Respons Putusan MK, Waketum ICMI Andi Anzhar Imbau Penyelenggara Negara Tegakkan Konstitusi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Bidang Politik, Hukum, dan Hubungan Luar Negeri Andi Anzhar Cakra Wijaya mengimbau penyelenggara negara konsisten menegakkan konstitusi dengan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Para penyelenggara juga diminta lebih mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan siaoa pun.
"Dalam situasi yang sangat krusial ini, ICMI mengimbau agar semua pihak khususnya para penyelenggara negara dapat ikut serta menegakkan konstitusi dan mengawal terlaksananya putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus tahun 2024, yang menjamin hak konstitusional partai politik peserta Pemilu 2024 untuk mengusung pasangan calon dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024. ICMI juga meminta, kepentingan bangsa dan negara harus diutamakan dibandingkan kepentingan siapa pun juga," kata Andi Anzhar dalam siaran tertulis, Kamis (22/8/2024)
Menurut Anzhar, putusan MK adalah keputusan konstitusional, sebagaimana Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.
Dalam hal ini, kata dia, pembangkangan terhadap putusan MK di atas merupakan pelanggaran terhadap hak warga negara untuk mendapatkan banyak pilihan pasangan calon kepala daerah.
"Jika terjadi ketidakpastian pelaksanaan putusan MK dapat menimbulkan krisis konstitusi yang mengancam keberlangsungan sistem demokrasi konstitusional di Indonesia dan dikhawatirkan akan menjerumuskan Indonesia pada negara Kekuasaan bukan negara hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945," ujarnya.
Dia juga menegaskan, kedudukan putusan MK dalam sistem hukum nasional setara dengan UU untuk dilaksanakan. Untuk itu, KPU sebagai pelaksana hukum (self regulatory bodies) wajib melaksanakan putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
"Guna menjamin dan melindungi hak konstitusional partai politik peserta Pemilu 2024 dalam mengusung pasangan calon dalam Pilkada Serentak 2024 serta mewujudkan pilkada yang demokratis, fair dan adil, maka sebaiknya KPU agar segera menerbitkan revisi Peraturan KPU No. 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota," ujar Anzhar.
Hal itu, menurutnya, sudah sesuai dengan prinsip kewajiban hukum KPU untuk menyelenggarakan pemilihan berdasarkan prinsip mandiri, profesional, berkepastian hukum, dan adil.
"Demikian pula Bawaslu sesuai desain lembaga penyelenggara pemilu harus melaksanakan fungsi checks and balances untuk memastikan putusan MK dilaksanakan oleh KPU. Apabila mereka tidak melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana diperintahkan UU, maka DKPP berdasarkan laporan/pengaduan masyarakat sepatutnya memberikan sanksi maksimal atas tindakan penyelenggara pemilu yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pemilu demokratis," ujarnya.
Sebagai negara hukum, Indonesia harus ditopang oleh sistem politik demokrasi. Karenanya, menurut Anzhar, seluruh penyelenggara pemilu harus patuh terhadap peraturan perundang-undangan dan putusan lembaga peradilan.
Karena itu, ICMI juga mengimbau agar Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawasl), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus menyadari kedudukan konstitusionalnya sebagai lembaga yang bersifat mandiri berdasarkan Pasal 22E ayat (5) UUD NKRI 1945.
Sebagai lembaga yang dijamin konstitusi, KPU mempunyai tanggung jawab konstitusional untuk menyelenggarakan pilkada yang adil dan berintegritas. Sesuai dengan prinsip kemandirian, KPU perlu menempatkan pada posisi yang pro-justitia dan terlepas dari segala kekuatan eksternal yang menghambat keadilan pilkada baik secara hukum, etika, dan moral, apalagi perlawanan terhadap konstitusi, demikian tutur Anzhar.
"Kami percaya KPU punya kepekaan sosial dan politik terhadap segala upaya yang mengancam demokrasi Indonesia," pungkasnya.
Diketahui, pada Selasa (20/8/2024), MK membacakan putusan yang mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora untuk sebagian terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut, MK juga memberikan rincian ambang batas yang harus dipenuhi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota).
Dalam putusan tersebut, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu, baik yang memiliki kursi DPRD maupun tidak, dapat mendaftarkan pasangan calon jika jumlah suaranya 6,5 persen, 7,5 persen, 8,5 persen, atau 10 persen tergantung jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap di daerah tersebut.
Putusan tersebut sempat dianulir oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Rabu (21/8/2024). Baleg menyebut putusan MK itu hanya berlaku bagi parpol yang tak memiliki kursi DPRD. Keputusan Baleg itu kemudian akan dibawa dan disahkan di Rapat Paripurna DPR.
Namun, Rapat Paripurna DPR yang seharusnya digelar pada Kamis (22/8/2024) hari ini dibatalkan karena tidak memenuhi kuorom. Terkini, DPR melalui Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut bahwa ambang batas pencalonan yang akan berlaku pada saat pendaftaran Pilkada 2024 pada 27-29 Agustus mendatang adalah yang sesuai dengan putusan MK.
