Mewaspadai Gerak-gerik AS di ASEAN Vis a Vis China
loading...
A
A
A
Gerak-gerik AS di Indo-Pasifik, terutama di kawasan ASEAN, bukan hanya mengonsolidasikan dukungan negara-negara anti-China, tapi juga pergerakan militer. Konsolidasi, misalnya dilakukan lewat AUKUS. Pakta Pertahanan Jepang-Filipina juga bisa dipahami sebagai minilateralisme, tapi juga proxy AS untuk head to head China. Pembentukan AUKUS patut mendapat perhatian karena membuka pintu AS dan Inggris membantu Australia mengembangkan 8 kapal selam bertenaga nuklir.
baca juga: Militer China Menguntit Kapal Perang AS di Laut China Selatan
Secara militer, AS juga sudah menempatkan kekuatannya di beranda ASEAN, dalam hal ini di Australia dan Papua Nugini. Australia yang merupakan sekutu AUKUS, telah memberikan red carpet pada AS untuk menempatkan pangkalannya di Darwin, sebuah wilayah negeri down under yang paling dekat dengan Indonesia.
Dilansir BBC (24/10/2023), dalam beberapa tahun terakhir AS berjanji menggelontorkan sekitar USD2 miliar untuk peningkatan pangkalan dan fasilitas baru. Khusus di Darwin, rencananya akan dibangun pusat perencanaan dan operasi misi serta 11 tangki penyimpanan bahan bakar jet. PemerintahAustralia juga berencana membangun sebuah pelabuhan baru di wilayah utara khusus untuk menampung pasukan Korps Marinir Angkatan Laut AS.
Rencana ini dilakukan Negeri Kanguru sebagai upaya menandingi pengaruh China. Masih di Darwin, AS juga akan membangun fasilitas militer untuk menampung kapal-kapal AS. Di tempat tersebut, AS juga menempatkan sekitar 2.000 prajurit marinirnya. Dan masih di dekat wilayah Indonesia timur, militerAS bersama Australia juga sudah diberikan izin menempatkan pasukan di pangkalan militerPapua Nugini.
Berdasarkan pakta keamanan terbaru, Washington bisa mengerahkan pasukan dan kapal di enam pelabuhan dan bandara utama, termasuk Pangkalan Angkatan Laut Lombrum di Pulau Manus dan fasilitas di ibu kota Port Moresby. Selain di beranda, AS juga sudah mendapatkan akses menempatkan pasukannya di jantung ASEAN, tepatnya di Filipina.
Berdasarkan kesepakatan Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA) pada tahun 2014, militer AS memperoleh akses ke lima pangkalan militer Filipina. Namun kesepakatan itu diperluas menjadi sembilan pangkalan militer. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk menandingi pengaruh China dan pembangunan pangkalan militer China di LCS.
Bergantung Komitmen ASEAN
Sejauh mana AS akan menancapkan kukunya di ASEAN dan sebesar apa ancaman akan dihadirkan, sangat tergantung negara-negara internal ASEAN. Jika mereka lengah, apalagi justru rela dijadikan proxy, tentu ancaman tersebut akan kian membesar. Memang tidak mungkin ASEAN melarang Filipina membuat pakta pertahanan dengan Jepang atau memberikan wilayahnya dijadikan pangkalan militer AS, karena Manila memiliki pertimbangan geopolitik tersendiri demi menghadapi ancaman China yang nyata di depan mata mereka. Lantas harus bagaimana?
Jawabannya adalah kesadaran negara-negara ASEAN di tengah rivalitas adidaya untuk tetap memegang prinsip berdirinya ASEAN dan memastikan meminimalisir campur tangan luar dengan segala bentuk manifestasinya. Kondisi juga tergantung negara-negara ASEAN juga tetap kokoh menggunakan TAC sebagai pedoman, hingga berupaya semaksimal mungkin menjauhkan dari campur tangan eksternal, dan menolak penggunaan ancaman dan kekerasan.
baca juga: Militer China Menguntit Kapal Perang AS di Laut China Selatan
Secara militer, AS juga sudah menempatkan kekuatannya di beranda ASEAN, dalam hal ini di Australia dan Papua Nugini. Australia yang merupakan sekutu AUKUS, telah memberikan red carpet pada AS untuk menempatkan pangkalannya di Darwin, sebuah wilayah negeri down under yang paling dekat dengan Indonesia.
Dilansir BBC (24/10/2023), dalam beberapa tahun terakhir AS berjanji menggelontorkan sekitar USD2 miliar untuk peningkatan pangkalan dan fasilitas baru. Khusus di Darwin, rencananya akan dibangun pusat perencanaan dan operasi misi serta 11 tangki penyimpanan bahan bakar jet. PemerintahAustralia juga berencana membangun sebuah pelabuhan baru di wilayah utara khusus untuk menampung pasukan Korps Marinir Angkatan Laut AS.
Rencana ini dilakukan Negeri Kanguru sebagai upaya menandingi pengaruh China. Masih di Darwin, AS juga akan membangun fasilitas militer untuk menampung kapal-kapal AS. Di tempat tersebut, AS juga menempatkan sekitar 2.000 prajurit marinirnya. Dan masih di dekat wilayah Indonesia timur, militerAS bersama Australia juga sudah diberikan izin menempatkan pasukan di pangkalan militerPapua Nugini.
Berdasarkan pakta keamanan terbaru, Washington bisa mengerahkan pasukan dan kapal di enam pelabuhan dan bandara utama, termasuk Pangkalan Angkatan Laut Lombrum di Pulau Manus dan fasilitas di ibu kota Port Moresby. Selain di beranda, AS juga sudah mendapatkan akses menempatkan pasukannya di jantung ASEAN, tepatnya di Filipina.
Berdasarkan kesepakatan Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA) pada tahun 2014, militer AS memperoleh akses ke lima pangkalan militer Filipina. Namun kesepakatan itu diperluas menjadi sembilan pangkalan militer. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk menandingi pengaruh China dan pembangunan pangkalan militer China di LCS.
Bergantung Komitmen ASEAN
Sejauh mana AS akan menancapkan kukunya di ASEAN dan sebesar apa ancaman akan dihadirkan, sangat tergantung negara-negara internal ASEAN. Jika mereka lengah, apalagi justru rela dijadikan proxy, tentu ancaman tersebut akan kian membesar. Memang tidak mungkin ASEAN melarang Filipina membuat pakta pertahanan dengan Jepang atau memberikan wilayahnya dijadikan pangkalan militer AS, karena Manila memiliki pertimbangan geopolitik tersendiri demi menghadapi ancaman China yang nyata di depan mata mereka. Lantas harus bagaimana?
Jawabannya adalah kesadaran negara-negara ASEAN di tengah rivalitas adidaya untuk tetap memegang prinsip berdirinya ASEAN dan memastikan meminimalisir campur tangan luar dengan segala bentuk manifestasinya. Kondisi juga tergantung negara-negara ASEAN juga tetap kokoh menggunakan TAC sebagai pedoman, hingga berupaya semaksimal mungkin menjauhkan dari campur tangan eksternal, dan menolak penggunaan ancaman dan kekerasan.