Jangan Terpancing Rayuan Kapal Selam China

Selasa, 30 Juli 2024 - 05:04 WIB
loading...
Jangan Terpancing Rayuan...
Ilustrasi: Masyudi/SINDOnews
A A A
HARUSKAH kita mengakuisisi kapal selam dari China? Pertanyaan inilah yang mengemuka dalam perdebatan merespons rencana TNI AL membeli kapal selam interim. Ada yang menyetujui tawaran dari negeri Tirai Bambu tersebut, tapi tak sedikit pula yang menolak mentah-mentah. Alasannya, kualitas kapal selam diesel-listrik (SSK) S26T yang ditawarkan masih diragukan.

baca juga: Dilarang Sembarangan Membeli Kapal Selam

Namun Beijing tidak serta merta patah arang. Untuk menarik hati Jakarta, China menjadikan destroyer atau kapal perusak Tipe 052Ddengan harga diskon besar sebagai paket pembelian. Berdasarkan sumber yang terlibat dalam negosiasi seperti diberitakan Janes, tawaran tersebut mengemuka dalam pertemuan kedua yang berlangsung pada 4 Juli di kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan) Jalan Merdeka Barat, Jakarta.

Proposal China menawarkan diskon besar membeli destroyer menjadi kartu truf untuk meluluhkan Kemhan. China pasti paham bahwa Indonesia sangat mendambakan memperkuat armada perangnya dengan destroyer. Type 052D tidak bisa dianggap kaleng-kaleng, karena secara kualitas tidak kalah dibanding kapal sejenis milik negara maju, termasuk Arleigh Burke Class milik Amerika Serikat (AS).

Berdasar sejumlah informasi, Type 052D adalah kapal perang generasi terbaru yang dikembangkan China Shipbuilding Industry Corporation (CSIC) pada 2010-an, dan resmi melayani Angkatan Laut China pada 2014. Kapal ini merupakan pengembangan dari pendahulunya, Type 052C DDG, di antaranya sistem sensor dan senjata. Dengan sistem sensor serupa AEGIS, Type 052D dilengkapi 64 sel sistem peluncuran vertical (VLS) dan rudal jelajah anti-kapal YJ-18.

Di sisi lain, negara barat seperti Prancis, Italia, atau Spanyol yang selama ini menjadi sumber belanja kapal kombatan, belum pernah menyodorkan kapal real destroyer. Memang, belum lama ini Navantia Spanyol mengajukan destroyer F110 kepada Indonesia. Hanya saja, meski tergolong kapal perang state of the art, F110 cuma dilengkapi 16 VLS hingga kapasitasnya tidak ubahnya fregat.

Bandingkan dengan destroyer teranyar milik Australia yang baru saja diluncurkan, kelas Hobart, memiliki 48 sel untuk meluncurkan RIM-66 Standard 2 dan RIM-162 Evolved Sea Sparrow. Jelas tidak apple to apple. Dengan demikian, keberadaan Type 052D dalam jajaran kapal perang TNI AL bisa diharapkan menghadirkan detterent effect menjaga kedaulatan NKRI.

Namun, sebelum mengambil keputusan, pemangku kebijakan harus kembali ke duduk perkara bahwa negosiasi yang tengah dilakukan bukanlah tentang destroyer, tapi kapal selam S26T. Karena itulah, rasionalisasi negosiasi yang berlangsung harus berpegang pada tujuan awal, yakni mendapatkan kapal selam interim untuk menutup gap kekuatan bawah laut sebelum kapal selam Scorpene Evolved selesai dibangun.

baca juga: Kemhan Boyong Kapal Selam Penyelamat dari Inggris

Pertanyaannya, apakah S26T mampu menutupi gap tersebut, sementara satu kapal selam KRI Cakra dan tiga kapal selam kelas Nagapasa atau Chang Bogo tidak memenuhi ekspektasi? Tak kalah pentingnya adalah, apakah pembelian alutsista strategis yang memakan anggaran besar itu seperti membeli mainan made in China yang beberapa kali dipakai harus dibuang karena sudah rusak, atau berorientasi jangka panjang dan mampu menjadi detterent effect lazimnya menjadi pertimbangan utama keputusan pembelian kapal selam?