Lihat Juga: Pilkada 2024 Aman dan Damai, Radian Syam: Pilih Kepala Daerah yang Jalankan Visi Misi Terbaik
"Dalam situasi yang sangat krusial ini, ICMI mengimbau agar semua pihak khususnya para penyelenggara negara dapat ikut serta menegakkan konstitusi dan mengawal terlaksananya putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus tahun 2024, yang menjamin hak konstitusional partai politik peserta Pemilu 2024 untuk mengusung pasangan calon dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024. ICMI juga meminta, kepentingan bangsa dan negara harus diutamakan dibandingkan kepentingan siapa pun juga," kata Andi Anzhar dalam siaran tertulis, Kamis (22/8/2024)
Menurut Anzhar, putusan MK adalah keputusan konstitusional, sebagaimana Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.
Dalam hal ini, kata dia, pembangkangan terhadap putusan MK di atas merupakan pelanggaran terhadap hak warga negara untuk mendapatkan banyak pilihan pasangan calon kepala daerah.
"Jika terjadi ketidakpastian pelaksanaan putusan MK dapat menimbulkan krisis konstitusi yang mengancam keberlangsungan sistem demokrasi konstitusional di Indonesia dan dikhawatirkan akan menjerumuskan Indonesia pada negara Kekuasaan bukan negara hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945," ujarnya.
Dia juga menegaskan, kedudukan putusan MK dalam sistem hukum nasional setara dengan UU untuk dilaksanakan. Untuk itu, KPU sebagai pelaksana hukum (self regulatory bodies) wajib melaksanakan putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
"Guna menjamin dan melindungi hak konstitusional partai politik peserta Pemilu 2024 dalam mengusung pasangan calon dalam Pilkada Serentak 2024 serta mewujudkan pilkada yang demokratis, fair dan adil, maka sebaiknya KPU agar segera menerbitkan revisi Peraturan KPU No. 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota," ujar Anzhar.
Hal itu, menurutnya, sudah sesuai dengan prinsip kewajiban hukum KPU untuk menyelenggarakan pemilihan berdasarkan prinsip mandiri, profesional, berkepastian hukum, dan adil.
"Demikian pula Bawaslu sesuai desain lembaga penyelenggara pemilu harus melaksanakan fungsi checks and balances untuk memastikan putusan MK dilaksanakan oleh KPU. Apabila mereka tidak melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana diperintahkan UU, maka DKPP berdasarkan laporan/pengaduan masyarakat sepatutnya memberikan sanksi maksimal atas tindakan penyelenggara pemilu yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pemilu demokratis," ujarnya.
Sebagai negara hukum, Indonesia harus ditopang oleh sistem politik demokrasi. Karenanya, menurut Anzhar, seluruh penyelenggara pemilu harus patuh terhadap peraturan perundang-undangan dan putusan lembaga peradilan.
Karena itu, ICMI juga mengimbau agar Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawasl), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus menyadari kedudukan konstitusionalnya sebagai lembaga yang bersifat mandiri berdasarkan Pasal 22E ayat (5) UUD NKRI 1945.
Sebagai lembaga yang dijamin konstitusi, KPU mempunyai tanggung jawab konstitusional untuk menyelenggarakan pilkada yang adil dan berintegritas. Sesuai dengan prinsip kemandirian, KPU perlu menempatkan pada posisi yang pro-justitia dan terlepas dari segala kekuatan eksternal yang menghambat keadilan pilkada baik secara hukum, etika, dan moral, apalagi perlawanan terhadap konstitusi, demikian tutur Anzhar.
"Kami percaya KPU punya kepekaan sosial dan politik terhadap segala upaya yang mengancam demokrasi Indonesia," pungkasnya.
Diketahui, pada Selasa (20/8/2024), MK membacakan putusan yang mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora untuk sebagian terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut, MK juga memberikan rincian ambang batas yang harus dipenuhi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota).
Dalam putusan tersebut, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu, baik yang memiliki kursi DPRD maupun tidak, dapat mendaftarkan pasangan calon jika jumlah suaranya 6,5 persen, 7,5 persen, 8,5 persen, atau 10 persen tergantung jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap di daerah tersebut.
Putusan tersebut sempat dianulir oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Rabu (21/8/2024). Baleg menyebut putusan MK itu hanya berlaku bagi parpol yang tak memiliki kursi DPRD. Keputusan Baleg itu kemudian akan dibawa dan disahkan di Rapat Paripurna DPR.
Namun, Rapat Paripurna DPR yang seharusnya digelar pada Kamis (22/8/2024) hari ini dibatalkan karena tidak memenuhi kuorom. Terkini, DPR melalui Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut bahwa ambang batas pencalonan yang akan berlaku pada saat pendaftaran Pilkada 2024 pada 27-29 Agustus mendatang adalah yang sesuai dengan putusan MK.
Lihat Juga: Pilkada 2024 Aman dan Damai, Radian Syam: Pilih Kepala Daerah yang Jalankan Visi Misi Terbaik
(zik)