Ditanya soal Kebocoran Data PDN, Calon Hakim Agung Singgung Pihak Berwenang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata menanyakan perihal pertanggungjawaban hukum pidana atas peristiwa peretasan Pusat Data Nasional (PDN), kepada calon hakim agung kamar pidana, Abdul Aziz. Pertanyaan itu merupakan rangkaian tahapan wawancara seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di Mahkamah Agung (MA).
Mukti ingin mengetahui pemahaman calon hakim agung berkaitan dengan KUHP baru, perihal asas atau prinsip teknologi digital yang mulai diakomodir.
"Saya ingin tanyakan beberapa hal berkaitan dengan KUHP yang baru, Pemahaman yang bapak pahami mengenai KUHP baru ini mengenai adanya asas atau prinsip-prinsip teknologi digital itu mulai diakomodir," tanya Mukti di Kantor KY, Jakarta, Senin (8/7/2024).
"Nah dalam Pasal 5 itu F itu ada keselamatan atau keamanan sistem komunikasi elektronik. Kalau kemudian kita kaitkan dengan isu yang terbaru nih ya tentang Pusat Data Nasional yang di-hack ini sistem pertanggungjawaban pidananya gimana Pak?" sambungnya.
Mendapatkan pertanyaan tersebut, mulanya Aziz menjelaskan jika Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi, telah mengatur bahwa data orang perorangan harus dilindungi dan dijaga, serta dilarang disebarkan luaskan.
Lalu bilamana data tersebut terlanjur bocor ataupun diketahui oleh seseorang tanpa seizin pemilik data, maka pelaku pembobolan bisa dikenakan hukum pidana.
"Terhadap Pasal 5 tadi itu adanya keselamatan elektronik di sana bahwa untuk itu maka untuk memberikan pertanggungjawaban kepada pelaku yang melakukan tindak pidana tadi," kata calon hakim, Aziz.
Namun, Aziz juga menambahkan lembaga yang berwenang menjaga data-data tersebut jugalah harus bertanggung jawab atas peristiwa kebocoran tersebut.
"Jadi apabila terjadi kebocoran sehingga data tadi itu bisa diambil orang lain maka pertanggungjawaban itu harus diberikan kepada pihak-pihak yang memang diberi kewenangan untuk itu," katanya.
Mukti ingin mengetahui pemahaman calon hakim agung berkaitan dengan KUHP baru, perihal asas atau prinsip teknologi digital yang mulai diakomodir.
"Saya ingin tanyakan beberapa hal berkaitan dengan KUHP yang baru, Pemahaman yang bapak pahami mengenai KUHP baru ini mengenai adanya asas atau prinsip-prinsip teknologi digital itu mulai diakomodir," tanya Mukti di Kantor KY, Jakarta, Senin (8/7/2024).
"Nah dalam Pasal 5 itu F itu ada keselamatan atau keamanan sistem komunikasi elektronik. Kalau kemudian kita kaitkan dengan isu yang terbaru nih ya tentang Pusat Data Nasional yang di-hack ini sistem pertanggungjawaban pidananya gimana Pak?" sambungnya.
UU Perlindungan Data Pribadi
Mendapatkan pertanyaan tersebut, mulanya Aziz menjelaskan jika Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi, telah mengatur bahwa data orang perorangan harus dilindungi dan dijaga, serta dilarang disebarkan luaskan.
Lalu bilamana data tersebut terlanjur bocor ataupun diketahui oleh seseorang tanpa seizin pemilik data, maka pelaku pembobolan bisa dikenakan hukum pidana.
"Terhadap Pasal 5 tadi itu adanya keselamatan elektronik di sana bahwa untuk itu maka untuk memberikan pertanggungjawaban kepada pelaku yang melakukan tindak pidana tadi," kata calon hakim, Aziz.
Namun, Aziz juga menambahkan lembaga yang berwenang menjaga data-data tersebut jugalah harus bertanggung jawab atas peristiwa kebocoran tersebut.
"Jadi apabila terjadi kebocoran sehingga data tadi itu bisa diambil orang lain maka pertanggungjawaban itu harus diberikan kepada pihak-pihak yang memang diberi kewenangan untuk itu," katanya.
(maf)