Kedepankan Aspek Strategis

Dalam membahas posisi strategis keberadaan kapal selam, kalimat yang diambil dari penggalan pidato Presiden RI pertama Soekarno di atas kapal selam KRI Tjandrasa yang tengah berlabuh di dermaga Tanjung Priok, Jakarta pada 6 Oktober 1966, "Wira Ananta Rudhiro" (sekali menyelam, maju terus - tiada jalan untuk timbul, sebelum menang. Tabah sampai akhir), seolah menjadi mantra bagi punggawa kapal selam sekaligus pedoman yang tak boleh dilupakan.

Pernyataan tersebut jelas bukan sekadar menekankan tentang komitmen untuk menjadi prajurit bawah laut sejati, pentingnya kesabaran dan ketabahan menjalankan tugas dalam dunia sunyi demi memenangkan peperangan membela NKRI. Tak kalah pentingnya adalah kemampuan kapal selam untuk beroperasi secara senyap dan dalam tempo selama mungkin di bawah air.

Di masa itu, Bung Karno sudah memahami betul kapal selam bisa menjadi jimat untuk memenangkan laga di lautan, karena kapal selam adalah apex predator atau predator puncak ekosistem laut yang bisa dengan mudah melumpuhkan kapal perang permukaan, sekalipun kapal induk. Di sisi lain, Proklamator RI itu juga sadar betul betapa pentingnya keberadaan kapal selam untuk melindungi NKRI, yang 70% wilayahnya terdiri dari lautan. Karena itulah tidak heran semasa Orde Lama Indonesia sudah memiliki 12 kapal selam.

Kapasitas kapal selam sebagai game changer tidak terlepas dari aspek stragegis yang dimilikinya. Guru Besar Universitas Pertahanan, Laksamana TNI (Purn) Prof Dr Marsetio pernah mengatakan, bahwa kapal selam adalah alutsista strategis karena memiliki kemampuan operasional seperti pengintaian taktis dan strategis (surveillance and reconnaissance), peperangan anti kapal permukaan, peperangan anti kapal selam, serangan terhadap sasaran vital di darat (precision strike), operasi penyusupan (raid amphibi), penyebaran ranjau sampai dengan operasi SAR dan pengamanan VVIP.

Karena pentingnya nilai strategis kapal selam, mantan Kepala Staf TNI AL itu merekomendasikan TNI AL memiliki 25 kapal selam. Jumlah tersebut juga mempertimbangkan urgensi Indonesia sebagai negara kepulauan yang dilalui jalur laut komunikasi internasional (sea line of communications– SLOC) dan jalur laut perdagangan international (sea line of trade – SLOT), hingga TNI AL harus menjaga keamanan pelayaran di sejumlah choke points masuk wilayah laut Indonesia.

baca juga: Canggih, Kapal Selam China Mampu Menonaktifkan Starlink

Beberapa referensi juga menyebut aspek strategis kapal selam, yang tidak dimiliki kapal perang permukaan, ataupun alutsista matra darat dan matra udara. Fakta itu merujuk pada keunggulan operasional, yakni mampu menjadi sarana membawa pasukan ke dalam medan operasi khusus secara rahasia dan bisa dimanfaatkan untuk pengumpulan data intelijen serta survei bawah laut terkait kekayaan alam.

Kapal selam juga dapat menghancurkan kekuatan armada kapal perang musuh secara efektif, bisa dibekali sistem persenjataan akurat -baik itu rudal bawah permukaan dan torpedo untuk menghantam kapal perang, kapal selam, maupun sasaran permukaan di daratan.

KSAL Laksamana TNI Muhammad Ali saat berbicara pada sarasehan nasional pembangunan kekuatan kapal selam di ujung Surabaya (12/6/2023) juga telah memaparkan kapal selam adalah alutsista strategis armada angkatan laut suatu negara. Keunggulannya terletak pada aspek kerahasiaan dan daya hancur tinggi. Selain itu, dia menyebut kapal selam sebagai pengganda kekuatan tempur signifikan, sehingga memiliki strategic deterrence sangat tinggi.

