Rayakan HUT ke-56, Begini Catatan Satu Dekade BPJS Kesehatan Kelola JKN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sepanjang satu dekade mengemban amanah menjalankan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), BPJS Kesehatan telah banyak menciptakan terobosan yang mengubah sistem layanan kesehatan di Indonesia. Beragam prestasi dan capaian positif yang diraih BPJS Kesehatan juga menandakan bahwa Program JKN semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti saat acara sarasehan memperingati HUT ke-56 BPJS Kesehatan, Senin (15/7/2024).
Tonggak sejarah program jaminan kesehatan dimulai dengan didirikannya Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) pada 1968. BPDPK mulai memperkenalkan kebijakan pembiayaan dengan sistem kapitasi dan mekanisme managed care. BPDPK kemudian berkembang menjadi Perum Husada Bhakti (PHB) yang secara resmi menghapus kebijakan klaim perorangan. Konsep rujukan pun dimatangkan.
Selanjutnya, PT Askes (Persero) hadir menggantikan PHB. Kelompok peserta jaminan kesehatan kian bervariasi, mulai dari karyawan BUMN dan masyarakat miskin. Kemudian PT Askes bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan untuk mewujudkan Universal Health Coverage (UHC) bagi penduduk Indonesia tanpa terkecuali.
“Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat untuk melihat betapa banyak perubahan yang terjadi sejak negara menghadirkan Program JKN. Dahulu, tidak semua orang memiliki peluang untuk mengakses layanan kesehatan yang memadai. Sekarang semua lapisan masyarakat yang sudah menjadi peserta JKN aktif bisa berobat tanpa terkendala biaya mahal,” kata Ghufron.
Dalam rentang waktu tersebut, kepesertaan JKN melesat tajam, dari yang semula 133,4 juta jiwa pada akhir tahun 2014 menjadi 267,3 juta jiwa pada akhir tahun 2023. Sampai dengan 12 Juli 2024, sebanyak 273,5 juta penduduk Indonesia telah terdaftar menjadi peserta JKN.
Dengan terdaftarnya lebih dari 97 persen masyarakat Indonesia ke Program JKN, BPJS Kesehatan optimis bisa mencapai target UHC tahun ini yakni 98 persen penduduk Indonesia terdaftar Program JKN. Seiring dengan pertumbuhan peserta, angka kepuasan peserta juga meningkat dari skor 81 pada tahun 2014 menjadi 90,7 pada tahun 2023.
“Pada 2014, iuran JKN yang diterima BPJS Kesehatan jumlahnya Rp40,7 triliun, sementara pada tahun 2023 jumlahnya Rp151,7 triliun. Yang menarik, pada tahun 2023 kolektibilitas iuran JKN mencapai 98,62 persen. Ini menunjukkan bahwa masyarakat, terutama yang sudah merasakan layanan JKN, menyadari betapa pentingnya menjaga keberlangsungan program ini dengan rutin membayar iuran,” tutur Ghufron.
Ghufron juga menegaskan bahwa peningkatan jumlah peserta JKN harus diiringi dengan kemudahan akses layanan kesehatan. Karena itu, BPJS Kesehatan terus memperluas jaringan mitra fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia.
Kehadiran BPJS Kesehatan dan Program JKN mendorong geliat pertumbuhan industri kesehatan swasta, khususnya rumah sakit. Hingga tahun 2023, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 23.639 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 3.120 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), dan 5.494 fasilitas kesehatan penunjang.
“Sebanyak 66,28% FKRTL mitra BPJS Kesehatan adalah milik swasta. Rata-rata pembayaran klaim tahun 2023 adalah 11,5 hari kerja untuk FKTP dan 13,7 hari kalender untuk FKRTL, lebih cepat daripada ketentuan yang berlaku. Di sisi lain, agar peserta JKN memperoleh layanan berkualitas, BPJS Kesehatan hanya bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan yang lolos seleksi credentialing maupun recredentialing. Untuk melayani pelayanan kesehatan dasar hingga ke pelosok, rumah sakit terapung juga kami rangkul menjadi mitra BPJS Kesehatan,” papar Ghufron.
