaksaan yang baru-baru ini me-launching Adhyaksa Monitoring Center nya," ungkapnya.
"Namun kesemua itu memang harus di barengi keinginan dan komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi. Dan, semangat itulah yang melahirkan sebuah badan bernama Komisi Pemberantasan Korupsi," pungkasnya.
Lihat Juga: KPU Jateng Gelar Simulasi Pemantapan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada 2024 di Salatiga
"Sehingga KPK terkesan "lost of mind" dan gagal bertindak. Kemudian menyebabkan fungsinya sebagai extraordinary Bodies menjadi lemah karena mengikuti cara-cara biasa lembaga penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan," ujar Direktur Legal Culture Institute M Rizqi Azmi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/8/2020)
(Baca: ICW Beri 3 Catatan untuk Dewas KPK dalam Pemeriksaan Firli Bahuri)
Menurut Rizqi, KPK harus menyadari kembali arti penting kehadirannya sebagai extraordinary bodies di tengah-tengah harapan masyarakat. Berdasarkan hasil studi UNODC, mendirikan lembaga baru seperti KPK akan memberikan “keuntungan” lebih banyak dalam memberantas korupsi.
"Dibandingkan hanya mengandalkan lembaga penegak hukum yang telah ada seperti kepolisian dan kejaksaan, yang umumnya telah terjangkiti penyakit “korup”. Menggunakan komisi yang baru diharapkan memberikan “semangat” pemberantasan korupsi yang baru pula," katanya.
Oleh karenanya Rizqi menilai, kegiatan menambah kuantitas ini tidak dibutuhkan KPK. Karena sejatinya KPK adalah badan tambahan istimewa dari aparat penegak hukum yang gagal menyelesaikan virus laten korupsi ini.
"KPK harus menunjukan kualitas dan diferensiasinya dalam menyelesaikan setiap kasus korupsi tidak hanya Harun Masiku," jelasnya.
(Baca: Punya Pengalaman, Abraham Samad Berharap Sidang Etik Firli Digelar Terbuka)
Menurut Rizqi, selain kelemahan dari internal KPK dirinya menganalisa telah terjadi pengkerdilan dari luar seperti riset yang menunjukan lemahnya suatu komisi anti korupsi di sebabkan beberapa hal yakni pertama, lemahnya dukungan politik dan kekuasaan, tergambar dari harapan negatif beberapa politisi terhadap kemajuan KPK.
Kedua, kontraproduktif dengan pertumbuhan ekonomi. Ketiga pemerintah gagal dalam membangun institusinya, seperti terlihat institusi penegak hukum gagal bersinergi menangkap Harun Masiku yang bebas lalu lalang.
Keempat, rendahnya persepsi publik dan KPK dianggap sebagai organisasi yang tidak efektif dan efesien, kemudian juga tidak melibatkan masyarakat dalam aktifitas pekerjaanya.
"Seharusnya, proses pencarian Harun Masiku harus dikejar dengan cara-cara luar biasa yang sebenarnya aparat penegak hukum kita sudah terlatih dan memiliki alat yang canggih dalam monitoring setiap kasus seperti BIN, Polri dan kejaksaan yang baru-baru ini me-launching Adhyaksa Monitoring Center nya," ungkapnya.
"Namun kesemua itu memang harus di barengi keinginan dan komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi. Dan, semangat itulah yang melahirkan sebuah badan bernama Komisi Pemberantasan Korupsi," pungkasnya.
Lihat Juga: KPU Jateng Gelar Simulasi Pemantapan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada 2024 di Salatiga
(muh)