Bobby Nasution Berpotensi Lawan Kotak Kosong, Pelecehan terhadap Kemampuan Tokoh-tokoh Sumut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution berpotensi melawan kotak kosong di Pilgub Sumatera Utara (Sumut) 2024. Pasalnya, Wali Kota Medan tersebut didukung koalisi gemuk.
Sejumlah partai politik (parpol) yang mendukung suami Kahiyang Ayu di Pilgub Sumut 2024 adalah Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin Al Rahab menilai penghinaan terhadap tokoh Sumut akan terjadi bila Pilgub Sumut hanya diikuti calon tunggal. Mulanya, Amiruddin menyinggung tentang fenomena sentralisasi kekuasaan dipegang oleh partai politik pada akhir-akhir ini.
Baca Juga: Artis di Pilkada, Pendulang Suara atau Penggembira?
Dengan begitu, ia menilai, roda pemerintahan tak akan berjalan mulus. "Sekarang sentralisasi kekuasaan melalui tangan parpol. Ini yang terjadi. Implikasinya apa? Otonomi daerah, desentralisasi pemerintahan tidak berjalan," ujar Amiruddin dalam webinar bertajuk Menggugat Fenomena Calon Tunggal Pilkada Serentak 2024 yang digelar oleh The Constitutional Democracy Initiative (CONSID), Minggu (4/8/2024).
Kendati begitu, pembina CONSID itu mempertanyakan figur yang diusung partai tak memiliki kemampuan untuk menggali potensi di daerah pemilihannya. Lantas, ia pun mencontohkan Sumatera Utara (Sumut), salah satu daerah yang memiliki satu paslon didukung mayoritas partai.
"Kalau jadi calon tunggal Sumatera Utara dalam pilgub, itu kan sangat menghina kemampuan tokoh-tokoh Sumatera Utara yang selama ini banyak menyumbang tokoh-tokoh di level nasional. Artinya apa? Itu kan pelecehan kepada kemampuan tokoh-tokoh Sumut untuk membangun Sumut, kalau jadi calon tunggal," ungkapnya.
Kendati demikian, Amiruddin menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu membuat aturan agar tak terjadi calon tunggal dalam Pilkada 2024. "Kalau prosedur juga ditentukan oleh parpol untuk membentuknya, yang kasihan itu adalah KPU nanti, KPU yang tak punya kuasa apa-apa, dipaksa untuk jalankan maunya partai. Ini yang terjadi. Makanya begitu calon tunggalnya banyak, nanti KPU pusing sendiri," pungkasnya.
Sejumlah partai politik (parpol) yang mendukung suami Kahiyang Ayu di Pilgub Sumut 2024 adalah Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin Al Rahab menilai penghinaan terhadap tokoh Sumut akan terjadi bila Pilgub Sumut hanya diikuti calon tunggal. Mulanya, Amiruddin menyinggung tentang fenomena sentralisasi kekuasaan dipegang oleh partai politik pada akhir-akhir ini.
Baca Juga: Artis di Pilkada, Pendulang Suara atau Penggembira?
Dengan begitu, ia menilai, roda pemerintahan tak akan berjalan mulus. "Sekarang sentralisasi kekuasaan melalui tangan parpol. Ini yang terjadi. Implikasinya apa? Otonomi daerah, desentralisasi pemerintahan tidak berjalan," ujar Amiruddin dalam webinar bertajuk Menggugat Fenomena Calon Tunggal Pilkada Serentak 2024 yang digelar oleh The Constitutional Democracy Initiative (CONSID), Minggu (4/8/2024).
Kendati begitu, pembina CONSID itu mempertanyakan figur yang diusung partai tak memiliki kemampuan untuk menggali potensi di daerah pemilihannya. Lantas, ia pun mencontohkan Sumatera Utara (Sumut), salah satu daerah yang memiliki satu paslon didukung mayoritas partai.
"Kalau jadi calon tunggal Sumatera Utara dalam pilgub, itu kan sangat menghina kemampuan tokoh-tokoh Sumatera Utara yang selama ini banyak menyumbang tokoh-tokoh di level nasional. Artinya apa? Itu kan pelecehan kepada kemampuan tokoh-tokoh Sumut untuk membangun Sumut, kalau jadi calon tunggal," ungkapnya.
Kendati demikian, Amiruddin menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu membuat aturan agar tak terjadi calon tunggal dalam Pilkada 2024. "Kalau prosedur juga ditentukan oleh parpol untuk membentuknya, yang kasihan itu adalah KPU nanti, KPU yang tak punya kuasa apa-apa, dipaksa untuk jalankan maunya partai. Ini yang terjadi. Makanya begitu calon tunggalnya banyak, nanti KPU pusing sendiri," pungkasnya.
(rca)