Selain untuk menjaga wilayah NKRI yang sangat luas dan sebagian besar terdiri dari lautan, akuisisi kapal selam menjadi urgen melihat konteks geopolitik yang berkembang di Laut China Selatan (LCS), yang diwarnai agresivitas China mengklaim mayoritas wilayah ini, dan progresivitas Amerika Serikat memperkuat pengaruh dan kehadirannya di LCS dan Indo Pasifik, termasuk dengan alasan menjamin kebebasan navigasi.

Karena itulah, keputusan akuisisi kapal selam harus mempertimbangkan aspek strategis, dengan kebutuhan mutlak bahwa kapal selam Indonesia tidak boleh kalah saing dengan kapal selam yang lalu lalang di kawasan. Sebagai perbandingan, negara tetangga Singapura memiliki empat kapal selam tipe kelas 218SG buatan Thyssen Krupp Marine System (tk MS) Jerman. Juga Australia tengah menanti kehadiran lima kapal selam bertenaga nuklir kelas Virginia dari Amerika Serikat.

Belum lagi China. Berdasar Global Fire Power 2020, negeri Panda ini memiliki 74 kapal selam, di antaranya tipe 094 bertenaga nuklir yang dilengkapi rudal balistik. Karena itulah, perlu kembali ditekankan pertanyaan apakah pembelian kapal selam baru, termasuk untuk memenuhi kebutuhan ad interim bisa menjawah kebutuhan strategis atau hanya malah sia-sia karena tidak memenuhi kapabilitas diharapkan?

Cacat Sejak Lahir

Urgensi akuisisi kapal selam interim disampaikan langsung KSAL Muhammad Ali di sela seminar tentang kapal selam di Jakarta, pada pertengahan Mei 2023. Alasannya, pembangunan Scorpene Evolved membutuhkan waktu 5-7 tahun lagi. Di satu sisi dimahfumi bahwa jumlah kapal selam TNI AL jauh dari memadahi, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.

baca juga: Rusia Pensiunkan Kapal Selam Nuklir Terbesar di Dunia

Untuk tujuan tersebut, mantan komandan kapal selam Nanggala tersebut telah mengunjungi pabrikan utama kapal selam dunia. Target kapal selam yang dicari adalah kapal selam konvensional dan non-nuklir yang menggunakan air-independent propulsion (AIP) system hingga lithium ion-battery. Beberapa galangan kapal yang sudah dikunjungi antara lain berada di China dan Jerman.

Di China, pabrik yang dikunjungi adalah Jiangnan Shipyard di Shanghai dan Wuchang Shipyard di Wuhan. Pada momen tersebut, KSAL mendapatkan penjelasan tentang kemampuan industri pertahanan strategis Cina seperti memproduksi destroyer kelas 052D dan kapal selam S26. Sedangkan di Jerman, yang dikunjungi adalah tkMS. Di tempat tersebut KSAL menerima penjelasan mengenai kapal selam tipe Howaldtswerke Deutsche Werft (HWD) 212, dan tipe 214 yang menjadi salah satu kapal selam tercanggih dengan teknologihybrid.

Dalam perjalanannya, China menunjukkan agresivitasnya merayu Indonesia. Termasuk menawarkan kapal selam S26 beserta paket destroyer kelas 052D dengan diskon besar. Sekilas tawaran sangat menarik. Namun sayangnya, kapal selam yang diajukan sudah cacat sejak lahir. Bagaimana bisa? Kapal selam S26 yang disodorkan ternyata kapal selam yang batal diakuisisi Thailand karena persoalan mesin.

Berbagai informasi menyebut, kapal selam tersebut awalnya dipesan negeri Gajah Putih pada 2017, dengan mesin MTU-396 made in Motoren und Turbinen Union GmbH, Jerman. Namun persoalan muncul karena Jerman membatalkan kesepakatan dengan alasan kendala kebijakan yang mencegah mesin kapal selam produksinya dimasukkan ke dalam peralatan militer China alias terdampak embargo.

