Jaringan Islam Kebangsaan Apresiasi Ikrar Setia Mantan DI/TII
A
A
A
JAKARTA - Jaringan Islam Kebangsaan (JIK) mengapresiasi ikrar dan deklarasi yang dilakukan oleh Keluarga Besar Harokah Islam Indonesia, eks Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) dan eks Negara Islam Indonesia (NII) di Kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) kemarin. Ikrar ini bisa menjadi bagian dari kampanye deradikalisasi pemerintah yang dilakukan dengan jalan elegan dan humanis.
“Kita mengapresiasi upaya Kemenko Polhukam di bawah kepemimpinan Menko Polhukam, Pak Wiranto yang mengajak keluarga besar Harokah Islam Indonesia, eks DI/TII dan eks NII melakukan ikrar setia kepada Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Tentu proses persiapannya memakan waktu lama dan jauh dari hingar bingar pemberitaan,” ujar Koordinator Nasional JIK, Irfaan Sanoesi di Jakarta, Rabu (15/8/2019).
Dikatakan, ada beberapa argumentasi kenapa ikrar dan pengakuan ini penting sebagai syiar dan media penguatan deradikalisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Pertama, pemerintah harus menciptakan ruang deradikalisasi yang humanis yang berbasis pada akar budaya dan kearifan lokal (local wisdom) bangsa Indonesia.
“Mereka bisa menjadi agensi pemerintah untuk mengajak pengikutnya yang menurut Sarjono Kartosoewirjo, putra dari tokoh utama pendiri DI/TII, berjumlah 2 juta orang dan masih menganut paham Negara Islam. Itu jumlah yang begitu besar. Jadi di sinilah peran pemerintah untuk mendekonstruksi ideologi Darul Islam (Negara Islam) menuju Daruss Salam (Negara Damai) yang diwujudkan ke dalam Pancasila sebagai fondasi dasar negara,” kata Irfaan.
Kedua, ikrar dan pengakuan terhadap Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika menjadi maslahat jika ada pendampingan pemerintah oleh lembaga terkait seperti BNPT atau Kemenko Polhukam atau Kemenhan. Karena deradikalisasi akan sia-sia jika pemerintah lepas tangan begitu saja.
“Mereka juga warga negara yang harus diterima dengan baik di tengah masyarakat. Jangan sampai ada sterotype disematkan kepada mereka. Pemerintah harus menjamin kehidupan mereka berjalan secara normal dengan memberdayakan mereka melalui pelatihan-pelatihan seperti kewirausahaan karena akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi sekitarnya,” tutur Irfaan.
Ketiga, doktrin Islam wasatiyah (moderasi Islam) harus terus digelorakan di setiap sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Catatan Waketum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi mengungkapkan bahwa HTI masih gencar berdakwah di kalangan ASN dan militer. Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah menuntaskan figur dan kader HTI yang masih bergerak massif mengkampanyekan Darul Islam dengan versi khilafah.
Sementara itu, Jaringan Islam Kebangsaan juga mempertanyakan mengenai kritikan yang disampaikan pihak tertentu terkait ikrar kemarin. Misalnya saja yang dilakukan anggota Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi yang bersikap nyinyir melihat deklarasi tersebut.
Menurut Irfaan, mustinya semua upaya untuk mengajak kelompok-kelompok yang rentan radikalisme dan Pancasila untuk menerima Pancasila dalam bingkai NKRI harus didukung bukan malah disikapi nyinyir.
“Sikap nyinyir ditunjukkannya tanpa dasar yang kuat. Dia menganggap bahwa deklarasi tersebut merupakan bagian aksi panggung cari sensasi, justru dialah yang sejatinya mencari panggung dari aksi deklarasi tersebut. Saya yakin seorang Jenderal seperti Wiranto memiliki sifat nasionalis yang tinggi apalagi latar belakang beliau yang sudah puluhan tahun mengabdi kepada bangsa ini,” jelas Irfaan.