Dari waktu ke waktu, angka pemanfaatan pelayanan Program JKN juga terus merangkak naik. Tahun 2014, tercatat pemanfaatan Program JKN per tahun sebanyak 92,3 juta pemanfaatan, sedangkan pada tahun 2023 jumlahnya menjadi 606,7 juta pemanfaatan atau 1,7 juta pemanfaatan layanan setiap harinya.
Pada tahun 2023, sebanyak 25 persen biaya layanan di tingkat lanjutan digunakan untuk membayar pelayanan kesehatan penyakit berbiaya katastropik.
“Tahun 2023, BPJS Kesehatan mengeluarkan Rp34,7 triliun untuk membayar pelayanan kesehatan 29,7 juta kasus penyakit berbiaya katastropik. Ini seperti dua sisi mata uang bagi kami. Di satu sisi, makin banyak masyarakat yang tertolong karena dapat mengakses layanan kesehatan. Namun di sisi lain, beban biaya pelayanan kesehatan terus bertambah. Ini yang jadi tugas besar kita semua agar bisa mengendalikan angka penderita penyakit berbiaya katastropik. Karena itu, deteksi dini sangat penting. Lebih cepat diketahui, lebih cepat penanganannya,” kata Ghufron menegaskan.
Tahun ini BPJS Kesehatan juga berhasil kembali mencatatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) untuk laporan keuangan selama 10 kali berturut-turut. Pencapaian ini memperlihatkan konsistensi BPJS Kesehatan dalam menerapkan tata kelola yang baik serta senantiasa menjalankan Program JKN berdasarkan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas.
“Program JKN merupakan manifestasi gotong royong bangsa Indonesia. Tidak mudah bagi BPJS Kesehatan untuk mengelola jaminan kesehatan bagi ratusan juta jiwa penduduk Indonesia. Apalagi, pengelolaan program ini melibatkan banyak stakeholders," tutur Gufron.
Menurut Gurfon, ekosistem JKN yang kompleks dan ekspektasi masyarakat yang terus meningkat akan selalu menjadi tantangan bagi kita semua. "Karena itu, diperlukan upaya penguatan kolaborasi lintas sektoral, serta komitmen seluruh Duta BPJS Kesehatan untuk merealisasikan rencana strategis ke depan,” kata Ghufron.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti saat acara sarasehan memperingati HUT ke-56 BPJS Kesehatan, Senin (15/7/2024).
Tonggak sejarah program jaminan kesehatan dimulai dengan didirikannya Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) pada 1968. BPDPK mulai memperkenalkan kebijakan pembiayaan dengan sistem kapitasi dan mekanisme managed care. BPDPK kemudian berkembang menjadi Perum Husada Bhakti (PHB) yang secara resmi menghapus kebijakan klaim perorangan. Konsep rujukan pun dimatangkan.
Selanjutnya, PT Askes (Persero) hadir menggantikan PHB. Kelompok peserta jaminan kesehatan kian bervariasi, mulai dari karyawan BUMN dan masyarakat miskin. Kemudian PT Askes bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan untuk mewujudkan Universal Health Coverage (UHC) bagi penduduk Indonesia tanpa terkecuali.
“Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat untuk melihat betapa banyak perubahan yang terjadi sejak negara menghadirkan Program JKN. Dahulu, tidak semua orang memiliki peluang untuk mengakses layanan kesehatan yang memadai. Sekarang semua lapisan masyarakat yang sudah menjadi peserta JKN aktif bisa berobat tanpa terkendala biaya mahal,” kata Ghufron.
Dalam rentang waktu tersebut, kepesertaan JKN melesat tajam, dari yang semula 133,4 juta jiwa pada akhir tahun 2014 menjadi 267,3 juta jiwa pada akhir tahun 2023. Sampai dengan 12 Juli 2024, sebanyak 273,5 juta penduduk Indonesia telah terdaftar menjadi peserta JKN.
Dengan terdaftarnya lebih dari 97 persen masyarakat Indonesia ke Program JKN, BPJS Kesehatan optimis bisa mencapai target UHC tahun ini yakni 98 persen penduduk Indonesia terdaftar Program JKN. Seiring dengan pertumbuhan peserta, angka kepuasan peserta juga meningkat dari skor 81 pada tahun 2014 menjadi 90,7 pada tahun 2023.
