DPR Minta Presiden Tambah Anggaran untuk Kebakaran Hutan

Kamis, 19 September 2019 - 07:21 WIB
DPR Minta Presiden Tambah Anggaran untuk Kebakaran Hutan
DPR Minta Presiden Tambah Anggaran untuk Kebakaran Hutan
A A A
JAKARTA - Kalangan DPR menyoroti lambannya penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Riau dan Kalimantan. Anggota Komisi VII DPR Fadel Muhammad mengatakan karhutla di Riau dan Kalimantan sudah sangat serius sehingga penanganannya pun harus lebih serius lagi.

”Presiden harus tegas. Oke tambah alat, tambah anggaran. Harus jadi perhatian khusus. Jangan bilang nggak ada kebakaran, nggak ada kebakaran. Saya baru pulang dari Kalimantan, kunjungan ke sana, gelap semua. Bagaimana kita datang di (calon) ibu kota,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 16 September 2019.

Fadel menilai anggaran untuk penanganan bencana kebakaran yang ada saat ini tidak cukup. Berdasarkan pagu anggaran 2020 untuk Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), nilainya hanya Rp313,27 miliar.

Anggaran yang ada di KLHK lebih ditujukan untuk para tenaga kerja seperti Manggala Agni dan Masyarakat Peduli Api (MPA). Adapun untuk penanggulangan menjadi tupoksi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). ”Pemerintah menganggap ini sangat sederhana sekali, nggak ada masalah. Tahunya masalahnya sangat besar. Karena itu harus ada tambahan anggaran,” ujarnya.

Fadel mengatakan Komisi VII sudah memanggil Menteri KLKH Siti Nurbaya mengenai kebakaran yang terjadi. ”Komisi VII sudah mengkritik kepada Menteri KLHK, dia jelaskan, tapi kita belum puas karena anggarannya nggak cukup. Saya berpendapat kalau perlu beli alat-alat yang lebih modern lagi. Jangan anggap enteng nggak ada kebakaran, tapi musim kering datang lagi. Kita minta tambahan anggaran Rp600 miliar lagi,” urainya.

Mengenai adanya sejumlah perusahaan yang ditengarai sebagai penyebab kebakaran hutan, politikus Partai Golkar itu meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas para pelakunya. ”Penegakan hukum perusahaan-perusahaan yang bikin itu di-black list. Harus keras. Tanpa ada tindakan keras ya nggak bisa. Kabarnya ada perusahaan dari Singapura dan Malaysia,” katanya.

Kritik senada juga disampaikan Komisi IV DPR yang mempertanyakan keseriusan KLHK dalam mengantisipasi terjadinya karhutla yang kerap terjadi setiap tahun. Hal tersebut terlihat dari alokasi anggaran untuk program pengendalian perubahan iklim di kementerian tersebut yang dinilai sangat rendah.

”Saya menilai Kementerian LHK belum terlihat fungsinya dalam masalah kebakaran hutan. Yang muncul di publik itu hanya BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Terlepas dari kerja Humas KLHK yang tidak memublikasikan segala kegiatan di kementeriannya, yang menjadi pertanyaan di sini anggaran Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim juga masih sangat minim, yakni tidak sampai Rp200 miliar,” ujar anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin saat rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri Pertanian serta jajaran eselon I Kementerian LHK di ruang rapat Komisi IV DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (16/9).

Padahal, lanjut politikus Fraksi PKS itu, kebakaran hutan dan lahan yang disebabkan perubahan iklim itu terjadi hampir setiap tahun. Mestinya KLHK sudah mempersiapkan atau mengantisipasinya agar tidak terjadi. Salah satunya dengan alokasi anggaran yang cukup besar agar dapat digunakan untuk menyediakan berbagai alat canggih sebagai antisipasi kebakaran.

Sebelumnya Menteri LHK Siti Nurbaya mengungkap setidaknya terdapat empat perusahaan asing yang terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalimantan Barat (Kalbar) dan Riau. Keempat perusahaan tersebut berasal dari Singapura dan Malaysia. Untuk wilayah Kalbar perusahaan itu ada di Kabupaten Ketapang, Sanggau, dan Melawi.

"Di Kalimantan Barat itu ada empat perusahaan Singapura dan Malaysia. Kemudian di Riau kemarin satu disegel dari Malaysia," kata Siti Nurbaya di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (13/9). Perusahaan itu di antaranya PT Hutan Ketapang Industri milik Singapura, PT Sime Indo Agro, PT Sukses Karya Sawit, dan PT Rafi Kamajaya Abadi milik Malaysia.

Selain itu, kata dia, 103 perusahaan telah mendapatkan sanksi dan 15 di di antaranya masuk dalam tahap penyelidikan oleh Polda Kalbar. Bahkan pihaknya telah menyegel 29 perusahaan. "Dari akhir Agustus sampai dengan kemarin dan ini masih berlangsung juga itu sudah 29 yang disegel, 4 disidik, diproses hukum," paparnya.

Sementara itu Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menyebutkan kabar yang beredar mengenai kebakaran hutan yang melanda Pekanbaru, Riau, berbeda dengan realitas di lapangan. Hal ini diungkapkannya setelah mengunjungi langsung bersama Presiden Joko Widodo kemarin. Ia pun menyebutkan bahwa jarak pandang di lokasi karhutla juga masih baik.

"Saudara sekalian kemarin ketika saya mengunjungi bersama Presiden, antara realitas yang dikabarkan dengan realitas yang ada itu sangat berbeda. Dan ternyata kemarin waktu kita di Riau, itu tidak separah yang diberitakan. Jarak pandang masih bisa, pesawat mendarat masih bisa, masyarakat juga belum banyak yang pakai masker dan sebagainya," katanya kemarin.

Wiranto menceritakan saat mengunjungi lokasi karhutla, ia menemukan masih banyak warga masyarakat yang tidak memakai masker. "Kita pun tidak pakai masker. Karena pada saat siang sangat jelas awan-awan terlihat. Mudah-mudahan kondisi semakin baik dan kita tidak perlu saling menyalahkan. Ini satu soal yang kita hadapi bersama. Tidak hanya tugas pemerintah, tapi juga tugas kita bersama. Titik-titik api semakin lama semakin berkurang," sebutnya.

Wiranto mengatakan musim kering yang panjang menjadi salah satu penyebab karhutla. "Ini musim kering lebih panjang dari tahun lalu. Dulu pada bulan yang sama, tahun yang lalu dengan sekarang berbeda. Tahun lalu karena El Nino itu cukup kuat, maka musim keringnya cepat berganti jadi musim hujan. Maka titik-titik api yang terjadi pada musim kering langsung hilang. Karena titik-titik api itu obatnya adalah hujan lebat, selesai. Tapi karena hujan belum muncul, air hujan belum ada, maka satu-satunya cara ya dibikin hujan," jelasnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9171 seconds (0.1#10.140)