Kasus Pungli Rutan KPK, JPU Ungkap Besaran yang Diterima Terdakwa Per Bulan hingga Ancaman bagi Tahanan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membacakan surat dakwaan terhadap 15 pegawai lembaga antirasuah yang menjadi Terdakwa dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (Rutan) KPK . Belasan pegawai tersebut melakukan pungli mencapai RpRp6.387.150.000 (Rp6,3 miliar).
Dalam praktiknya, JPU menyebutkan uang tersebut dikumpulkan oleh penjaga rutan yang dijuluki 'lurah'. Tugasnya, mengumpulkan uang dari koordinator tahanan yang mereka sebut 'korting'.
"Selanjutnya Deden Rochendi dan Hengki meminta Terdakwa I Muhammad Ridwan, Terdakwa II Mahdi Aris, Terdakwa III Suharlan dan Terdakwa VII Ramadhan Ubaidillah A untuk mengumpulkan uang bulanan dari 'korting' masing-masing Cabang Rutan KPK sekitar Rp80 Juta setiap bulannya atau Rp5 juta s/d Rp20 juta setiap tahanan per bulan, selanjutnya uang hasil pengumpulan tersebut akan dibagi untuk para Terdakwa dan para Petugas Rutan KPK lainnya berdasarkan pangkat/kedudukan dan tugas yang diberikan," ujar JPU saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (1/8/2024).
Adapun, ketentuan besaran yang diterima perbulan oleh para Terdakwa berdasarkan pangkat adalah Plt Karutan mendapat bagian sebesar Rp10 juta per bulan, Koordinator Rutan sebesar Rp5 juta-10 juta per bulan, dan Petugas Rutan KPK yang terdiri dari Komandan Regu dan Anggota serta Unit Reaksi Cepat (URC) sebesar Rp500 ribu-Rp1,5 juta per bulan.
JPU melanjutkan agar para tahanan mau untuk menyetorkan sejumlah uang itu maka dibuatlah aturan yang memberatkan mereka. Di antaranya, JPU menyebutkan masa isolasi diperlama untuk tahanan yang baru masuk ke Rutan KPK dan tahanan yang lama akan dimasukkan kembali ke ruang isolasi dan kamar sel tahanannya dikunci atau digembok dari luar.
Tidak hanya itu, tahanan yang tidak membayar pun akses air ke selnya akan dipersulit hingga diperlambat dalam pengisian air galon.
"Dilarang atau dikuranginya waktu olahraga dan waktu kunjungan tahanan serta mendapat tambahan tugas jaga dan tugas piket kebersihan lebih banyak (tidak sesuai dengan jadwal yang dibuat)," papar JPU.
Lihat Juga: Mantan Penyidik KPK Ajak Masyarakat Tak Pilih Calon Kepala Daerah yang Terafiliasi Koruptor
Dalam praktiknya, JPU menyebutkan uang tersebut dikumpulkan oleh penjaga rutan yang dijuluki 'lurah'. Tugasnya, mengumpulkan uang dari koordinator tahanan yang mereka sebut 'korting'.
"Selanjutnya Deden Rochendi dan Hengki meminta Terdakwa I Muhammad Ridwan, Terdakwa II Mahdi Aris, Terdakwa III Suharlan dan Terdakwa VII Ramadhan Ubaidillah A untuk mengumpulkan uang bulanan dari 'korting' masing-masing Cabang Rutan KPK sekitar Rp80 Juta setiap bulannya atau Rp5 juta s/d Rp20 juta setiap tahanan per bulan, selanjutnya uang hasil pengumpulan tersebut akan dibagi untuk para Terdakwa dan para Petugas Rutan KPK lainnya berdasarkan pangkat/kedudukan dan tugas yang diberikan," ujar JPU saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (1/8/2024).
Adapun, ketentuan besaran yang diterima perbulan oleh para Terdakwa berdasarkan pangkat adalah Plt Karutan mendapat bagian sebesar Rp10 juta per bulan, Koordinator Rutan sebesar Rp5 juta-10 juta per bulan, dan Petugas Rutan KPK yang terdiri dari Komandan Regu dan Anggota serta Unit Reaksi Cepat (URC) sebesar Rp500 ribu-Rp1,5 juta per bulan.
JPU melanjutkan agar para tahanan mau untuk menyetorkan sejumlah uang itu maka dibuatlah aturan yang memberatkan mereka. Di antaranya, JPU menyebutkan masa isolasi diperlama untuk tahanan yang baru masuk ke Rutan KPK dan tahanan yang lama akan dimasukkan kembali ke ruang isolasi dan kamar sel tahanannya dikunci atau digembok dari luar.
Tidak hanya itu, tahanan yang tidak membayar pun akses air ke selnya akan dipersulit hingga diperlambat dalam pengisian air galon.
"Dilarang atau dikuranginya waktu olahraga dan waktu kunjungan tahanan serta mendapat tambahan tugas jaga dan tugas piket kebersihan lebih banyak (tidak sesuai dengan jadwal yang dibuat)," papar JPU.
Lihat Juga: Mantan Penyidik KPK Ajak Masyarakat Tak Pilih Calon Kepala Daerah yang Terafiliasi Koruptor
(kri)