Tambang Korporatisme Negara

Minggu, 04 Agustus 2024 - 16:04 WIB
loading...
A A A
Pemberian izin pengelolaan pertambangan kepada ormas keagamaan menjadi skenario berikutnya dari upaya kontrol negara atas agenda-agenda politik yang non-demokratis, eksklusif, dan tidak sadar lingkungan. Inilah proyek percobaan (pilot project) yang diterapkan berdasarkan pragmatisme pasca-Pilpres-Pileg dan kalkulasi elektoral pra-Pilkada Serentak.

Patut dikiritisi lebih jauh jika ini bukanlah episode terakhir dari korporatisme negara atas kekuatan sipil. Aktor yang memiliki otonomi dan kekuatan, seperti perguruan tinggi dan organisasi-organisasi mahasiswa intra dan ekstra kampus jangan-jangan juga sudah masuk dalam skema korporatis untuk mengelola tambang atau sumber daya ekonomi lainnya.

Sinyalemennya sudah terlihat pada munculnya figur-figur akademik, ormas, dan organisasi mahasiswa yang mendeskreditkan para penentang kebijakan perizinan tambang ini. Juga bisa dibaca kembali di dalam UU Ciptakerja yang menyederhanakan partisipasi publik ke dalam keterlibatan akademisi dan konsultan profesional.

Wacana Hegemonik
Negara yang berusaha memikat ormas ke dalam gengamannya itu sudah jelas, meskipun tidak mengagetkan. Setiap rezim selalu punya hasrat dan cara untuk menyederhanakan masalah dan mengontrol yang dianggap bisa bermasalah. Apalagi dengan kecenderungan Jokowi di periode kedua pemerintahannya yang tidak urung melepas pedal gas pertumbuhan ekonomi.

Yang tragis justru pada hilangnya sikap kritis ormas keagamaan yang telah sekian lama menjadi kontrol sosial dan suara nurani publik. Para tokoh dan proponen intelektual dari ormas keagamaan tidak saja melakukan pembelaan diri, mereka malah menyerang para kritikus lingkungan yang secara by default pasti sangat vokal terhadap kebijakan korporatis negara.

Tidak kurang tulisan dan komentar dari unsur pengurus PB NU dan PP Muhammadiyah yang berupaya melakukan delegitimasi dan pemburukan citra aktivis dan intelektual pro-lingkungan dan perubahan iklim. Upaya lebih jauh untuk melunakkan sikap kritis dalam jamaah masing-masing ormas keagamaan tentunya berjalan pula di balik yang tersaji di media dan ruang publik digital.

Pimpinan dan duta-duta intelektual ormas keagamaan sengaja atau tidak telah menjalankan upaya hegemoni budaya dan intelektual dengan harapan bahwa publik akan menerima sikap mereka sebagai suatu keabsahan dan pemerintah telah mendatangkan keadilan bagi ormas keagamaan. Narasi yang dihembuskan tentang kesempatan yang sudah semestinya direngkuh menutup mata atas minimnya kemampuan atas pengelolaan tambang dan dampaknya, serta lemahnya tekad untuk menegosiasikan pilihan-pilihan kesempatan yang lebih baik di hadapan negara dan korporasi.

Dalam grand scheme of things, kita bisa melihat dengan pasti satu per satu ormas dipancing masuk ke dalam ruang-ruang politik berwajah keuntungan tambang yang tidak berkelanjutan. Hilang sudah kearifan yang dahulu ada untuk berpikir dua-tiga kali ketika ormas keagamaan diajak keluar zona pendidikan dan pengabdian kepada jamaah dan masyarakat di sekitarnya.

Melampaui Polemik
Ormas keagamaan masih punya kesempatan untuk memperbaiki keadaan. Metode yang dipakai bisa bersifat jangka pendek dan menengah. Dalam jangka pendek, masukan-masukan dari jamaah dan jejaring ormas dapat dijadikan basis moral untuk mengambil sikap menunda upaya pengelolaan tambang hingga ada keputusan yang lebih kuat. Selanjutnya, dalam jangka menengah, perlu dilakukan pembahasan ulang persoalan ini dengan mempertimbangkan pengambilan dasar hukum (istidlal) baru dan inquiry langsung dari lapangan untuk penetapan kepentingan publik (maslahah).

Tawaran konkret antara lain telah disampaikan Mohamad Shohibuddin dalam diskusi di Pesantren An-Nuqayah sebagai formulasi Fiqih Keselamatan yang mencakup kehidupan manusia dan alam. Tawaran lain muncul pula dari Budhy Munawar-Rachman tentang teologi ekologis yang menggabungkan prinsip-prinsip teologis dengan kesadaran ekologis dalam serial tulisannya untuk menanggapi pandangan Ulil Abshar Abdalla.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1195 seconds (0.1#10.140)