RUU Wantimpres Dinilai Kontroversial, Hendrawan Supratikno PDIP: Kita Kaji Lebih Dalam
loading...
A
A
A
JAKARTA - Politikus PDIP Hendrawan Supratikno akan mengkaji lebih dalam terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Atas UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden ( Wantimpres ). Sebab, ada yang menilai RUU ini kontroversial.
"Kita kaji lebih dalam," kata Hendrawan saat dihubungi, Jumat (12/7/2024).
Hendrawan mengatakan, pengkajian dilakukan lantaran ada yang menganggap beleid RUU itu kontroversial. Terkhusus, perubahan nomenklatur dari Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
"Ada yang menilai RUU ini kontroversial, karena nomenklatur DPA (seperti yang ada dan UUD 1945) sudah tidak dikenal dan diganti sebagai Wantimpres," ujarnya.
Dengan demikian, kata Hendrawan, Wantimpres masuk sebagai organ Presiden, bukan organ/lembaga negara. "Jadi masukan masyarakat dan para ahli hukum tata negara akan sangat penting," tandas Hendrawan.
Diketahui, DPR secara resmi menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (UU Wantimpres) menjadi RUU usul inisiatif DPR.
Keputusan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-22 Masa Sidang V Tahun Sidang 2023-2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Rapat ini dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus.
"Kini tiba saatnya kami menanyakan kepada sidang dewan yang terhormat apakah rancangan undang-undang usul inisiatif badan legislasi DPR RI tentang perubahan atas undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden dapat disetujui menjadi rancangan undang-undang usul DPR RI?" tanya Lodewijk di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (11/7/2024).
"Setuju," jawab anggota DPR yang mengikuti Rapat Paripurna.
Namun, rencana DPR merevisi UU Wantimpres menuai polemik. Kritik datang dari Ketua Bidang Penggalangan Milenial dan Gen Z DPP Partai Perindo David V. H Sitorus. Ia menilai perubahan nomenklatur Wantimpres menjadi DPA bertentangan dengan konstitusi.
"Menurut saya sebenarnya ini sudah bertentangan dengan konstitusi. Kenapa? Bukan pada soal lembaga Dewan Pertimbangannya, tapi pada nama yang disematkan," kata David saat dihubungi, Rabu (10/7/2024).
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 setelah amendemen IV, kata David, secara tegas dan jelas dikatakan bahwa Dewan Pertimbangan Agung telah dihapuskan. David pun mengaku sepakat dengan sejumlah pakar hukum yang menilai bahwa usulan perubahan nomenklatur ini seperti ingin menghidupkan kembali zaman Orde Baru .
"Sangat tepat (penilaian seperti itu). Kenapa? Karena Dewan Pertimbangan Agung dulu ada pada masa Orde Baru, yang kemudian dihapus pascareformasi," ujarnya.
"Kita kaji lebih dalam," kata Hendrawan saat dihubungi, Jumat (12/7/2024).
Hendrawan mengatakan, pengkajian dilakukan lantaran ada yang menganggap beleid RUU itu kontroversial. Terkhusus, perubahan nomenklatur dari Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
"Ada yang menilai RUU ini kontroversial, karena nomenklatur DPA (seperti yang ada dan UUD 1945) sudah tidak dikenal dan diganti sebagai Wantimpres," ujarnya.
Dengan demikian, kata Hendrawan, Wantimpres masuk sebagai organ Presiden, bukan organ/lembaga negara. "Jadi masukan masyarakat dan para ahli hukum tata negara akan sangat penting," tandas Hendrawan.
Diketahui, DPR secara resmi menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (UU Wantimpres) menjadi RUU usul inisiatif DPR.
Keputusan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-22 Masa Sidang V Tahun Sidang 2023-2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Rapat ini dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus.
"Kini tiba saatnya kami menanyakan kepada sidang dewan yang terhormat apakah rancangan undang-undang usul inisiatif badan legislasi DPR RI tentang perubahan atas undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden dapat disetujui menjadi rancangan undang-undang usul DPR RI?" tanya Lodewijk di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (11/7/2024).
"Setuju," jawab anggota DPR yang mengikuti Rapat Paripurna.
Namun, rencana DPR merevisi UU Wantimpres menuai polemik. Kritik datang dari Ketua Bidang Penggalangan Milenial dan Gen Z DPP Partai Perindo David V. H Sitorus. Ia menilai perubahan nomenklatur Wantimpres menjadi DPA bertentangan dengan konstitusi.
"Menurut saya sebenarnya ini sudah bertentangan dengan konstitusi. Kenapa? Bukan pada soal lembaga Dewan Pertimbangannya, tapi pada nama yang disematkan," kata David saat dihubungi, Rabu (10/7/2024).
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 setelah amendemen IV, kata David, secara tegas dan jelas dikatakan bahwa Dewan Pertimbangan Agung telah dihapuskan. David pun mengaku sepakat dengan sejumlah pakar hukum yang menilai bahwa usulan perubahan nomenklatur ini seperti ingin menghidupkan kembali zaman Orde Baru .
"Sangat tepat (penilaian seperti itu). Kenapa? Karena Dewan Pertimbangan Agung dulu ada pada masa Orde Baru, yang kemudian dihapus pascareformasi," ujarnya.
(zik)