Skoring Dinilai Bisa Memprediksi Risiko Kematian Bayi, Ini Penjelasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masih tingginya angka kematian bayi akibat penyakit jantung bawaan, menjadi persoalan serius yang harus dicari solusinya. Hal ini mendapat perhatian khusus dariSuprohaita Budiyarso, yangmelakukan penelitian untuk meraih gelar doktor.
DokterSuprohaita mengangkat disertasi bertema Model System Skoring Untuk Memprediksi Risiko Kematian Bayi Dengan Penyakit Jantung Bawaan di RSAB Harapan Kita, Jakarta, Senin 8 Juli 2024.
Dalam sidang terbuka doktoral yang digelar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Depok, dr Ita panggilan akrabnya, dalam paparannya mengutip laporan WHO yang menyebut 7 persen angka kematian bayi (AKB) akibat defek kongenital.
"Dari 7 persennya penyakit jantung bawaan (PJB) menyumbang 25 persen kematian pada bayi lahir," kata Ita dalam keterangannya, Selasa (9/7/2024).
Hasilnya kata dia, penelitian Dokter Konsultan Jantung Anak di RSAB Harapan Kita Jakarta ini antara lain menyimpulkan, metode sistem skoring pertama berdasarkan permodelan dengan determinan bayi dan Ibu dapat digunakan untuk memprediksi mortalitas bayi dengan penyakit jantung bawaan.
"Dengan akurasi prognostik yang baik berdasarkan kurva ROC sistem skoring yang mendapatkan nilai AUC 0,745 (95%CI 0,668 - 0,812) dengan nilai p<0,001. Penelitian ini didapatkan uji sensifitas dan spesifikasi sistem skoring dan angka skoring >67 dengan sensifitas 72,15 persen dan spesifikasi 63,01 persen," jelasnya.
Metode penelitian dengan studi observasional kohort netrospektif yaitu mengevaluasi outcome kesintasan atau kelangsungan hidup (survival rate) bayi dengan PJB di RSAB Harapan Kita dalam pengamatan selama 1 tahun.
"Ini model skoring pertama mengikuti bayi lahir hidup dengan PJB diobservasi apakah hidup atau meninggal. Diagnostik apa, berat lahir, usia gestasi, skor apgar mengukur kebugaran berapa, ada sesak napas, sampai usia 1 tahun. Faktor yang mempengaruhi kematian inilah yang dikumpulkan dan secara statistik dianalis univariat, bervariat dan multivariat sampai didapat faktor determinan penyebab utama kematian. Faktor-faktor deteminan inilah yang dibuat skoringnya dari yang minim sampai tertinggi atau hazard ratio," ujar Ita.
Skoring yang berupa rumus persamaan garis inilah nantinya bisa diterapkan pada layanan bayi lahir. Determinan utama seperti klasifikasi kritis atau penyakit jantung bawaan kritis yang mematikan pada usia 1-7 hari kelahiran, dengan analisis berulang tetap tertinggi penyebab kematian, lainnya seperti klasifikasi syndrom, dan berat lahir di bawah 1.500 gr.
Bayi yang masuk risiko tinggi maka harus segera dilakukan tindakan seperti misalnya tindakan pada pembuluh darah di-stenting atau jika menyempit dengan tindakan baloon dan lainnya.
Ketua Unit Kerja Koordinasi Kardiologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Rizky Andriansyah menyebutkan, rekomendasi disertasi Ita ini membantu memberi jawaban untuk penanganan penyakit jantung bawaan bayi bisa langsung selesai.
"Tidak bisa ada 12 ribu bayi dengan kelainan kongenital dan hanya 6.000 yang tertangani lalu langsung solusinya dokter asing," kata Rizky.
"Ini membantu diagnostik, dalam sistem rujukan berjenjang menghadapi jumlah dokter jantung anak yang hanya ada di 16 provinsi," ungkapnya.
Angka pasti jumlah bayi dengan kongenital disease masih angka prediksi karena national bird registery belum ada, standar peralatan rumah sakit di daerah tidak sama dengan di kota besar.
Minimal dengan sistem skoring ini bisa membantu bidan, dokter umum dan dokter anak. Dalam mempercepat diagnostik penyakit jantung bawaan masuk kategori apa dan tindakan cepat apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa bayi-bayi Indonesia.
Dari kajian yang dilakukan dr Ita menyarankan, untuk pengembangan keilmuan maka harus dilakukan penelitian lebih lanjut dengan skala sampel yang lebih besar atau penelitian multisener. Sedangkan bagi praktisi kesehatan penelitian ini bisa dijadikan rujukan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan bayi dengan PJB.
