Kasus Meikarta, Sekda Jabar dan Eks Presdir Lippo Jadi Tersangka
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan resmi penetapan Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat (Jabar), Iwa Karniwa dan mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk, Bartholomeus Toto, sebagai tersangka suap pengurusan izin proyek Meikarta, Bekasi.
Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menyatakan, sejak beberapa waktu lalu KPK telah membuka penyelidikan baru atas kasus dugaan suap pengurusan sejumlah perizinan proyek Pembangunan Meikarta milik Lippo Group di Kabupaten Bekasi, dengan total luas lokasi proyek 438 hektarare (ha), pascaputusan terhadap sembilan orang terdakwa.
"Sebagai pihak penerima suap, IWK, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat periode 2015 hingga sekarang. Sebagai pemberi, BTO (Bartholomeus Toto) mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk," kata Saut saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (29/7/2019).
Mantan staf ahli kepala BIN ini memaparkan, Iwa disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHPidana.
(Baca juga: Di Kasus Meikarta Neneng Menangis Akui Salah dan Kapok Jadi Bupati)
Sementara Toto dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHPidana.
"IWK (Iwa) sebagai tersangka dalam dugaan suap terkait dengan pembahasan subtansi tentang Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi tahun 2017. BTO (Toto) sebagai tersangka dalam dugaan suap terkait dengan dugaan pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi," jelas Saut.
Saut menegaskan, perbuatan Toto dilakukan secara bersama-sama dengan terdakwa pemberi suap Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dan tiga konsultan perizinan Lippo Group yakni Billy Sindoro, Henry Jasmen P Sihotang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi. Saut menegaskan, total uang suap yang terbukti telah diberikan yakni Rp13,3 miliar.
Di antaranya Rp10,63 miliar dan SGD90.000 diterima terdakwa Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin, Rp400 juta diterima terdakwa Dewi Tisnawati selaku Kepala Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, Rp1,5 miliar diterima terdakwa Jamaludin selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab, Rp630 juta diterima terdakwa Sahat Maju Banjarnahor selaku Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, dan Rp170 juta diterima terdakwa Neneng Rahmi Nurlaili selaku Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi.
(Baca juga: Sidang Meikarta, Deddy Mizwar Tak Ingin Lippo Seperti Negara)
Saut memaparkan, usulan dan RDTR Kabupaten Bekasi yang berlangsung di DPRD Kabupaten Bekasi berhubungan erat dengan lokasi proyek Meikarta. Setelah rancangan Raperda RDTR tersebut disetujui DPRD kemudian dikirimkan ke Pemerintah Provinsi Jabar.
Dalam perkembangannya, Neneng Rahmi Nurlaili kemudian bertemu dengan tersangka Iwa untuk penyelesaian RDTR di Provinsi. Berikutnya Neneng Rahmi mendengar informasi tersangka Iwa meminta uang Rp1 miliar. Neneng meneruskan informasi tersebut ke salah satu pegawai PT Lippo Cikarang Tbk.
"Beberapa waktu kemudian pihak Lippo Cikarang menyerahkan uang kepada Neneng Rahmi Nurlaili. Kemudian sekitar Desember 2017 dalam dua tahap, Neneng Rahmi melalui perantara menyerahkan uang kepada tersangka IWK (Iwa) dengan total Rp900 juta," ucapnya.
Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menyatakan, sejak beberapa waktu lalu KPK telah membuka penyelidikan baru atas kasus dugaan suap pengurusan sejumlah perizinan proyek Pembangunan Meikarta milik Lippo Group di Kabupaten Bekasi, dengan total luas lokasi proyek 438 hektarare (ha), pascaputusan terhadap sembilan orang terdakwa.
"Sebagai pihak penerima suap, IWK, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat periode 2015 hingga sekarang. Sebagai pemberi, BTO (Bartholomeus Toto) mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk," kata Saut saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (29/7/2019).
Mantan staf ahli kepala BIN ini memaparkan, Iwa disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHPidana.
(Baca juga: Di Kasus Meikarta Neneng Menangis Akui Salah dan Kapok Jadi Bupati)
Sementara Toto dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHPidana.
"IWK (Iwa) sebagai tersangka dalam dugaan suap terkait dengan pembahasan subtansi tentang Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi tahun 2017. BTO (Toto) sebagai tersangka dalam dugaan suap terkait dengan dugaan pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi," jelas Saut.
Saut menegaskan, perbuatan Toto dilakukan secara bersama-sama dengan terdakwa pemberi suap Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dan tiga konsultan perizinan Lippo Group yakni Billy Sindoro, Henry Jasmen P Sihotang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi. Saut menegaskan, total uang suap yang terbukti telah diberikan yakni Rp13,3 miliar.
Di antaranya Rp10,63 miliar dan SGD90.000 diterima terdakwa Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin, Rp400 juta diterima terdakwa Dewi Tisnawati selaku Kepala Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, Rp1,5 miliar diterima terdakwa Jamaludin selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab, Rp630 juta diterima terdakwa Sahat Maju Banjarnahor selaku Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, dan Rp170 juta diterima terdakwa Neneng Rahmi Nurlaili selaku Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi.
(Baca juga: Sidang Meikarta, Deddy Mizwar Tak Ingin Lippo Seperti Negara)
Saut memaparkan, usulan dan RDTR Kabupaten Bekasi yang berlangsung di DPRD Kabupaten Bekasi berhubungan erat dengan lokasi proyek Meikarta. Setelah rancangan Raperda RDTR tersebut disetujui DPRD kemudian dikirimkan ke Pemerintah Provinsi Jabar.
Dalam perkembangannya, Neneng Rahmi Nurlaili kemudian bertemu dengan tersangka Iwa untuk penyelesaian RDTR di Provinsi. Berikutnya Neneng Rahmi mendengar informasi tersangka Iwa meminta uang Rp1 miliar. Neneng meneruskan informasi tersebut ke salah satu pegawai PT Lippo Cikarang Tbk.
"Beberapa waktu kemudian pihak Lippo Cikarang menyerahkan uang kepada Neneng Rahmi Nurlaili. Kemudian sekitar Desember 2017 dalam dua tahap, Neneng Rahmi melalui perantara menyerahkan uang kepada tersangka IWK (Iwa) dengan total Rp900 juta," ucapnya.
(maf)