Warisan Budaya Takbenda Indonesia Berbasis Pangan Lokal
loading...
A
A
A
Warisan budaya takbenda erat kaitannya dengan ketahanan pangan yang sedang hangat saat ini, bahkan dalam penetapan warisan budaya tak benda wilayah timur memiliki makanan bubur sagu atau masyarakat mengenalnya Papeda yang sudah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTBI) pada tahun 2015 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sekarang Kementerian Pendidkan Riset dan Teknologi.
Kondisi saat ini masih bertahan dan berkembang sampai, Maluku dan Sulawesi. Keberadaannya memiliki sejarah yang panjang dan mempunyai makna filosofis mandalam. Indonesia diharapkan dengan kekayaan alam yang dimiliki dapat mengatasi krisis pangan, warisan budaya Indonesia dengan kearifan lokalnya bisa dijadikan salah satu bentuk pelestarian budaya.
Ketahanan pangan non beras pengganti nasi menjadi icon orang Papua. Sagu ketahanan pangan lokal, menurut masyarakat adat setempat bahwa sagu adalah tanaman yang sakral dan sangat istimewa sehingga setiap panen selalu di gelar upacara adat dan mensyukuri atas nikmat yang di dapat untuk kebutuhan masyarakat lokal.
Papeda atau Papua Penuh Damai adalah makanan tertua di Indonesia bagian timur. Papeda atau bubur sagu mempunyai tekstur yang sangat lembut berwarna putih agak kekuningan disajikan bersama kuah ikan kuning rasanya sangat nikmat. Sagu merupakan tanaman penghasil pati yang mengandung karbohidrat sangat tinggi, kandungan kalori dan gizinya sangat bermanfaat, menjadi bahan pokok pengganti beras oleh orang Papua.
Dalam situasi saat ini makanan sagu memiliki peranan penting dalam mengatasi krisis pangan. Sebagai makanan pokok masyarakat papua, Maluku dan papua Barat, Papeda di sajikan pada acara tertentu, upacara adat, ritual dan tradisi.
Mitologi masyarakat Papua konon katanya sagu itu merupakan jelmaan manusia. Tanaman pohon sagu berdasarkan jenisnya ada dua yang berduri dan tidak berduri, cara dan teknik pengetahuan mereka tentang alam juga mempunyai ciri khas masing-masing antara Suku Sentani dan Suku Moi.
Suku Sentani menebang pohon sagu dengan cara membelah, sedangkan Suku Moi menebang pohon sagu dengan cara horizontal. Keduanya mempunyai metodologi yang berbeda dengan caranya masing-masing.
Kondisi saat ini masih bertahan dan berkembang sampai, Maluku dan Sulawesi. Keberadaannya memiliki sejarah yang panjang dan mempunyai makna filosofis mandalam. Indonesia diharapkan dengan kekayaan alam yang dimiliki dapat mengatasi krisis pangan, warisan budaya Indonesia dengan kearifan lokalnya bisa dijadikan salah satu bentuk pelestarian budaya.
Ketahanan pangan non beras pengganti nasi menjadi icon orang Papua. Sagu ketahanan pangan lokal, menurut masyarakat adat setempat bahwa sagu adalah tanaman yang sakral dan sangat istimewa sehingga setiap panen selalu di gelar upacara adat dan mensyukuri atas nikmat yang di dapat untuk kebutuhan masyarakat lokal.
Papeda atau Papua Penuh Damai adalah makanan tertua di Indonesia bagian timur. Papeda atau bubur sagu mempunyai tekstur yang sangat lembut berwarna putih agak kekuningan disajikan bersama kuah ikan kuning rasanya sangat nikmat. Sagu merupakan tanaman penghasil pati yang mengandung karbohidrat sangat tinggi, kandungan kalori dan gizinya sangat bermanfaat, menjadi bahan pokok pengganti beras oleh orang Papua.
Dalam situasi saat ini makanan sagu memiliki peranan penting dalam mengatasi krisis pangan. Sebagai makanan pokok masyarakat papua, Maluku dan papua Barat, Papeda di sajikan pada acara tertentu, upacara adat, ritual dan tradisi.
Mitologi masyarakat Papua konon katanya sagu itu merupakan jelmaan manusia. Tanaman pohon sagu berdasarkan jenisnya ada dua yang berduri dan tidak berduri, cara dan teknik pengetahuan mereka tentang alam juga mempunyai ciri khas masing-masing antara Suku Sentani dan Suku Moi.
Suku Sentani menebang pohon sagu dengan cara membelah, sedangkan Suku Moi menebang pohon sagu dengan cara horizontal. Keduanya mempunyai metodologi yang berbeda dengan caranya masing-masing.
(nnz)