ICW Beri 3 Catatan untuk Dewas KPK dalam Pemeriksaan Firli Bahuri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan tiga catatan terhadap pemeriksaan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri oleh Dewan Pengawas (Dewas). Pertama, pemeriksaan harus menjunjung tinggi azas transparansi dan akuntabilitas. Hal ini telah diatur pada Pasal 3 ayat (1) Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3/2020.
Di sana disebutkan, Dewas KPK melaksanakan pemeriksaan dan persidangan berasaskan nilai akuntabilitas dan kepentingan umum. Ihwal pertanggungjawaban kepada publik juga ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UU KPK.
”Oleh karena itu, Dewas dilarang menutup diri atas proses dan hasil pemeriksaan terhadap Firli Bahuri,” ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui pernyataan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (26/2/2020).
Kedua, lanjut Kurnia, model pembuktian diharapkan tidak hanya mengandalkan pengakuan terperiksa. Dewas mesti terus menggali asal uang penggunaan transportasi helikopter yang dipakai Firli ke Baturaja dan seterusnya. ”Tujuannya agar Dewas bisa mendapatkan kebenaran material atas proses pemeriksaan ini,” kata dia.
Yang tidak kalah penting, Dewas perlu melibatkan Kedeputian Penindakan untuk melihat lebih jauh kasus ini dari sekadar pelanggaran etik, yaitu memeriksa ada tidaknya potensi penerimaan gratifikasi dari pihak tertentu. ”Pasal 12 B UU Tipikor dapat digunakan sebagai dasar untuk memproses setiap penyelenggara negara yang menerima gratifikasi dari pihak tertentu yang mana ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara,” kata Kurnia.
Lihat Juga: Cegah Yasonna ke Luar Negeri, KPK: Keberadaannya di Indonesia Dibutuhkan untuk Penyidikan
Di sana disebutkan, Dewas KPK melaksanakan pemeriksaan dan persidangan berasaskan nilai akuntabilitas dan kepentingan umum. Ihwal pertanggungjawaban kepada publik juga ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UU KPK.
”Oleh karena itu, Dewas dilarang menutup diri atas proses dan hasil pemeriksaan terhadap Firli Bahuri,” ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui pernyataan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (26/2/2020).
Kedua, lanjut Kurnia, model pembuktian diharapkan tidak hanya mengandalkan pengakuan terperiksa. Dewas mesti terus menggali asal uang penggunaan transportasi helikopter yang dipakai Firli ke Baturaja dan seterusnya. ”Tujuannya agar Dewas bisa mendapatkan kebenaran material atas proses pemeriksaan ini,” kata dia.
Yang tidak kalah penting, Dewas perlu melibatkan Kedeputian Penindakan untuk melihat lebih jauh kasus ini dari sekadar pelanggaran etik, yaitu memeriksa ada tidaknya potensi penerimaan gratifikasi dari pihak tertentu. ”Pasal 12 B UU Tipikor dapat digunakan sebagai dasar untuk memproses setiap penyelenggara negara yang menerima gratifikasi dari pihak tertentu yang mana ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara,” kata Kurnia.
Lihat Juga: Cegah Yasonna ke Luar Negeri, KPK: Keberadaannya di Indonesia Dibutuhkan untuk Penyidikan
(muh)