“Pada 2014, iuran JKN yang diterima BPJS Kesehatan jumlahnya Rp40,7 triliun, sementara pada tahun 2023 jumlahnya Rp151,7 triliun. Yang menarik, pada tahun 2023 kolektibilitas iuran JKN mencapai 98,62 persen. Ini menunjukkan bahwa masyarakat, terutama yang sudah merasakan layanan JKN, menyadari betapa pentingnya menjaga keberlangsungan program ini dengan rutin membayar iuran,” tutur Ghufron.
Ghufron juga menegaskan bahwa peningkatan jumlah peserta JKN harus diiringi dengan kemudahan akses layanan kesehatan. Karena itu, BPJS Kesehatan terus memperluas jaringan mitra fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia.
Kehadiran BPJS Kesehatan dan Program JKN mendorong geliat pertumbuhan industri kesehatan swasta, khususnya rumah sakit. Hingga tahun 2023, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 23.639 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 3.120 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), dan 5.494 fasilitas kesehatan penunjang.
“Sebanyak 66,28% FKRTL mitra BPJS Kesehatan adalah milik swasta. Rata-rata pembayaran klaim tahun 2023 adalah 11,5 hari kerja untuk FKTP dan 13,7 hari kalender untuk FKRTL, lebih cepat daripada ketentuan yang berlaku. Di sisi lain, agar peserta JKN memperoleh layanan berkualitas, BPJS Kesehatan hanya bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan yang lolos seleksi credentialing maupun recredentialing. Untuk melayani pelayanan kesehatan dasar hingga ke pelosok, rumah sakit terapung juga kami rangkul menjadi mitra BPJS Kesehatan,” papar Ghufron.
Dari waktu ke waktu, angka pemanfaatan pelayanan Program JKN juga terus merangkak naik. Tahun 2014, tercatat pemanfaatan Program JKN per tahun sebanyak 92,3 juta pemanfaatan, sedangkan pada tahun 2023 jumlahnya menjadi 606,7 juta pemanfaatan atau 1,7 juta pemanfaatan layanan setiap harinya.
Pada tahun 2023, sebanyak 25 persen biaya layanan di tingkat lanjutan digunakan untuk membayar pelayanan kesehatan penyakit berbiaya katastropik.
“Tahun 2023, BPJS Kesehatan mengeluarkan Rp34,7 triliun untuk membayar pelayanan kesehatan 29,7 juta kasus penyakit berbiaya katastropik. Ini seperti dua sisi mata uang bagi kami. Di satu sisi, makin banyak masyarakat yang tertolong karena dapat mengakses layanan kesehatan. Namun di sisi lain, beban biaya pelayanan kesehatan terus bertambah. Ini yang jadi tugas besar kita semua agar bisa mengendalikan angka penderita penyakit berbiaya katastropik. Karena itu, deteksi dini sangat penting. Lebih cepat diketahui, lebih cepat penanganannya,” kata Ghufron menegaskan.
Tahun ini BPJS Kesehatan juga berhasil kembali mencatatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) untuk laporan keuangan selama 10 kali berturut-turut. Pencapaian ini memperlihatkan konsistensi BPJS Kesehatan dalam menerapkan tata kelola yang baik serta senantiasa menjalankan Program JKN berdasarkan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas.
“Program JKN merupakan manifestasi gotong royong bangsa Indonesia. Tidak mudah bagi BPJS Kesehatan untuk mengelola jaminan kesehatan bagi ratusan juta jiwa penduduk Indonesia. Apalagi, pengelolaan program ini melibatkan banyak stakeholders," tutur Gufron.
Menurut Gurfon, ekosistem JKN yang kompleks dan ekspektasi masyarakat yang terus meningkat akan selalu menjadi tantangan bagi kita semua. "Karena itu, diperlukan upaya penguatan kolaborasi lintas sektoral, serta komitmen seluruh Duta BPJS Kesehatan untuk merealisasikan rencana strategis ke depan,” kata Ghufron.
(ars)