ICJR Nilai RUU Kamtansiber Picu Pemborosan Anggaran

Selasa, 06 Agustus 2019 - 19:03 WIB
ICJR Nilai RUU Kamtansiber Picu Pemborosan Anggaran
ICJR Nilai RUU Kamtansiber Picu Pemborosan Anggaran
A A A
JAKARTA - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai Rancangan Undang-undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber) akan memicu pemborosan anggaran. ICJR pun menilai UU Kamtansiber tidak diperlukan.

“RUU ini bukan spesifik soal ketahanan dan segala macamnya. Lebih karena pembentukan badan baru ini sehingga dia memerlukan anggaran, memerlukan personil dan lain sebagainya. Nah itu hanya bisa dibentuk di level UU, kira-kira jalan berfikirnya begitulah,” ujar Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju dihubungi wartawan, Selasa (6/8/2019).

Dia pun menyesalkan kebiasaan DPR dan pemerintah yang kerap mengesahkan UU di waktu-waktu akhir masa jabatan. Dia berpendapat, DPR dan pemerintah terkesan kejar tayang dalam bekerja.

Padahal, kata dia, setiap pembahasan RUU tidak wajib diselesaikan segera jika masih memerlukan pembahasan. “Mending targetnya rendah, tapi buat UU yang bagus. Ketimbang targetnya tercapai, tapi buat UU yang tidak berkualitas. Jadi seperti dikejar-kejar sama target produksi UU. Nah ini yang seharusnya dihindari oleh DPR,” katanya.

Lagipula, lanjut dia, Indonesia saat ini telah memiliki UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Kebutuhan dari negara ini soal ketahanan siber memang ada, terutama untuk menghadapi siber war yang dari luar karena itu banyak terjadi. Tapi persoalannya apakah perlu dengan RUU tersendiri, apa tidak cukup diwadahi dengan, misalnya UU ITE,” paparnya.

Dia melanjutkan, UU ITE sejatinya telah mewajibkan pemerintah untuk melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan elektronik dan sebagainya. Sehingga, menurutnya tidak ada urgensi yang membuat negara harus membuat UU khusus mengenai siber.

“Tinggal didetailkan sebenarnya peraturan pemerintahnya seperti apa, cara-cara pencegahan gangguan sistem elektronik itu pemerintah mau mencegahya seperti apa, nah kan ini belum pernah ada,” jelasnya.

Anggara menambahkan hal lain terkait pidana dalam ranah siber juga telah diatur dalam KUHP. Pemerintah dan DPR cukup membuat kodifikasi di dalam RKUHP untuk menguatkan aturan pidana terhadap pelanggaran siber.

“Kami belum tahu sampai seberapa perlu RUU ini. Jangan sampai kemudian ini hanya usulan dari pemerintah yang kemudian mereka kesulitan untuk mendefinisikan kemudian dilempar jadi usulan inisiatif DPR. Sehingga kemudian tiba-tiba muncul dan siap untuk pembahasan,” tutup Anggara.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4535 seconds (0.1#10.140)