“Intinya kami mendukung pemerintah menciptakan model deradikalisasi yang kolaboratif dengan melibatkan segenap komponen masyarakat agar tercipta model deradikalisasi yang humanis, menyenangkan dan menggembirakan. Sehingga ke depannya, orang-orang yang pernah ingin mengganti Pancasila dan NKRI bisa bersama-sama kembali membangun Republik Indonesia yang lebih maju lagi,” tutup Irfaan.
“Kita mengapresiasi upaya Kemenko Polhukam di bawah kepemimpinan Menko Polhukam, Pak Wiranto yang mengajak keluarga besar Harokah Islam Indonesia, eks DI/TII dan eks NII melakukan ikrar setia kepada Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Tentu proses persiapannya memakan waktu lama dan jauh dari hingar bingar pemberitaan,” ujar Koordinator Nasional JIK, Irfaan Sanoesi di Jakarta, Rabu (15/8/2019).
Dikatakan, ada beberapa argumentasi kenapa ikrar dan pengakuan ini penting sebagai syiar dan media penguatan deradikalisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Pertama, pemerintah harus menciptakan ruang deradikalisasi yang humanis yang berbasis pada akar budaya dan kearifan lokal (local wisdom) bangsa Indonesia.
“Mereka bisa menjadi agensi pemerintah untuk mengajak pengikutnya yang menurut Sarjono Kartosoewirjo, putra dari tokoh utama pendiri DI/TII, berjumlah 2 juta orang dan masih menganut paham Negara Islam. Itu jumlah yang begitu besar. Jadi di sinilah peran pemerintah untuk mendekonstruksi ideologi Darul Islam (Negara Islam) menuju Daruss Salam (Negara Damai) yang diwujudkan ke dalam Pancasila sebagai fondasi dasar negara,” kata Irfaan.
Kedua, ikrar dan pengakuan terhadap Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika menjadi maslahat jika ada pendampingan pemerintah oleh lembaga terkait seperti BNPT atau Kemenko Polhukam atau Kemenhan. Karena deradikalisasi akan sia-sia jika pemerintah lepas tangan begitu saja.
“Mereka juga warga negara yang harus diterima dengan baik di tengah masyarakat. Jangan sampai ada sterotype disematkan kepada mereka. Pemerintah harus menjamin kehidupan mereka berjalan secara normal dengan memberdayakan mereka melalui pelatihan-pelatihan seperti kewirausahaan karena akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi sekitarnya,” tutur Irfaan.
Ketiga, doktrin Islam wasatiyah (moderasi Islam) harus terus digelorakan di setiap sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Catatan Waketum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi mengungkapkan bahwa HTI masih gencar berdakwah di kalangan ASN dan militer. Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah menuntaskan figur dan kader HTI yang masih bergerak massif mengkampanyekan Darul Islam dengan versi khilafah.
Sementara itu, Jaringan Islam Kebangsaan juga mempertanyakan mengenai kritikan yang disampaikan pihak tertentu terkait ikrar kemarin. Misalnya saja yang dilakukan anggota Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi yang bersikap nyinyir melihat deklarasi tersebut.
Menurut Irfaan, mustinya semua upaya untuk mengajak kelompok-kelompok yang rentan radikalisme dan Pancasila untuk menerima Pancasila dalam bingkai NKRI harus didukung bukan malah disikapi nyinyir.
“Sikap nyinyir ditunjukkannya tanpa dasar yang kuat. Dia menganggap bahwa deklarasi tersebut merupakan bagian aksi panggung cari sensasi, justru dialah yang sejatinya mencari panggung dari aksi deklarasi tersebut. Saya yakin seorang Jenderal seperti Wiranto memiliki sifat nasionalis yang tinggi apalagi latar belakang beliau yang sudah puluhan tahun mengabdi kepada bangsa ini,” jelas Irfaan.
“Intinya kami mendukung pemerintah menciptakan model deradikalisasi yang kolaboratif dengan melibatkan segenap komponen masyarakat agar tercipta model deradikalisasi yang humanis, menyenangkan dan menggembirakan. Sehingga ke depannya, orang-orang yang pernah ingin mengganti Pancasila dan NKRI bisa bersama-sama kembali membangun Republik Indonesia yang lebih maju lagi,” tutup Irfaan.
(kri)