"Hasil penelitian ini untuk perbaikan sistem pendataan bayi dengan PJB yang lahir hidup sejak bayi lahir higga pemantauan jangka panjang, adanya manajemen data ini akan memudahkan penelitian lanjutan dan modifikasi sistem skoring sebagai penyempurnaan sistem skoring yang telah dibuat,” pungkasnya.
DokterSuprohaita mengangkat disertasi bertema Model System Skoring Untuk Memprediksi Risiko Kematian Bayi Dengan Penyakit Jantung Bawaan di RSAB Harapan Kita, Jakarta, Senin 8 Juli 2024.
Dalam sidang terbuka doktoral yang digelar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Depok, dr Ita panggilan akrabnya, dalam paparannya mengutip laporan WHO yang menyebut 7 persen angka kematian bayi (AKB) akibat defek kongenital.
"Dari 7 persennya penyakit jantung bawaan (PJB) menyumbang 25 persen kematian pada bayi lahir," kata Ita dalam keterangannya, Selasa (9/7/2024).
Hasilnya kata dia, penelitian Dokter Konsultan Jantung Anak di RSAB Harapan Kita Jakarta ini antara lain menyimpulkan, metode sistem skoring pertama berdasarkan permodelan dengan determinan bayi dan Ibu dapat digunakan untuk memprediksi mortalitas bayi dengan penyakit jantung bawaan.
"Dengan akurasi prognostik yang baik berdasarkan kurva ROC sistem skoring yang mendapatkan nilai AUC 0,745 (95%CI 0,668 - 0,812) dengan nilai p<0,001. Penelitian ini didapatkan uji sensifitas dan spesifikasi sistem skoring dan angka skoring >67 dengan sensifitas 72,15 persen dan spesifikasi 63,01 persen," jelasnya.
Metode penelitian dengan studi observasional kohort netrospektif yaitu mengevaluasi outcome kesintasan atau kelangsungan hidup (survival rate) bayi dengan PJB di RSAB Harapan Kita dalam pengamatan selama 1 tahun.
"Ini model skoring pertama mengikuti bayi lahir hidup dengan PJB diobservasi apakah hidup atau meninggal. Diagnostik apa, berat lahir, usia gestasi, skor apgar mengukur kebugaran berapa, ada sesak napas, sampai usia 1 tahun. Faktor yang mempengaruhi kematian inilah yang dikumpulkan dan secara statistik dianalis univariat, bervariat dan multivariat sampai didapat faktor determinan penyebab utama kematian. Faktor-faktor deteminan inilah yang dibuat skoringnya dari yang minim sampai tertinggi atau hazard ratio," ujar Ita.
Skoring yang berupa rumus persamaan garis inilah nantinya bisa diterapkan pada layanan bayi lahir. Determinan utama seperti klasifikasi kritis atau penyakit jantung bawaan kritis yang mematikan pada usia 1-7 hari kelahiran, dengan analisis berulang tetap tertinggi penyebab kematian, lainnya seperti klasifikasi syndrom, dan berat lahir di bawah 1.500 gr.
Bayi yang masuk risiko tinggi maka harus segera dilakukan tindakan seperti misalnya tindakan pada pembuluh darah di-stenting atau jika menyempit dengan tindakan baloon dan lainnya.
Ketua Unit Kerja Koordinasi Kardiologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Rizky Andriansyah menyebutkan, rekomendasi disertasi Ita ini membantu memberi jawaban untuk penanganan penyakit jantung bawaan bayi bisa langsung selesai.
"Tidak bisa ada 12 ribu bayi dengan kelainan kongenital dan hanya 6.000 yang tertangani lalu langsung solusinya dokter asing," kata Rizky.
"Ini membantu diagnostik, dalam sistem rujukan berjenjang menghadapi jumlah dokter jantung anak yang hanya ada di 16 provinsi," ungkapnya.
Angka pasti jumlah bayi dengan kongenital disease masih angka prediksi karena national bird registery belum ada, standar peralatan rumah sakit di daerah tidak sama dengan di kota besar.
Minimal dengan sistem skoring ini bisa membantu bidan, dokter umum dan dokter anak. Dalam mempercepat diagnostik penyakit jantung bawaan masuk kategori apa dan tindakan cepat apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa bayi-bayi Indonesia.
Dari kajian yang dilakukan dr Ita menyarankan, untuk pengembangan keilmuan maka harus dilakukan penelitian lebih lanjut dengan skala sampel yang lebih besar atau penelitian multisener. Sedangkan bagi praktisi kesehatan penelitian ini bisa dijadikan rujukan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan bayi dengan PJB.
"Hasil penelitian ini untuk perbaikan sistem pendataan bayi dengan PJB yang lahir hidup sejak bayi lahir higga pemantauan jangka panjang, adanya manajemen data ini akan memudahkan penelitian lanjutan dan modifikasi sistem skoring sebagai penyempurnaan sistem skoring yang telah dibuat,” pungkasnya.
(maf)