DPD RI Siap Berkolaborasi dengan Kanwil Kemenkumham Menyusun Peraturan Hukum
loading...
A
A
A
Dia pun menyinggung keberadaan Kemenkumham Jatim yang mayoritas menangani masalah hak memperoleh keadilan. “By data kan terlihat bahwa Kemenkumham Jatim mayoritas menerima aduan tentang hak memperoleh keadilan, yang dalam hal ini banyak terkait perdata atau perikatan dengan obyek adalah tanah. Ini penting sekali sebagai bentuk self reminder semua pihak bahwa masalah yang sangat umum terjadi namun sangat pelik penyelesaiannya memang terkait tanah, entah perikatan utang piutang maupun jual beli," tandas keponakan dari Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa itu.
Ning Lia yang juga merupakan Doktoral UINSA itu bahkan tak ragu menyebut adanya potensi kejahatan kerah putih. Kejahatan kerah putih seringkali kita sematkan pada individu atau kelompok yang memiliki akses dan wewenang terhadap sumber daya keuangan atau informasi rahasia pihak tertentu.
"Sebagai contoh kalau bicara perikatan utang piutang maupun jual beli, maka oknum pelaku kejahatan adalah yang memiliki kewenangan dalam pembuatan perikatan. Oleh sebab itu, ketika banyak laporan masyarakat terkait masalah hukum yang menjerat mereka karena awam pengetahuan, maka kita pun diingatkan atas adagium hukum ‘ignorantia excusatur non juris sed facti, bahwa ketidaktahuan terhadap kejadian dapat dimaafkan.’ Jadi memang sangat rentan masyarakat jadi korban karena ketidaktahuan sehingga mudah dimanfaatkan dan dijerat sebagai pihak yang dirugikan," imbuhnya.
“Contoh, niat berutang, tapi dijebak sebagai ikatan jual beli. Atau case lain, seperti membeli tanah, tapi ternyata tanah sengketa, dan sebagainya yang mana banyak modus serupa di tengah masyarakat. Dan korban selalu lemah dalam pembuktian karena yang namanya sindikat kejahatan kerah putih atau mafia tanah misalnya, sudah menyiapkan semua bukti yang bisa diatur untuk menjerat korban yang tidak dipahami oleh pihak korban," ungkap Ning Lia.
Atas realita itu, Ning Lia pun berharap ada efek jera pada pelaku kejahatan kerah putih. “Ada sebuah adagium, ignorantia eorum quae quis scire tenetur non excusat yang berarti ketidaktahuan terhadap hal- hal yang seharusnya diketahui bukan alasan, yaitu tidak bisa menghindari implikasi hukum atas suatu kejadian", sambung Senator yang sejak muda aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan itu," imbuhnya.
Kalau saya maknai, tidak ada alasan pihak yang berwenang dalam sebuah perikatan tidak tahu detail objek perikatan sedangkan mereka seharusnya tahu obyek tersebut sehingga secara rasional mengetahui ini perikatan yang benar atau rekayasa pesanan dari sindikat?”
“Jadi intinya, tidak mungkin tidak tahu. Oleh sebab itu, jika ada oknum yang memiliki kewenangan dalam sebuah perikatan yang disinyalir bahkan terbukti melakukan pelanggaran HAM, harus ada sanksi tegas," tegasnya.
“Bila perlu bukan hanya pemberhentian izin profesi, tapi juga publikasi ke media massa karena bisa jadi banyak korban dari oknum berwenang tersebut tapi tidak bisa speak-up karena minim pengetahuan. Selain itu, sanksi tegas diperlukan agar mereka bisa menghormati marwah profesi yang mereka emban sebagai profesi yang membantu masyarakat, bukan menjebak dalam sebuah rekayasa perikatan,” kata Ning Lia
Hadir pada FGD itu, Kepala Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Fitriadi Agung Prabowo dan akademisi yang kini menjadi anggota DPD RI Terpilih Jatim, Lia Istifhama.
Fitriadi yang sebelumnya Kepala Subbidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta, menyampaikan tentang situasi pelanggaran HAM yang ditangani oleh Kemenkumham Jatim.
Ning Lia yang juga merupakan Doktoral UINSA itu bahkan tak ragu menyebut adanya potensi kejahatan kerah putih. Kejahatan kerah putih seringkali kita sematkan pada individu atau kelompok yang memiliki akses dan wewenang terhadap sumber daya keuangan atau informasi rahasia pihak tertentu.
"Sebagai contoh kalau bicara perikatan utang piutang maupun jual beli, maka oknum pelaku kejahatan adalah yang memiliki kewenangan dalam pembuatan perikatan. Oleh sebab itu, ketika banyak laporan masyarakat terkait masalah hukum yang menjerat mereka karena awam pengetahuan, maka kita pun diingatkan atas adagium hukum ‘ignorantia excusatur non juris sed facti, bahwa ketidaktahuan terhadap kejadian dapat dimaafkan.’ Jadi memang sangat rentan masyarakat jadi korban karena ketidaktahuan sehingga mudah dimanfaatkan dan dijerat sebagai pihak yang dirugikan," imbuhnya.
“Contoh, niat berutang, tapi dijebak sebagai ikatan jual beli. Atau case lain, seperti membeli tanah, tapi ternyata tanah sengketa, dan sebagainya yang mana banyak modus serupa di tengah masyarakat. Dan korban selalu lemah dalam pembuktian karena yang namanya sindikat kejahatan kerah putih atau mafia tanah misalnya, sudah menyiapkan semua bukti yang bisa diatur untuk menjerat korban yang tidak dipahami oleh pihak korban," ungkap Ning Lia.
Atas realita itu, Ning Lia pun berharap ada efek jera pada pelaku kejahatan kerah putih. “Ada sebuah adagium, ignorantia eorum quae quis scire tenetur non excusat yang berarti ketidaktahuan terhadap hal- hal yang seharusnya diketahui bukan alasan, yaitu tidak bisa menghindari implikasi hukum atas suatu kejadian", sambung Senator yang sejak muda aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan itu," imbuhnya.
Kalau saya maknai, tidak ada alasan pihak yang berwenang dalam sebuah perikatan tidak tahu detail objek perikatan sedangkan mereka seharusnya tahu obyek tersebut sehingga secara rasional mengetahui ini perikatan yang benar atau rekayasa pesanan dari sindikat?”
“Jadi intinya, tidak mungkin tidak tahu. Oleh sebab itu, jika ada oknum yang memiliki kewenangan dalam sebuah perikatan yang disinyalir bahkan terbukti melakukan pelanggaran HAM, harus ada sanksi tegas," tegasnya.
“Bila perlu bukan hanya pemberhentian izin profesi, tapi juga publikasi ke media massa karena bisa jadi banyak korban dari oknum berwenang tersebut tapi tidak bisa speak-up karena minim pengetahuan. Selain itu, sanksi tegas diperlukan agar mereka bisa menghormati marwah profesi yang mereka emban sebagai profesi yang membantu masyarakat, bukan menjebak dalam sebuah rekayasa perikatan,” kata Ning Lia
Hadir pada FGD itu, Kepala Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Fitriadi Agung Prabowo dan akademisi yang kini menjadi anggota DPD RI Terpilih Jatim, Lia Istifhama.
Fitriadi yang sebelumnya Kepala Subbidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta, menyampaikan tentang situasi pelanggaran HAM yang ditangani oleh Kemenkumham Jatim.