Sebagai solusi, Beijing menawarkan CHD620, mesin lokal yang telah disertifikasi MTU Jerman. Namun PM Thailand Prayut Chan-o-chamenolak perihal tersebut dengan alasan kualitas, dan tetap bersikukuh memegang ketentuan awal. Akhirnya pada akhir Oktober 2023, Bangkok memutuskan menunda hingga waktu tidak tentukan dan menunggu kesiapan China memenuhi kontrak awal. Padahal awalnya, kapal selam senilai USD402 juta itu akan dikirim pada tahun ini.

Persoalan lain yang mengemuka terkait keandalan teknis. Seperti disampaikan pemerhati alutsista Alman Helvas Ali bertajuk ‘Tawaran Kapal Selam S62 Made In China dan Dinamika Geopolitik Global’, terungkap keandalan teknis kapal selam S26 di bawah kapal selam asal Eropa, seperti Scorpene Evolved dan U214. Parameternya dinilai dari indiscretion rate (waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan isi ulang baterai). Scorpene Evolved mendapat nilai sebesar 6%, sedangkan S26 mencapai 15%. Semakin besar indiscretion rate, maka waktu isi ulang baterai S26 lebih lama.

Kualitas kapal selam China bisa disebut belum teruji. Salah satu indikatornya adalah tragedi hilangnya kapal selam Type 093 milik Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA-N) saat melakukan misi di Laut Kuning pada 22 Agustus 2023 lalu. Dugaan yang muncul, kapal selam terperangkap rantai dan jangkar yang sengaja dipasang untuk menjerat kapal-kapal AS dan sekutunya, serta kegagalan alat pengontrol atmosfer.

baca juga: Mengenal Virginia, Kapal Selam Paling Mematikan Milik AS

Jika memahami berbagai persoalan tersebut, kapal selam S26 tidak layak dibeli karena salah satu aspek strategis yang menjadi keunggulan kapal selam tidak terpenuhi, yaitu kerahasiaan atau kesenyapan di bawah laut. Bagaimana bisa senyap jika mesin yang digunakan masih dipertanyakan kualitasnya. Begitupun tingginya tingkat indiscretion rate membuat kapal lebih lama muncul di permukaan untuk isi ulang baterai.

Tak kalah penting adalah jaminan keamanan. Belum lekang dari ingatkan karamnya (subsunk) kapal selam KRI Nanggala-402 di perairan Bali, pada 24 April 2022. Atas tragedi tersebut, 53 putra terbaik bangsa yang mengawaki alutsista tersebut menjadi korban. Siapa yang tidak was-was mengawaki kapal selam yang tidak mampu maksimal menggaransi safety?

Melihat kondisi tersebut dan komitmen memegang aspek strategis kapal selam sebagai parameter akuisisi, maka tidak ada alasan bagi Kemhan untuk menolak tawaran tersebut. Walaupun berstatus interim, jangan sampai akuisisi sia-sia karena kapal selam tidak bisa beroperasi secara optimal, seperti kelas Changbogo. Kemhan lebih tepat mengambil kapal selam battle proven dari negara produsen utama kapal selam, seperti tipe HWD 212 dan 214 produksi TKMS Jerman yang sudah dikunjungi KSAL.

Bila pertimbangan transaksi juga melihat variabel geopolitik untuk menjaga keseimbangan hubungan persahabatan dengan China, Kemhan perlu mencari terobosan negosiasi untuk mengambil alutsista made in China lain, seperti destroyer Type 052D yang memang dibutuhkan untuk memperkuat armada perang Indonesia.

Poin utamanya, pilihan jenis kapal selam murni berdasarkan keputusan rasional yang menitikberatkan pada jaminan kualitas yang bisa mewujudkan aspek strategis kapal selam, hingga akuisisi yang dilakukan tidak sia-sia karena kapal selam benar-benar bisa diandalkan menjaga wilayah laut NKRI. Mestinya keputusan Thailand menolak S26 yang sudah dipesan menjadi banch mark para decision maker negeri ini. Jangan sampai kepentingan nasional dikorbankan karena berbagai rayuan. (*)
(hdr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1272 seconds (0.1#10.140)